1. Hanya

123 8 0
                                    















Pukul satu malam, tubuh remaja akhir berusia 20 tahunan terduduk bersimpuh di dekat kloset ia sibuk memuntahkan cairan bening yang tak kunjung meredakan rasa mualnya, entah salah makan apa namun di sebuah apartmen yang di tinggalinya seorang diri itu hanya suara muntah yang terdengar menyakitkan menggema di sana.

Jisel rasanya akan gila, ia benar-benar berusaha keras untuk tak membiarkan dirinya semakin lemas dengan meraih keran lalu meminum airnya dengan rakus.

"Gue keracunan sea food kemaren, kah?" Tanyanya entah pada siapa. Namun tak sampai 10 detik perempuan itu kembali merasa mual dan tubuhnya sontak bersimpuh di depan kloset.

Gawat, dirinya harus tetap pergi kuliah besok, ada kuis yang sangat penting dan tak mungkin ia lewatkan.
















Jisel tetap pergi berkuliah, dengan tubuhnya yang lemas perempuan itu mencoba berjalan dengan benar meskipun sesekali terseok lantaran merasa amat pening.

"Sel! Jisel!" Suara teriakan amat nyaring membuat Jisel terpaksa berhenti berjalan lalu menoleh, sosok Winata terlihat menghampirinya dengan senyum khas yang familiar.

"Kenapa?" Tanya Jisel sembari menahan rasa mual.

"Gue liat dong tugas yang kemaren?"

Jisel ingin rasanya mengumpat, bagaimana ia bisa mengerjakan tugas, Jisel sudah merasa tak enak badan selama tiga hari dan mana sempat ia mengerjakannya.

"Gue gak ngerjain, udah ayo ke kelas sebelum gue pingsan dan gak bisa ikut kuis."

"Lo sakit?" Tanya Wina, Jisel heran mengapa sahabatnya itu sangat lemot hingga tak menyadari betapa ringkih kondisinya.

"Menurut lo?" Jisel hampir saja mengumpat, namun beruntung Wina yang sudah sadar membantunya berjalan sampai ke dalam kelas.














Jisel pikir rasa mual itu akan berakhir saat menuju tengah hari namun ternyata ia salah, Jisel malah semakin parah hingga terpaksa di larikan ke rumah sakit lantaran mengalami dehidrasi setelah aktifitasnya memuntahkan makanan yang masuk terlalu sering. Wina serta Karin mengantarnya beruntung Jisel tak mengalaminya sendirian.

"Mbak Jisel walinya yang mana?" Tanya dokter yang masuk ke dalam ruang rawatnya, kedua sahabat Jisel sontak angkat tangan.

"Saya dok saya aja, kita berdua bestienya Jisel orangtua Jisel tinggal di Ausie soalnya," Karin bicara sembari menyengir lebar di hadapan sang dokter.

"Kalau suaminya?" Karin dan Wina secara bersamaan saling menoleh, memasang wajah bingung yang kentara, "oh," Sejurus kemudian dokter segera mengerti hanya karena wajah bingung yang di pertontonkan semua orang di dalam ruangan.

Namun Jisel diam-diam meremat kuat selimut di atas tubuhnya, tidak pasti bukan, dia hanya melakukannya dua kali, tidak mungkin, kan?

"Jadi Jisel kenapa Dok? Biar kalau ada apa-apa kita bisa langsung bilang ke orantuanya," Sahut Wina.

"Baik, jadi keadaan Mbak Jisel ini biasa pada kehamilan trimester pertama."

Sontak mata ketiganya terbuka lebar, "H-hah? Hamil?" Wina dan Karin serentak berseru merasa salah mendengar, sementara Jisel hanya dapat menghela napasnya panjang.

Akhirnya hal yang ia khawatirkan terjadi juga.










Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jisela Santoso

Jeremy Wiryawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jeremy Wiryawan











Tbc ...

Please vote & comment!!









Slow || Giselle, EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang