Jennie

87 16 0
                                    

•••

Hari ini Lalisa tidak pulang. Lagi.
Memikirkannya, tiba-tiba membuatku ingin memeriksa ulang pesan yang aku kirimkan padanya tempo lalu—juga hari ini. Apa ada semacam kesalahan dari caraku merangkai kata maaf, lantas membuat ia tak suka. Atau mungkin semacam ketidaksukaan perihal pesanku yang melulu menjejali phonecell-nya. Apa aku terlalu mendesaknya? Menuntut satu balasan pesan yang tak kunjung kuterima? Katakan, tolong katakan dimana letak kesalahanku, aku sangat tersiksa.

Aku membaca kata demi kata, perlahan dan berulang. Apa aku banyak menggunakan kata 'Aku' disini? Seperti 'Aku tidak bisa tanpamu' lalu 'Aku tersiksa' lalu 'aku ingin bertemu' dan 'aku merindukanmu' juga 'aku menunggu pesanmu' Apa Lisa akan berfikir bahwa aku egois karena hanya memikirkan diri sendiri? Ada banyak kata 'Aku' dalam pesanku. Entahlah, aku benar-benar frustasi, bagaimana aku harus meminta maaf? Bagaimana caraku harus berparipolah agar Lisa bisa melihat letak ketulusanku, aku benar-benar ada dititik ingin menata ulang semuanya dari awal. Memangkas bagian-bagian dimana aku salah. Dan tidak melakukan hal-hal yang membuatnya marah.

Akhirnya Lisa membaca pesanku, jantungku berdetak—bergejolak, bergemuruh bising juga cepat. Lisa sedang mengetik pesannya. Tanganku gemetar, aku mulai menggigiti kuku karena panik. Mataku sudah berair sekarang—entahlah..aku tahu aku sedang menunggu pesan darinya sedari tadi—bahkan dari kemarin. Namun sekarang aku terlampau takut, cenderung tak sanggup. Menerka Lisa akan menghilang setelah ini membuatku frustasi. Aku menyukai Lalisa, aku tidak ingin kehilangan apapun, apalagi Lisa.

My lottery
Kau suka bunga Aster?

Aku terdiam sejenak. Berfikir lamat-lamat mengenai situasi macam apa ini? Ia ingin melupakan perdebatan kami dan mengalihkan pembicaraan kami pada bunga Aster? Barangkali ia tak senang ditempatkan pada situasi pelik semacam ini? Apa aku sudah dimaafkan?

Jennie
Yes, the purple one

My Lottery
i know

Air mataku sontak mengalir, mataku tak kunjung luput dari layar phonecell, aku membaca ulang dan hati-hati pesan Lisa. Ada sedikit kelegaan yang tiba-tiba muncul, aku menangis—aku lega, satu lengkungan bibir mulai kentara. Lisa sudah memaafkanku bukan? Ia akan pulang hari ini bukan?

Aku ingin membubuhkan beberapa pertanyaan—berfikir untuk mengirim pesan. Aku penasaran perihal dimana keberadaannya, bersama siapa, sedang melakukan apa, perihal bagaimana perasaannya saat ini, apa yang ia makan, apa aku boleh dapat fotonya hari ini. Sebegitunya aku penasaran mengenai Lisa. Namun, lagi-lagi aku harus mengurungkan niat, aku cenderung takut, apabila Lisa tak nyaman dan kembali dalam tajuk marah. Aku harus membendung segala bentuk penasaranku, mengemasnya rapat-rapat di dalam hati, tidak boleh tampak dari mimik wajahku. Titik.

Aku harus menunggu—aku tahu aku bukan orang yang layak dijuluki sabar. Aku ingin menekan panggilan telepon untuk Lalisa sekarang. Gadis favorite-ku itu sedang menuju kemari bukan? Ia akan menemuiku hari ini bukan? Tepatnya pukul berapa?

Bagaimana dengan penampilanku? Aku harus terlihat cantik bukan? Mungkin aku harus memasak menu sederhana sebagai bentuk tebusan permintaan maaf, bagaimana kalau pasta Carbonara? Apa terlalu sederhana? Bagaimana kalau Sirloin Steak? Lalisa sangat menyukai Steak jenis itu. Atau aku perlu membeli hadiah sebagai bentuk permintaan maaf?

Pintu Asrama dibuka, jantungku kembali bergemurub dengan irama cepat. Aku berlari kecil menuju pintu, "Lisa?"

Aku baru saja melihat Mama muncul. Bukan Lisa, melainkan Mama—mamaku.

Wanna Play? {Jenlisa}Where stories live. Discover now