BAB 2

104 19 0
                                    

Senyum Eiri langsung memudar, dia kembali menunduk kemudian menggeleng keras.

" Aku tidak mencurinya kakak... Ini sungguh jatuh dari langit... ." Suara Eiri sangat kecil, dan bahkan ujung jarinya bergetar pelan karna suasana dan hawa yang sangat menyengat kulitnya.

Masih dengan suara kecilnya, Eiri lanjut bicara. " Aku melihat benda berkilau jatuh dari langit dan mengikuti nya kebukit, lalu... Permata merah.. ."

George masih menatap Eiri yang bergumam layaknya hamster yang ketakutan, sebelum salah satu orang yang dia bawa melapor padanya.

" Tuan, kami menemukan lubang cukup besar, sepertinya ada sesuatu yang dengan keras menghantam tanah, ini juga kami temukan disana." Orang itu memperlihatkan benda putih berkilau yang terlalu tipis untuk disebut batu, tampak seperti cangkang telur elang namun lebih keras ditambah benda itu sangat berkilau.

Eiri juga meliriknya, dia langsung menyadari kalau itu adalah cangkang Chirpy, anak ayam barunya.

Mengabaikan itu, Anak itu kembali memberanikan diri menatap sang kakak. " Aku tidak bohong. Eiri tidak pernah bohong! !."

George yang awalnya melihat cangkang itu, kembali menatap Eiri yang sedang mengerutkan alis tipisnya dengan bibir miring, walaupun kesal anak itu tak bisa mengubah kesan tengil dan nakal di wajahnya.

Namun bukan nya minta maaf George malah mengusap hidung Eiri yang berlumur darah dengan cukup kasar.

" Berikan itu." Eiri mengerutu, namun masih memberikan permata merahnya pada kakaknya.

George menatap permata itu, saat melihat permata berkilau itu lebih dekat, itu terlihat lebih mengagumkan, warnanya jernih dan cantik tanpa goresan samasekali.

" Benarkah kamu menemukan ini setelah mengikuti bintang jatuh? ?." Permata itu terlihat sangat berharga, apa lagi dia memantulkan sinar bulan yang membuat nya semakin berkilau dengan terang di tengah kegelapan malam.

" Benar!." Eiri mengusap kembali hidung nya dengan lengannya yang tertutup Hoodie hitam.

Roy, sang kepala pelayan dibuat kasian melihat nya, anak lemah itu terlalu lama menghirup udara dingin. Apa lagi setelah melihat wajah Ola yang pucat karena khawatir, dia semakin tak enak hati.

" Tuan, kita harus segera membawanya ke mansion, udara akan semakin dingin menginjak tengah malam." Mendengar seruan pengawalnya George mengutuk dirinya sendiri, dia melupakan tupai sekarat didepan nya hanya karna satu permata yang cukup cantik.

"Gendong dia." Ujarnya, Sambil memberikan permata itu pada salah satu orangnya.

Roy langsung mendekap Eiri lalu membawanya kegendongannya dan berujar pelan pada Eiri. " Apakah masih dingin tuan muda? ?."

Eiri hanya merapatkan dirinya sambil menggeleng, matanya berkedip polos saat menatap Roy.

George menatap adiknya sebentar lalu berbalik, memimpin rombongannya untuk turun dari bukit.

Bocah kecil itu merapatkan dirinya ke dada bidang Roy, mencari kehangatan disana.

Roy yang merasakan pergerakan dari gumpalan lembut diperlukannya,dia langsung menepuknya dengan pelan.

Ola tak mau kalah, dia mengusap rambut tuan kecilnya sambil sesekali membersihkan darah yang menetes di hidung yang sudah sangat merah itu. Sang empuh yang tak tahan lagi diam diam tertidur.

Namun di pertengahan jalan, tuan muda yang berjalan didepan mereka tiba tiba berhenti.

George berbalik pada pasangan dibelakangnya.

" Berikan padaku." Walaupun kebingungan, Roy masih mendekat lalu memberikan Eiri pada tuan mudanya.

Entah mengapa dia merasakan ketidak sukaan dari George saat dia dan Ola menyentuh Eiri. Roy pun tau sebesar apa sikap protektif tuan sulung pada sang adik, walaupun tak bisa ditunjukkan secara terang terangan.

The Impossible Future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang