1

70 12 0
                                    

                                       
•••

Lalisa baru saja bangun dari tidurnya, oleh sebab alarm nyaring yang melengking bunyinya. Ia menatap langit-langit—mengulangi jadwal kelasnya dikepala. Ia akan berada di lab seharian hari ini. Memikirkannya saja sudah membuatnya lelah. Ia mulai menyesal mengambil jurusan ini. Namun ia menjadi lebih menyesal lagi, tatkala mendapati lengan jennie Kim sontak merangkulnya disamping tempat tidur.

Lalisa tak berkutik barang beberapa detik. Ia mulai menelaah dan mencerna pikirannya. Menyusun puzzle ingatannya satu demi satu, perihal apa yang telah mereka lakukan semalam hingga ia tidak memakai satu helaipun pakaiannya. Ia tidak mabuk, dan sialnya ia ingat. Lalisa pulang dalam suasana hati yang tak karuan semalam. Meski ia mengaku dengan lantang bahwa ia tak terganggu barang sedikitpun oleh Kim Taehyung. Nyatanya pria itu memang mengambil alih seluruh atensinya.

"Lisa, sudah bangun?" lirih Jennie dengan mata yang masih tertutup.

"Hmm.." ujar Lalisa menjadi kikuk. Lalisa bangun dari posisi tidurnya. Ia berlari—menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya yang bahkan tidak ada. Membayangkan bagaimana ia ingat betul mengenai cara bermainnya semalam dengan Jennie membuatnya mual. Ia tak percaya dengan paripolahnya sendiri. Perihal apa yang menguasainya, dari mana keberaniannya muncul. Mengingat bagaimana cara ia memeluk Jennie, membubuhkan beberapa ciuman dibibir—leher dan dada Jennie, ia tak sanggup memikirkan ulang bagian selanjutnya. Ia mulai mengutuk dirinya lagi.

"Lisa? Kau baik-baik saja?" tanya Jennie menghampiri. Lalisa menangkap mimik wajah yang juga canggung dari Jennie. Tentusaja, ia juga terguncang, pikir Lalisa.

"Sepertinya kau yang tak baik-baik saja," ujar Lisa.
"Kau lapar?" tanya Lisa, niat hati ingin mencairkan suasana.
"Bagaimana dengan telur dan toast?" usul Lisa. Jennie urung menjawab, ia lebih banyak diam dan banyak menggigiti kukunya.

Lalisa tahu, Jennie sedang kalut, ia panik dan wajahnya mengatakan bahwa ia akan menangis barang beberapa detik lagi. Lalisa menghampiri Jennie—membawa gadis itu kedalam pelukannya, "Sepertinya aku harus meminta maaf bukan?" ujar Lalisa.

Jennie menanngis—namun ia menggeleng, "Tidak, kau tidak harus, itu bukan kesalahan, kecuali kau menganggapnya sebagai kesalahan," ujar Jennie.

Lalisa juga kalut, kepalanya banyak dijejali hal tak karuan, ia pusing, namun sepertinya ia lebih bisa mengontrol paripolahnya dari pada Jennie. Ia membawa Jennie Kim duduk ditepi ranjang, menatap gadis itu hati-hati dan menghapus jejak air matanya.

"Apa aku menjijikan?" tanya Jennie.

"Tidak, tidak sama sekali, aku punya andil besar semalam, bisa dikatakan aku memang harus minta maaf," jelas Lalisa.

Jennie terdiam, artinya Lalisa menganggap tadi malam adalah kesalahan, "Kau tahu bukan, perihal aku yang tak pernah sekalipun menganggapmu sebagai teman?" tanya Jennie.

"Aku tahu," ujar pelan mulut Lalisa.

"Aku tetap disisimu untuk alasan itu, kau tahu aku tertarik padamu bukan?" tanya Jennie.

"Hmm, aku juga tahu,"
"Aku tetap disisimu hanya karena aku kesepian, itu saja," jawab Lisa.

"Aku belum punya banyak teman disini," jelas Lisa sedikit frustasi. Ia tidak ingin membahas ini. Ia ingin menghilang sekarang.

Sementara itu, Jennie tertegun saat mendengarnya, entah mengapa ia merasa sakit hati, "Kadang, aku lebih suka kau berbohong," lirih Jennie.

"Kau punya pacar Jennie," lirih Lisa—urung menatap Jennie dan hanya memainkan jari tangannya.

"Entah apa yang akan dipikirkan Taehyung jika ia tahu," lirih Jennie.

Wanna Play? {Jenlisa}Where stories live. Discover now