Chapter 6

918 107 39
                                    

Terima kasih sekali lagi untuk kalian yang masih menunggu cerita ini untuk dipublikasikan! Jangan lupa baca Author's note di bab paling pertama, ya! Aku boleh minta tolong sedikit aja, nggak? Aku harap kalian mau kasih aku vote di setiap part dan ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Terima kasih sekali lagi untuk kalian yang masih menunggu cerita ini untuk dipublikasikan! Jangan lupa baca Author's note di bab paling pertama, ya! Aku boleh minta tolong sedikit aja, nggak? Aku harap kalian mau kasih aku vote di setiap part dan juga ramaikan kolom komentar di setiap bab-nya! It's mean a lot to me! Really!





Chapter 6

Kara memandang luka di lutut dan pergelangan tangan Maddy dengan perasaan bersalah. Kalimat Sean tadi sore masih berputar di kepalanya. Jika saja ia menunggu Maddy dengan lebih sabar di sekolah, Maddy pasti tidak akan pulang bersama Vanka dan jatuh dari motor. "Maaf, ya, Mad. Seharusnya tadi aku nggak pulang duluan."

            "Nggak apa-apa, Ra. Bukan salah lo kali, Ra. Lo tau nggak sih, Ra?! Gue sebal banget sama Sean. Gue udah bilang kalau gue nggak perlu ke rumah sakit, tapi dia tetap aja maksa gue ke rumah sakit! Sampe sana gue malah diketawain gara-gara luka kecil begini! Mana perawatnya bilang kalau Sean pacar gue lagi! Ah, nyebelin!" Maddy bercerita sambil memasang wajah kesalnya. "Ra! Lo udah kasih tau Kale kan kalau gue jatuh dari motor?! Terus respon dia gimana, Ra?! Dia kok kayak nggak khawatir sama sekali sih, Ra! Gue jadi badmood, Ra."

            "Aku udah chat dia kok, Mad. Tapi belum ada balasan dari dia."

            "Dia pasti lagi asyik main sama Wije dan Javier! Dia lupa kali sama gue, Ra!"

            "Jangan mikir kayak gitu, mungkin dia belum sempat aja liat handphone-nya. Kamu mending istirahat aja sekarang, kamu mau dimarahin Mama kamu lagi? Mama kamu sampe larang kamu untuk naik motor lagi lho, Mad. Lain kali tolong hati-hati, ya."

            Maddy melipatkan kedua tangan di depan dada sambil berdecak kesal. "Gue nggak mau istirahat! Gue mau Kale ada di sini!"

            "Terus kalau gue di sini gue harus ngapain?"

            Kara menoleh ke belakang saat mendengar suara Kale. Laki-laki itu berdiri di ambang pintu sambil memegang sebuah gulali di tangannya. Dia tersenyum lebar saat melihat Kara seperti biasanya. Kara lantas berdiri dan berniat meninggalkan mereka berdua saja di sana. Dari raut wajah Maddy Kara bisa menebak dengan jelas bagaimana bahagianya gadis itu saat Kale ada di sini.

            "Mau ke mana, Ra?" tanya Kale sambil menahan tangan Kara.

            "Mau ke kamar, kenapa?" Kara balik bertanya.

            Kale mendengus kesal. "Kale haus, Ra. Mau minum."

            Kara menggeleng heran. "Ya, udah, aku ambil minum dulu. Kamu masuk aja."

            "Kale juga lapar, Ra. Mau mie goreng, pake telur mata sapi! Kuningnya harus di pinggir, ya, Ra!"

            Kara mencubit perut Kale. "Kamu pikir aku buka warkop!"

Bloom In Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang