Bagian 3: Ibu

3 0 0
                                    

Mahasiswa tingkat akhir adalah status paling berat yang harus kusandang sebagai manusia. Bagaimana tidak? Pasalnya, aku harus bangun dengan tanggung jawab untuk mengerjakan skripsi, kemudian aku harus tidur dengan tanggung jawab untuk mengerjakan skripsi pula--seolah skripsi menjadi salah satu kebutuhan pokok di samping sandang, papan, dan pangan.

Hari demi hari kulalui tanpa ada perubahan berarti; Siklus hidup yang mengalami pengulangan berkali-kali. Ketidakpahamanku akan perintah perbaikan dari dosen menjadikan pengerjaan skripsiku stagnan. Sementara itu, teman-temanku terlihat tidak mengalami kesulitan sama sekali. Bahkan, mereka sudah memasuki tahap akhir dari pengerjaan skripsi. Apalagi kalau bukan sidang komprehensif?

Pada masa krusial ini, aku tidak sangat membutuhkan dukungan material tetapi aku sangat membutuhkan dukungan moral. Namun, keluarga yang diharapkan menjadi satu-satunya pendukung malah menjadi pelawan bagiku. Yah, bukankah keluarga memang begitu? Bagi sebagian orang, keluarga adalah pihak yang menghidupkan mimpi-mimpi mereka. Namun bagi sebagian orang lagi, keluarga adalah pihak yang membunuh mimpi-mimpi mereka. Sialnya, keluargaku adalah keluarga kedua.

Untungnya, aku menemukan seseorang yang mampu menggantikan peran keluargaku--dalam pemberian dukungan tersebut. Orang itu adalah kekasihku. Ia berusia dua tahun lebih tua dariku. Dulunya, ia merupakan seniorku di kampus. Selulus perkuliahan, ia memilih untuk tidak langsung pulang ke kampung halaman. Ia ingin terlebih dahulu mencari pengalaman; Kerja di perusahaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan.

Kami mulai berhubungan ketika aku memasuki semester dua perkuliahan, sedang ia memasuki semester enam perkuliahan. Karena kesamaan jurusan, aku sering menghabiskan waktuku untuk mempelajari berbagai macam materi perkuliahan darinya. Katanya: Aku cukup pintar, karena aku dapat memahami materi yang diajarkannya dengan baik, padahal ia mengaku tidak ahli untuk menjadi pengajar. Menurutku, perkataannya tidaklah salah. Orang lain juga pasti mengatakan hal yang sama jika mereka melihat indeks prestasi kumulatifku--yang lebih besar dibandingkan teman-teman seangkatan.

Hubungan kami terus berlanjut sampai kekasihku lulus kuliah. Aku tidak bermaksud untuk berbesar kepala: Kekasihku tidaklah sepintar diriku. Jika indeks prestasi kumulatif memberikanku kesempatan untuk lulus dengan predikat cum laude, maka tidak dengan kekasihku. Namun, siapa yang akan mengira jika kekasihku--yang tidak pintar itu--mampu lulus kuliah dalam waktu yang ideal dari program strata satu; empat tahun?

"Kekuatan cinta," katanya--ketika ia ditanya tentang caranya meluluskan diri dari perkuliahan tepat waktu.

Saat ini, kami sudah berhubungan selama dua setengah tahun. Namun, kekasihku tidak kunjung memperlihatkan tanda-tanda akan berpaling dariku. Ia malah memperlihatkan kecintaan yang luar biasa--melalui perhatian atas tiap-tiap permasalahanku.

Suatu hari, pertengkaran yang hebat (kembali) terjadi di keluargaku: Orang tuaku menuntut agar aku lulus kuliah dalam tiga setengah tahun--seperti anak rekannya yang berkuliah di kampus lain. Sedari dulu, orang tuaku tidak suka merasa dikalahkan oleh orang lain. Maka dari itu, aku sebagai anak benar-benar dimanfaatkan untuk mengadukan gengsi. Aku yang tidak sanggup memenuhi tuntutan tersebut pun terus-terusan diberi kecaman, sehingga aku memutuskan untuk kabur dari rumah--ke kosan kekasihku.

Kekasihku yang baiknya bukan kepalang tentu bersedia menampungku. Selain memberiku tumpangan di kosan, ia juga memberiku sentuhan yang membuatku merasakan cinta yang tidak pernah kurasakan dari keluargaku; Ia memelukku dengan erat, sehingga aku terbuai oleh asmara--sampai aku melakukan hubungan badan bak suami-istri dengannya secara sukarela.

Beberapa waktu kemudian, aku mendapati keanehan pada tubuhku; Berat badanku kian hari kian bertambah, padahal mual akibat aroma makanan--sebagai gejala stres dalam pengerjaan skripsi--membuatku jarang makan. Gejala tersebut pun memaksaku untuk melakukan tes kehamilan--menggunakan alat yang kubeli dari apotek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang