Bunga itu indah, bau nya harum, dan bentuknya cantik dengan berbagai warna dan nama yang tak kalah beragam. Mikael menemukan salah satunya, tampak indah dipandang dan cantik warnanya, bau nya harum lalu tampak menawan tuk dilihat.
Mikael akui keinginan untuk memelihara di taman miliknya semakin kuat tiap harinya. Ia tak akan membiarkan tangan-tangan jahil nan kotor memetik bunga itu.
Tapi seseorang tak suka melihatnya memeluk pot bunga itu sendirian, ada saja yang ingin mengambilnya.
Dan adu mulut pun terjadi lalu berakhir dengan, "lalu... bagaimana jika kau yang meninggalkan ku duluan El?"
Otaknya menyerukan kata 'tidak' yang sangat kencang tetapi saraf kepalanya hanya merespon gelengan kuat. Mulutnya terasa kaku dengan kedua tangan terkepal erat di kedua sisi tubuhnya, lalu tanpa sadar cairan bening lolos tanpa sekat dari kedua kelopak matanya.
"El?!" Terkejut bukan main.
Jena melonggarkan emosinya dan mencoba mendekat meski orang yang ia dekati mundur dan menghindar.
Hati Jena sakit tanpa sebab, rasa empati ini telah berakhir perasaan sayang. Bagaimana ini? Padahal dari awal Jena hanya ingin membuat kehidupan di panti Mikael penuh kebahagiaan, sialan!
"El..." Jena berlari menerjang Mikael dan memeluknya.
"Tidak Jena... aku tidak akan pergi, aku tidak akan pergi meninggalkan mu, aku tidak akan pergi, tidak Jena, tidak." Suaranya terputus-putus karena tangisnya yang tersedu.
Tangannya meremat pakaian Jena hingga kusut, tak apa, Jena takkan marah sekalipun air mata Mikael membasahi bajunya.
"Jena~ aku tidak ingin dibuang lagi, sakit, aku tidak suka sendirian, takut, Jena takut," seru Mikael pilu.
Jena meregangkan pelukannya meski sedikit bersusah payah tangannya menangkup wajah Mikael yang penuh lelehan air mata, "lihat aku El."
"Lihat aku."
Mata Mikael yang berair menatap lekat Jena, "maafkan aku, maaf karena aku memaksa mu untuk berbaur bersama anak panti yang lain. Aku tidak akan memaksa mu lagi, jadi tolong jangan menangis ya..."
Hatinya sakit.
Di peluk lagi Mikael olehnya dan hari itu menjadi pertama kalinya mereka bertengkar dan Jena sadar bahwa rasa kasihan dan empatinya sudah berganti dengan rasa sayang. Ini bukan hanya sekedar melindungi kenangan Mikael si tokoh utama, tapi Jena benar-benar peduli padanya sebagai kakak pada adik.
'Jena marah pada ku, Jena tidak boleh marah pada ku, tidak boleh!'
Lalu, ada Mikael yang berhasil menjaga bunganya agar tetap terjaga di taman miliknya, dia berhasil, untuk kali ini Mikael berhasil.
***
"Mikael!"
Jena terkejut bukan main matanya bahkan sampai melotot, "El?"
Saking tak percayanya dengan apa yang dilihat dan disaksikan nya. Mikael baru saja memperkenalkan dirinya pada anak-anak panti, meski masih terlihat enggan namun melihat adanya rona merah di pipinya sungguh lucu pikirannya.
Jena terkekeh sebentar sebelum, "mari kakak kenalkan lagi, namanya Mikael kalian bisa memanggilnya El-"
Mikael cepat menyela, "tidak boleh! Panggilan itu hanya khusus untuk Jena tidak dengan yang lain."
Jena menghela napas dengan senyum terpaksa ia merangkul Mikael, "baiklah jadi semoga kalian semua bisa berteman baik!"
Awalnya Mikael ragu dan enggan untuk berbaur namun karena dorongan Jena berakhir lah Mikael yang bermain bersama mereka, iya awalnya begitu namun semakin lama anak itu terlihat nyaman dan berakhir tertidur di ruang utama bersama setelah bermain seharian.
"Terima kasih," Jena mendongak merasakan tepukan penuh bangga ibu Sera padanya.
"Jena tidak melakukan apa-apa ibu, itu semua atas kemauan dirinya sendiri."
"Jika bukan karena dorongan mu, Mikael tidak mungkin akan berbaur dengan yang lain."
Jena tau itu, tapi ia hanya tidak ingin besar kepala merasa bahwa Mikael seperti itu karena dirinya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unhealing Wound [Hiatus]
Roman d'amour[Transmigrasi] Mikael, gambaran sempurna tokoh utama dalam novel romansa penuh drama. Siapa sangka sosoknya juga digambarkan merupakan sumber kemalangan tokoh utama wanita, obsesi gila Mikael menjerat dan mengekang batas dengan dunia luar, mulut man...