2

5K 502 5
                                    

"El, kemari."

Dengan wajah bangun tidur Mikael menghampiri Jena yang langsung menyambutnya dengan pelukan.

"Kau belum makan bukan? Mau ku buatkan nasi goreng?"

"Hu'um."

Jena menuntun El untuk duduk di kursi makan sementara dirinya menyiapkan makanan, jam sudah menunjukan jam 10 dan semua anak panti sudah makan lalu melanjutkan aktivitas masing-masing. Untuk Mikael sendiri anak itu tak suka bergabung dengan anak panti yang lain, dia lebih suka menghabiskan waktu seharian dengan Jena.

"Nah, makan lah." Jena meletakkan satu piring nasi goreng di depan Mikael.

Mikael hanya diam seraya menatap makanan di depannya lalu menatap Jena dengan wajah memelas, "tangan ku kesemutan, sepertinya aku tidak bisa memegang sendok untuk saat ini."

Jena terkekeh, "baiklah kalau begitu biar aku yang menyuapi mu."

Dengan telaten Jena menyuapi Mikael hingga nasi goreng di piring habis.

"Jena," panggil Mikael.

"Ya, kenapa apa kau butuh sesuatu El?"

Hal yang paling disukai Mikael adalah nada lembut Jena saat membalas panggilan nya. Mikael menatap Jena dengan lembut, "suatu hari nanti ayo kita hidup berdua!"

Mendengar itu Jena tertawa lalu menepuk pelan kepala Mikael, "tidak bisa El."

Wajah Mikael seketika berubah muram, "kenapa?"

"Karena kita makhluk sosial," jawab Jena sambil berjalan mendahului Mikael yang cukup tertinggal jauh di belakang, "kita tidak bisa hidup sendiri, kita adalah manusia yang saling membutuhkan satu sama lain. Maka mustahil untuk kita hidup hanya berdua."

"Tidak!"

Jena memutar badannya menghadap Mikael, "eh?"

"Kita bisa hidup berdua, Jena hanya cukup memiliki ku. Kau bisa mengandalkan ku, kau bisa bergantung pada ku, aku akan membuat dunia di mana dunia itu hanya milik kita berdua!" Tangan kecilnya mengepal kuat menatap penuh tekad Jena yang tertegun sejenak sebelum membalas dengan senyum lebar.

"Baiklah... aku akan mengandalkan mu El."

***

Mikael menatap tajam pemandangan di depannya, dia tak suka, dia tak menyukai apa yang dia lihat saat ini.

"Jena."

Gadis itu terlihat menoleh sejenak terlihat Jena berbicara entah apa pada anak-anak itu dan setelahnya pergi menghampiri Mikael.

"El? Ada apa?"

"Main dengan ku!"

Jena tersenyum, "bagaimana jika kita bermain bersama?"

"Tidak! Aku hanya ingin bermain bersama mu."

Terlihat berpikir sejenak, Jena menatap anak-anak di belakangnya lalu beralih menatap Mikael. Ah, sepertinya Mikael masih susah untuk berbaur dengan anak-anak lain.

"Baiklah."

Mikael tersenyum senang lalu menarik Jena menjauh dari sana.

Tertidur dengan beralaskan rerumputan hijau ditemani angin semilir membuat Jena semakin nyenyak dalam tidurnya, di bawah rindang nya pohon Mikael dan Jena berada. Matahari sudah mulai tenggelam tetapi keduanya tak sedikitpun beranjak pulang.

Mikael menatap wajah damai Jena dengan jari-jarinya menelusuri pajatan wajah gadis dua tahun di atasnya itu dengan lembut, tak sedikitpun memberikan kekuatan bagai takut pecah sewaktu-waktu.

Kata 'indah' adalah ungkapan paling tinggi yang bisa Mikael berikan untuk Jena. Gadis cantik yang langsung memiliki tempat tersendiri di hatinya, bukan mengisi kekosongan melainkan membuat sebuah tempat baru yang hanya di isi oleh Jena.

"Jena, Jena..." tangannya meraih tangan Jena lalu menggenggam nya erat membubuhkan beberapa kali kecupan ringan tanda sayang.

Untuk seukuran anak kecil sepertinya perasaan 'abu-abu' seperti ini hanyalah lelucon anak kecil yang mana akan hilang terlupakan waktu. Seperti halnya 'cinta monyet' rasa suka Mikael pada Jena hanya akan dianggap sebagai perasaan sayang pada seorang kakak, takkan lebih, dan hanya sebatas itu.

Tetapi, tidak dengan bocah laki-laki itu.

Mikael yang telah kehilangan sebagian ingatan nya lalu berakhir di panti asuhan tanpa sebab menimbulkan sebuah tanda tanya besar untuknya, siapa dirinya, kenapa, dan alasan apa yang mendasari hilang ingatannya.

Semua itu masih tanda tanya kelabu yang sampai saat ini berusaha dia cari jawabannya.

Hingga di tengah-tengah kebingungan nya dia dipertemukan dengan Jena. Menariknya lepas dari kubangan semu dan mengisinya dengan perasaan hangat yang ingin selalu Mikael dekap, bahkan saat ini Mikael sudah tak peduli lagi siapa dia sebelum ingatannya hilang dan asalkan bersama Jena Mikael tak peduli siapa dirinya.

"Jena," panggil Mikael.

"Uhmm..." gadis itu hanya melenguh sebab tidurnya terganggu.

"Ayo kita pulang hari sudah sore."

Mata Jena seketika terbuka, "El?"

"Ayo pulang Jena."

Tbc.

Unhealing Wound [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang