4. Tenang

50 9 0
                                    
















Jisel ingat, dirinya menangis semalaman karena rasa kesalnya pada sang kekasih, namun hal itu terjadi sangat langka di mana tangisannya sampai membawanya pada rasa lelah dan terlelap tanpa sadar. Rasa kecewa seketika menyergapnya saat menyadari kemungkinan Jeremy benar-benar tak ingin bertanggung jawab atas dirinya.

Samar ia mengingat Jeremy mengetuk kamarnya berkali-kali dengan kencang, namun pagi itu entahlah, Jeremy mungkin sudah meninggalkannya. Maka dengan sisa-sisa tenaganya Jisel bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi karena merasa sedikit mual walau tak separah hari sebelumnya.

Setelah membasuh wajah dan membersihkan diri seadanya Jisel keluar dari dalam kamar, dirinya berjalan menuju ruang tengah dan rahangnya nyaris jatuh saat melihat sosok lelaki tengah tertidur lelap di atas sofa dengan hanya menggunakan bantal sofa sebagai penyangga kepala.

Entah mengapa melihat pemandangan itu membuatnya emosional, namun Jisel masih memiliki gengsi dan urung menghampiri Jeremy, ia malah berjalan ke arah dapur untuk menangis juga meneguk segelas air untuk menenangkan diri.

Namun saat matanya menangkap meja pantry, ia di buat terdiam saat kotak-kotak susu kehamilan berada di sana, buah-buahan yang juga masih berada dalam wadah yang terlihat baru di beli, juga sayur-mayur yang terhitung lengkap.

Tak dapat lagi menahan perasaannya, Jisel spontan menangis tersedu bahkan tangisnya sangat keras hingga dapat di dengar oleh oranglain termasuk Jeremy yang segera berlari tergopoh dengan mata setengah terbuka menghampiri, bahkan ia nyaris tersandung sangking paniknya.

"JISEL, KENAPA ADA APA!" Jeremy berteriak penuh ketakutan dan yang dirinya lihat adalah sang puan tengah berjongkok menutupi wajahnya dan menangis.

"K-kak Je ..." Lirihnya.

Jeremy sontak menghampiri, membantu puan itu berdiri lalu mendekapnya erat, Jeremy memeluknya dengan segenap perasaan, menciumi bahu sang puan menenangkan, "it's okay sayang, Kakak di sini, sshhh ...  Kakak gak akan ninggalin kamu, maafin Kakak, maaf." Jeremy menenangkan sang kekasih sebisanya.

Jeremy akhirnya paham alasan puan itu menangis karena dirinya membeli berbagai kebutuhan sang kekasih. Sangat menggemaskan pikirnya.

















***

















"Aku hampir mukul kamu semalem," Aku Jisel, dirinya tengah duduk bersisian dengan sang kekasih di meja pantry, memakan sepiring scrambled eggs buatan Jeremy dan sepiring strawberry yang Jeremy siapkan penuh perhatian.

"Kakak minta maaf, semalem pasti kamu takut banget," Jeremy mengusak rambut Jisel, "aku cuma kaget, wajar, kan?"

Jisel mengangguk, "wajar, tapi ekspresimu itu bikin aku ketakutan, apalagi kamu pasti udah setuju sama pertunangan itu."

"Semua cuma formalitas, Papi udah janji gak akan ganggu kita lagi. Aku takut banget kehilangan kamu Cel."

Jisel mengerti, latar belakang keluarga sang kekasih bukanlah orang biasa, di tambah umur mereka yang terpaut jauh tentu saja keluarga besarnya tak akan setuju dengan hubungan mereka.

"Tapi gimana kalo Papi Kak Je tau soal kehamilan aku? Pasti dia bakal nyuruh aku gugurin anak ini."

Jeremy mengerti, ia bersyukur Jisel bukanlah wanita berpikiran pendek yang akan segera memilih menghilangkan anak mereka hal tersebut membuat Jeremy semakin mencintai kekasihnya itu.

"Kamu jangan mikirin masalah itu, yah, itu biar Kakak yang urus. Kamu lebih baik fokus jaga diri, jaga anak kita," Jeremy meraih tangan Jisel, ia genggam dengan segenap perasaannya, mengusap punggung tangan Jisel dengan ibu jarinya, "Kakak sayang kamu, Cel, sekarang kamu cuma harus percaya kita bisa lewatin ini sama-sama."





















Tbc ...

Siapa yang suka cerita ini?





Slow || Giselle, EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang