2. It Happened Again

175 29 2
                                    

HAPPY READING GUYS

—•π•—

“Jangan pernah beritahu siapapun soal penelitian gue. Cuma lo yang bisa gue percaya saat ini.” Perkataan Yoldan terus berputar di kepalanya. Sanggup kah Cio menahan diri untuk tidak menceritakan semua yang terjadi kepada orang lain.

Yoldan memberikannya sebuah kartu. Kartu akses untuk memasuki tempat dimana raga Haruto berada.

Cio menatap kartu tersebut lekat-lekat dengan banyaknya pikiran. Banyak pertanyaan muncul di benaknya. Seperti, bagaimana Yoldan bisa membangun tempat secanggih itu tanpa diketahui siapapun? Tidak, kalau ini mungkin tidak perlu dipertanyakan. Dengan koneksi yang dimiliki Yoldan bukan hal yang impossible untuk melakukannya. Lalu bagaimana Yoldan bisa dengan cepat memahami hal-hal berbau keilmuan seperti ini? Seingatnya, Yoldan terkurung dirumahnya dan menjalani homeschooling.

“Bukannya gak mungkin, tapi dia belajar terlalu cepat. Gue lebih khawatir, bukan cuma hasil positif yang muncul. Pasti ada negatifnya. Yoldan lebih paham dibandingkan gue. Apa yang ada dipikiran dia sebenernya.” Cio kembali bermonolog dengan suara kecil.

Cio memejamkan matanya mencoba berfikit jernih. Sesaat dia ingin melupakan segalanya. Menenangkan pikiran dan kembali berfikir.

Suara tarikan kursi terdengar jelas di telinga Cio. Dia membuka matanya dan menatap seseorang yang duduk dihadapannya. Jaenal. Cio segera mengambil kartu akses yang berada diatas meja dan dimasukkannya kedalam kantung celananya.

“Lagi ada masalah? Keliatannya pusing banget.” Tanya Jaenal. Cio menggeleng sebagai jawaban.

Lalu hanya keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Cio yang tenggelam dalam pikirannya sendiri dan Jaenal yang asik memainkan ponselnya sembari meminum kopi susu yang ia pesan.

“Kalo Trejo balik lagi kayak dulu, masih mungkin gak, ya?” Cio tiba-tiba berucap. Jaenal sontak menghentikan aktivitasnya, dia menatap Cio.

“Gak mungkin, Trejo udah mati. Gak bisa kayak dulu.” Jawab sarkas Jaenal.

“Kenapa enggak?”

“Sekalipun bisa, semuanya gak bakal sama kaya dulu. Kita kehilangan dua anggota kita, terlebih salah satunya leader. Semua bakal beda, tapi seandainya masih ada kemungkinan, kita bisa buat generasi baru.” Ucap panjang Jaenal.

“Semacam reborn?”

Jaenal mengangguk. Lalu menyeruput kopi susunya lagi, “Gw sih setuju, gatau yang lain. Pola pikir mereka gak akan sama kayak dulu lagi. Kebanyakan dari mereka udah mulai ugal-ugalan, kayak orang habis diputusin padahal pacaran aja belom ada yang pernah.”

Jaenal lalu kembali mengingat kejadian dimana seorang anggota Trejo dulu meminta bantuan pada Travis dan seluruh anggota Trejo untuk menembakkan gadis pujaannya, tapi sayang dia langsung ditolak mentah-mentah lantaran sudah memiliki tunangan.

“Miris.” Jaenal melanjutkan ucapannya. Cio memutar matanya malas menanggapi.

—•π•—


Cio memasuki markas lama Trejo. Seketika kilatan ingatan menyerbu pikirannya, tempat dimana dulu mereka berkumpul, berbagi cerita dan canda tawa. Kini hanya ada keheningan, semua terasa berbeda. Jika dulu ia datang dan mendapati tempat ini kosong, maka dia hanya akan bersantai sambil menunggu teman-temannya datang. Tapi sekarang, siapa yang akan datang ketempat itu.

Cio mendudukkan tubuhnya di sofa, tangannya ia ulurkan untuk mengambil remot tv. Setelah tv menyala ia abaikan begitu saja, Cio lebih memilih untuk bersandar pada sofa dan menutup matanya. Sedangkan tv, itu hanya sarana untuk menghilangkan kesunyian.

“Setelah bertahun-tahun yang lalu, kembali muncul kasus hilangnya remaja-remaja sekolah. Remaja-remaja itu menghilang sejak 2 hari yang lalu. Para korban lalu ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dan mengalami luka-luka pada seluruh tubuhnya. Diduga pelaku yang sama lah yang melakukan hal tersebut, namun hal ini belum dapat dipastikan.”

Cio membuka matanya dan menatap lekat pada layar televisi. Pikirannya kini hanya berpacu pada satu orang, Yoldan. Cio benar-benar tidak dapat berpikir jernih saat ini, dia mencurigai Yoldan yang belum dapat menghilangkan kebiasaan buruknya.

Atensinya lalu teralihkan pada dering ponselnya. Yoldan, dia yang menghubungi Cio.

“Itu bukan gue, gue gak pernah kayak gitu lagi. Beneran deh gak boong.” Terdengar nada panik dari sebrang telepon sana.

Cio mengerutkan alisnya, “Gimana gue bisa percaya?”

“Yo, Lo kan tau sendiri gue baru bebas kemarin. Terus seharian gue bareng Lo. Mana ada waktu gue buat nyulik sama bunuh orang kayak gitu.”

Masuk akal. Cio memang seharian bersama Yoldan kemarin. Tapi tetap saja ada rasa curiga yang tersisipkan dihatinya, “Oke, sekarang gue percaya. Gue harap suatu saat gak akan ada bukti yang mengarah ke Lo.”

Cio memutuskan panggilan sepihak. Rasanya otaknya akan meledak sebentar lagi. Jika dipikir-pikir mayat yang ditemukan di kebun Yoldan dulu tidak sebanyak orang-orang yang dikabarkan menghilang. Apa mungkin ada orang lain selain Yoldan? Dan mungkin saja dia mengkambing hitamkan Yoldan sebagai satu-satunya pelaku.

—•π•—

Januari 2022

Suara sirene mobil polisi membelah jalan yang amat ramai malam itu. Setalah beberapa kali diintrogasi barulah Yoldan mau membuka mulutnya. Dia mengaku telah menculik remaja dan membunuh mereka. Yoldan juga memberitahu bahwa jasad korbannya ia taman bersamaan dengan tanaman bunga-bunga di rumah kacanya.

Polisi menggeledah tempat tersebut. Mereka menggali setiap inci perkebunan rumah kaca milik Yoldan. Dan benar saja, di balik bunga-bunga yang tumbuh dengan indah, terdapat banyak jasad-jasad manusia dibawahnya.

Polisi mulai melakukan otopsi pada mayat-mayat yang ditemukan. Jumlahnya sekitar 38 orang dengan tubuh yang masih dapat di kenali dan sisanya ditemukan tulang-belulang manusia yang sepertimu telah terkubur lama disana.

‘padahal gue cuma mau mereka temani mama disana. Apa gue salah? Ini semua berawal karena papa.’

—•π•—


Yoldan kini berada didalam labolatorium rahasianya. Menatap papan Mading yang diisi dengan kertas-kertas tentang penelitian yang dia lakukan. Mulai dari hasil penelitian berhasil, gagal belum dilakukan, hingga penelitian yang masih belum jelas bagaimana jadinya.

Yoldan menatap lekat pada foto polaroid seorang pria muda seusianya. Banyak pertanyaan pertanyaan dibenaknya, banyak kenyataan yang membuatnya terkejut. Hal-hal yang tidak akan terpikirkan oleh siapapun. Ingin rasanya ia cepat memberi tahu Cio, tapi dirinya sendiri masih belum yakin dan ingin terus melakukan reset beberapa kali lagi.

“Lo berbeda dengan apa yang mereka gambarkan. Lo gak sebaik itu. Kalau gue kasih tau mereka sekarang, mereka gak akan percaya. Gue yakin Travis sadar sama hal ini, sayangnya dia gak disini.”

Yoldan beralih pada kapsul tempat pengawetan tubuh Haruto, “Kapan Lo bakal buka mata Lo lagi, ini udah terlalu lama, kan? Atau Lo cuma mempermainkan kita semua dari awal?”

Yoldan memakai kacamatanya dan mengambil pensil, dia mulai mencoret-coret kertas yang ia bawa. Yoldan melanjutkan penelitian gilanya.

—•π•—

Sekian chapter kali ini, sekali lagi sorry karena jarang up. Jangan lupa vote and comment guys. Thank you 💕💞

[2]Mystery Twins: Trejo To Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang