"Asem banget mukanya, Neng?"
Sherina mendengus sebal mendengar itu. Komentar Sadam perihal raut muka adalah hal terakhir yang ingin didengarnya hari ini. Namun, Sherina memang terlihat merengut sejak video call dengan Sadam dimulai sehingga wajar si pemuda menyadarinya.
"Dam! Kamu harus tahu, ya—," dan kalau sudah dipancing begitu, celotehan Sherina akan sangat panjang mengenai hari buruknya di kantor. Sadam pun mendengarkan hingga semua hal selesai diceritakan dengan atensi tertuju pada si gadis sepenuhnya. Sesekali, Sadam menyesap teh panas dari mug berlogo OUKAL miliknya.
Jam digital di layar ponsel Sherina menunjukkan pukul 22.30 WIB. Waktu Kalimantan lebih maju satu jam dari Jakarta, dan membuatnya tersadar bahwa Sadam masih berada di ruangan kantornya. Nampak dari latar belakang yang diingat Sherina ketika berkunjung ke sana terutama rak bukunya. Sementara Sherina sendiri sudah kembali di apartemennya sejak jam setengah sepuluh malam, karena hari ini lebih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di balik meja.
"Kamu tuh, masih di kantor?" Akhirnya Sherina bertanya selang beberapa menit setelah ceritanya usai mengenai kelakuan dari Produser Berita Sore yang membuatnya keki. Mendengar pertanyaan itu, Sadam tersenyum kecil.
"Masih," ujar Sadam santai sembari meletakkan mug-nya kembali ke atas meja, "Jadwal pelepasliaran orangutan yang baru udah ada, jadi banyak yang harus disiapin."
Rasanya seperti baru kemarin Sherina ikut terjun melepas Hilda dan Sayu. Memang selain itu masih banyak pelepasanliar di lokasi lain yang belum kesampaian diliput olehnya, "Yang sekarang rencananya ada berapa orangutan? Namanya siapa?"
Pertanyaan itu menjadi pertanda giliran Sadam telah tiba untuk bercerita. Berbeda dengan cerita Sherina yang penuh keluhan, cerita Sadam terdengar seru dan menyenangkan. Membawa Sherina kembali ke beberapa bulan lalu saat menjelajahi hutan Kalimantan bersama Sadam dan berujung pada petualangan menegangkan.
Kalau diingat-ingat lagi, waktu itu ternyata nekat juga. Untung mereka berdua selamat.
Selama mendengarkan cerita, perhatian Sherina tertuju pada kedua mata Sadam yang memancarkan binar berbeda. Sherina tahu betul Sadam sangat menyukai pekerjaannya. Ini sama seperti dulu, di mana Sadam antusias menceritakan mimpi-mimpi yang hendak diwujudkannya selepas kuliah.
Sayangnya, takdir berkata lain.
Belasan tahun berlalu dan Sherina tidak menyangka akan kembali melihat binar itu lagi. Hanya saja, kali ini Sherina merasa kalau Sadam terlihat jauh lebih keren*.* Bahkan dirinya pun merasa tidak berhenti dibuat takjub oleh Sadam yang sekarang.
"Bakalan sibuk banget, dong," ujarnya setelah Sadam selesai bercerita. Sherina memangku dagu pada kedua telapak tangannya yang membentuk kuncup terbuka, "Makan jangan sampai kelewat, Dam."
"Aku baru habisin indomi rebus. Udah kehitung makan?" Cengiran lebar Sadam membuat jantung Sherina mencelos. Salah tingkah karena Sadam terlihat menggemaskan. Kalau Sherina ada di sana, pasti pipi Sadam sudah dicubiti olehnya.
"Ya udah sih... Tapi seminggu ini kamu udah makan indomi berapa kali?! Kalau Mami tahu, kamu pasti kena omel!"
"Selama kamu nggak ngadu ke Mami..."
"Ih, yakin banget aku nggak bakalan ngadu," Sherina memeletkan lidahnya, "Bapak Sadam Ardiwilaga, aku udah pegang nomornya Mami lho, jadi bisa ngasih tahu kapan aja. Mamiii lihat nih, si Yayang makan indomi teruuuus!" Kalimat ancamannya terlontar dengan nada bercanda. Beberapa detik setelahnya Sherina dan Sadam terdiam saling menatap, kemudian tawa mereka berdua pun pecah. Teringat masa sekolah juga sering adu mulut seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Shot
RomanceKumpulan 5 cerita yang dibuat berdasarkan prompt 5 Love Languages. Cerita fanfiksi dari film Petualangan Sherina 2, dengan timeline 2 bulan setelah ending film. Petualangan Sherina & Petualangan Sherina 2 sepenuhnya milik Miles Film/Base Entertainme...