EPS 11 : Ardika and his problem

82 11 0
                                    

Dipublikasikan pada 28 Februari 2024
Direvisi pada 27 Februari 2024


"Never thought I'd fine you. But you here, am so I love you. I'm not lying, when I say I've been stuck by the glue onto you"
-Glue Song, beabadoobee

『✎﹏ 』

03:00

Jarum jam bergerak seakan-akan menciptakan suasana kamar yang makin mendebarkan. Kamar gelap dengan lampu belajar tampak masih bersinar, di atas meja dan lantai ada buku-buku latihan soal dan gumaman yang keluar dari mulut seseorang.

"Puisi merupakan karya sastra yang diciptakan untuk dibaca dengan penuh penghayatan. Biasanya, puisi diungkapkan dengan menggunakan kata puitis, padat, dan imajinatif."

"Ciri-ciri puisi, biasanya memiliki rima yang teratur yaitu A-A-A-A, bersifat konotatif, bersifat simetris--"

Suara tangis memecahkan keheningan ruang yang sepi. Sang tutor bimbel online masih menerangkan materi, meski yang menonton justru menangisi diri sendiri.

"Kenapa susah banget?"

"Kenapa omongan mereka jahat banget ke gue?"

Jiya menangis tanpa suara ketika semua orang masih tidur nyenyak, ini adalah waktu untuk menenangkan diri. Di dinding didapati beberapa sticky notes berisi kata-kata buruk yang pernah keluarga Kiana ucapkan padanya, kata-kata buruk yang malah dijadikan sebuah motivasi untuk lebih giat belajar, akan tetapi kalau berada dalam kondisi psikologis yang tidak baik justru kalimat-kalimat itu laksana pisau yang mampu menikam hati tiap membacanya.

Jiya dan Kiana sudah saling mengenal sejak kecil, ikatan persahabatan mereka berdua awalnya baik-baik saja, namun orang tua Kiana seolah mengacaukan semuanya. Jiya tahu, teman dekatnya adalah anak paling pandai di sekolah, hanya saja dia tak tahu atas dasar apa orang tua Kiana senantiasa membanggakan anaknya di depannya dan orang tuanya, kemudian merendahkan Jiya dan mengatakan jika dia tak pernah berusaha keras.

Kalau membanggakan dalam arti memberi motivasi agar lebih giat belajar itu wajar, namun apakah perlu sampai menggunakan kalimat-kalimat yang tidak patut didengar oleh anak-anak?

"Nggak papa, lo pasti bisa kalahin Kyujin. Ayo jangan stuck di tempat ketiga terus, Ji. Lo harus bisa kalahin Kiana," pesan Jiya seraya memeluk diri sendiri.

Jiya sering menyampaikan pada diri sendiri untuk selalu tidak mudah goyah setiap hari, meski dia sadar bahwa pada dasarnya dia tidak bisa menjadi kuat.

Enam puluh menit Jiya habiskan untuk menangis sampai lega dada, menenangkan hati, mengekspresikan semua emosi yang ia miliki. Walaupun Jiya kerap menggunakan waktunya untuk belajar, akan tetapi ia selalu mengambil jeda untuk mengeluarkan semua emosi yang tertahan, selalu jujur dengan perasaannya sendiri.

Jiya tak hanya menikmati masa bahagia saja, namun juga masa-masa terpuruknya. Dia yakin bahwa masa yang membuatnya susah hati dan menderita itu akan terganti dengan yang lebih baik. Kuncinya adalah menerima perasaan diri sendiri. Jiya bukan tipikal orang yang selalu diam seribu bahasa hingga termenung dan menyembunyikan semua perasaannya sendirian, akan tetapi juga bukan tipikal orang yang menyandarkan diri kepada orang lain.

Jiya hanya bergantung pada diri sendiri tiap kali merasa terpuruk, karena yang tahu keadaannya saat ini adalah diri sendiri. Baik merasa sedu, berang, kecil hati, Jiya selalu berusaha menerima karena perasaan itu dengan valid. Karena mengekspresikan rasa buruk yang ada pada diri sendiri tidak seburuk itu.

Excellent '05 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang