“Apa bener, Mas?” Satu pertanyaan spontan muncul dari wanita yang Shabira tebak adalah gebetan Lingga.
Shabira benar-benar merasa terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dan sialnya, dia tidak bisa kabur sekarang juga karena tangannya terus dipegang oleh Gendis.
Melirik ke arah Lingga, laki-laki itu tampak kebingungan mencari jawaban. Padahal bisa saja langsung menjawab tidak. Apa Lingga tidak tega pada Gendis?
Shabira sudah ingin bersuara, mengatakan jika apa yang Gendis katakan adalah candaan. Namun, gadis remaja yang tingginya nyaris menyamai Shabira itu sudah kembali bersuara.
“Benar Tante,” sahut Gendis dengan senyuman yang sangat manis. “Gimana? Calon mamaku cantik, kan?”
Shabira rasanya ingin menangis saja saat ini. Kenapa dia harus terjebak dalam drama rumah tangga seperti ini?
Wanita yang entah siapa namanya itu terlihat kesal. Mata berhias softlens berwarna biru itu tampak berkaca-kaca. Lalu tanpa mengatakan apa pun, kaki jenjangnya menghentak sebelum berlalu pergi begitu saja.
Shabira tanpa sadar mengembus napas lega. Menoleh ke arah Gendis, gadis itu menunjukkan cengiran tanpa dosa.
“Maaf, Tante,” katanya sembari melepas tangan Shabira. “Habisnya, aku nggak suka kalau dia jadi ibu aku,” lanjut Gendis dengan tatapan sendu.
Shabira melirik ke arah Lingga yang masih tampak diam, entah apa yang sedang laki-laki itu pikirkan. “Memangnya kenapa?”
Satu kesalahan yang Shabira buat karena memperpanjang masalah. Bukankah seharusnya dia pergi saja? Bukan malah bersikap seperti ibu-ibu komplek yag haus informasi.
“Dia cuman baik kalau pas ada, Ayah aja.” Gendis melirik ayahnya yang hanya menunjukkan ekspresi datar.
Shabira ikut melarikan matanya pada Lingga, lalu kembali menatap Gendis. Entah hanya perasaannya saja, atau memang Gendis seperti kaku sekali saat menyebut Lingga dengan sebutan ayah.
“Tapi enggak dengan cara seperti itu, Gendis.” Lingga meraup wajah dengan raut frustasi. Seperti sudah lelah sekali dengan kondisi yang ada.
Gendis kali ini menundukkan kepala. Hal yang membuat Shabira merasa kasihan. Rasa kesal yang tadi sempat muncul karena kelakuan Gendis hilang tidak tersisa. Shabira mendadak teringat masa kecilnya yang tidak memiliki kenangan baik bersama orang tuanya.
“Gimana kalau Tante Evi langsung nyebarin kabar tadi?” Lingga mengembus napas kasar sembari berkacak pinggang. “Lagian tanpa kamu kayak tadi, Ayah juga nggak bakalan milih Tante Evi jadi calon istri.”
Kepala Gendis semakin tertunduk, sepertinya gadis remaja itu sudah tahu kesalahannya.
“Maaf karena sudah melibatkan kamu.” Lingga menatap Shabira yang terlihat terkejut karena topik pembahasan mendadak beralih padanya.
“Iya, nggak masalah.” Shabira memberikan ringisan tipis.
“Minta maaf sama Tante Shabira,” ujar Lingga lagi. Shabira kembali dibuat terkejut karena kali ini sikap Lingga terlihat lebih berwibawa.
Gendis perlahan mengangkat wajah, lalu menunjukkan ringisan tipis. “Maaf, ya, Tante, udah ngrepotin Tante berkali-kali hari ini.”
Shabira mau tidak mau ikut tersenyum saat melihat wajah polos Gendis. Sorot yang gadis remaja itu berikan mampu menghipnotis mata Shabira untuk merasa trenyuh. Apalagi Gendis memiliki wajah babyface yang begitu enak dipandang.
“Iya, Sayang, nggak papa. Tapi lain kali tolong jangan kayak gitu, ya.” Shabira mengusap lembut kepala Gendis. Diperlakukan manis seperti itu, mata Gendis terlihat berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA KEREN PENAKLUK HATI
RomanceBlurb Shabira lelah harus selalu mengalah pada saudara kembarnya. Bahkan untuk urusan hati pun, dia harus kembali kalah. Memilih pindah dari Bandung ke Tangerang agar tidak terus menjadi bayang-bayang. Keberuntungan mulai memihak Shabira saat Tuhan...