🍂02🍂

112 25 5
                                    

-🍂-

Dira fokus menatap formulir ekskul di depannya. Sudah lima menit berlalu tapi cewek itu masih berusaha menemukan ekskul yang cocok untuknya.

"Dira, buruan sarapan. Udah jam setengah tujuh lebih lho!"

Suara wanita paruh baya menarik Dira dari lamunan. Cewek itu menggeser kertas formulir dan segera menyuapkan nasi dan perkedel jagung ke mulutnya. 

Rahma tersenyum tipis melihat gadis remaja itu menurut dengan mudahnya. Dira memang selalu menurut, untuk itu Rahma ingin sekali mempunyai anak perempuan seperti Dira.

Suara langkah kaki yang tenang mengalihkan tatapan dua orang tua di meja makan. Rahma dan Herman menoleh ke arah tangga saat melihat remaja lelaki turun dari sana. Hanya Dira satu-satunya fokus pada makanannya.

"Sarapan dul---"

"Aku sarapan di sekolah aja, Ma."

"Tapi Dey---"

"Udah hampir jam tujuh, Ma ... aku gak mau telat," sela Deyan menatap mamanya tenang.

Rahma mendengus keras. "Kalo gak mau telat, kamu harus udah siap di bawah sebelum setengah tujuh."

Deyan mengedikkan bahu. "Mama udah tahu kalo aku harus---"

"Work out? Ck, kamu tuh bukan atlet nasional, Dey ... udah berulang kali mama bilang fokus sama pendidikan, renang jadiin hobi aja."

Herman tersenyum tipis. Pria itu mengambil perkedel lagi dan meletakkan di piring Dira. Mengabaikan perdebatan sang istri dan putra sematawayangnya.

Bukannya menjawab kalimat mamanya  Deyan justru menoleh ke arah Dira. "Dir, ayo berangkat. Kita udah telat."

Dira meletakkan garpu dan sendoknya dengan perlahan. Cewek itu meneguk air minumnya sebelum memutuskan untuk berdiri dan menyalami Rahma dan Herman bergantian.

"Dey, Mama ngomong sama kamu loh!"

"Aku udah telat, Ma," jawab Deyan ikut menyalami kedua orang tuanya.

Rahma hendak mengeluarkan suara, tapi Deyan dan Dira sudah melenggang pergi.

"Ck, lihat tuh anak kamu! Gak bisa dibilangin."

Herman mengerjap. "Anak kamu juga tuh."

"Pa!"

"Udahlah, Ma ... Deyan masih kelas sepuluh, biarin dia ngelakuin apa yang dia pengen," jawab Herman tenang.

Rahma bersedekap dada. "Sebenarnya Deyan nurun siapa? Dingin dan susah diatur banget!"

Herman menatap istrinya. Alisnya naik sesenti. "Kayaknya Deyan produk gagal, mau bikin anak lagi nggak? Anak perempuan yang mirip kita?"

"Nggak, makasih!" jawab Rahma dengan senyum dipaksakan. "Lagipula aku udah punya Dira."

Raut wajah Herman berubah serius. "Ma, belum ada jawaban dari surat yang Mama kirim?"

Rahma menghela lelah lalu menggeleng sebagai jawaban.

🍂

"Princess! Akhirnya lo dateng!"

Aiora yang baru menampakkan diri di kelas sudah disambut suara heboh Ahlan. Cowok dengan rambut super klimis itu tersenyum centil ke arah Aiora membuat sarapan Aiora mendadak menggelegak keluar. Satu bulan lalu, ketika pembagian kelas, Ahlan langsung mengajukan diri untuk masuk ke dalam circle pertemanan Aiora. Yah, walaupun berisik, Aiora cukup terhibur dengan keberadaan Ahlan. Jadi Aiora dengan senang hati menerima Ahlan menjadi teman satu gengnya bersama Alvi dan Nita.

Just Between FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang