03. Don't Tease Me

122 19 9
                                    

Maaf banget karena belum bisa update cerita ini berkala. Keknya bkal  slow update bgt nih cerita atau mau aku tahan sampe dua cerita ku kelar dulu?

03 Don't Tease Me!

.

Mereka makan dalam riuh obrolan kiri-kanan. Dion selalu mengajak Jaka bicara, Setya berusaha ikut menimpali. Sedangkan Livi hanya fokus pada makanan dan mendengarkan. 

"Jangan heran ama Livi, Jak. Dia emang gitu orangnya. Jarang ngobrol, paling-paling dengerin doang. Gak cuman karena ada elu," pungkas Dion saat Jaka menatap Livi heran. Sikap perempuan itu amat pendiam. Saat bertemu tadi pagi pun, Livi tampak enggan bicara dan terkesan cuek.

"Gak masalah, Bang. Dek Livi nanti ikut aku aja pulangnya."

Livi mendongak, melihat ke arah Jaka dengan muka bingung. "Gak perlu. Aku naik ojek online aja."

Setya tertawa canggung. "Livi bisa aku anter kok, Jaka. Tapi, emang anaknya mandiri banget. Males ngerepotin orang."

"Kita kan satu kos. Jadi, pulang bareng gak akan ngerepotin."

Dion batuk-batuk keselek es teh yang tadi mau ditelan. Cepat-cepat mengambil tisu untuk mengelap bibirnya yang basah. "Anjir! Kalian satu kos?"

"Iya, Bang. Tetanggaan, Livi nomor tiga, gue nomor dua."

Tangan Dion mengusap-usap dada. "Gue pikir satu kos dalam artian tinggal bareng."

"Wah, bisa dong kita main-main," ujar Setya yang ditanggapi senyuman oleh Jaka.

"Gimana Dek Livi. Mau aku ikut gak?"

Livi merasa risih dengan panggilan Jaka untuknya. Telinganya gatal mau dikorek setiap namanya disematkan dengan kata 'Dek'. 

"Lihat nanti deh. Kalo gak ada urusan."

Dion mengamati dalam diam interaksi tersebut. Menelaah apakah Jaka memang sebaik itu atau menyukai salah satu rekan kerja wanitanya. Baru saja sehari Jaka sudah berhasil menarik perhatian Setya. Memang wajah gantengnya tidak bisa dipungkiri, Dion sadar wanita-wanita di ruang staf akuntan beberapa kali memperhatikan Jaka dalam diam, kecuali Livi yang bersikap biasa saja.

Lagi-lagi obrolan di dominasi oleh mereka bertiga. Secara humor Jaka dan Dion cukup cocok, sementara Setya acapkali mencari perhatian Jaka. Selama pembicaraan perempuan itu selalu tertuju untuk lelaki muda itu.

Mereka kembali bekerja setelah menghabiskan beberapa kudapan sehabis makan makanan berat. Lagi-lagi Setya berjalan di samping Jaka tanpa rasa sungkan. Jaka yang cukup ramah tampak tak begitu risih.

"Dek Livi, bisa minta tolong?" Jaka berdiri tepat di samping kubikel Livi. Mau tak mau perempuan itu menoleh padanya. 

"Minta tolong apa?"

"Tadi Bang Dion suruh memverifikasi kelengkapan dokumen keuangan bulan lalu. Tapi, Bang Dion gak ngejelasin filenya yang mana," jelas Jaka. Dion baru saja pergi menemui Bu Naura untuk membicarakan suatu hal. Membebankan sedikit pekerjaan pada Jaka, si anak baru.

"Aku bisa bantu kok, Jaka." Setya menyahut dari arah kanan. Livi tersenyum senang atas penawaran Setya pada Jaka. Bukan ia tak mau membantu, tapi pekerjaannya juga cukup membuatnya malas beranjak dari kursi.

Walau tampak canggung Jaka menerima bantuan Setya. Lelaki itu beralih dari posisinya, kembali ke tempat bekerja dengan Setya yang mengarahkan. Terdengar tawa Setya yang lirih, entah apa yang membuat Setya tertawa. 

Livi sempat melirik ke arah depan, tanpa sengaja pandangannya bertabrakkam dengan Jaka. Pria itu tersenyum.

"Udah ngerti kan, Jaka?" tanya Setya. Rona ceria dari wajahnya tak bisa ditutupi. Sangat jelas Setya mempunyai keterterikan pada Jaka, bisa dikatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Livi menggeleng, hampir tertawa melihat tingkah laku rekan kerjanya.

Don't Tease MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang