05

407 66 34
                                    

Renjun tidak ada.

Jeno berlarian mencari Renjun ke seluruh penjuru rumah. Seharusnya, dia tidak meninggalkan Renjun sendirian diatas loteng ketika lelaki itu jatuh pingsan. Seharusnya, dia terus ada disisinya. Seharusnya, dia menolongnya dan bukannya membiarkan lelaki itu berjuang sendirian.

Jeno merasa tidak berguna.

Untuk yang kesekian kalinya.

Dan detik itu juga dia tertegun melihat pintu utama yang terbuka lebar.

"Renjun. . ." Dia berjalan kearah pintu tersebut dan mendapati Renjun yang sedang termenung menatap langit.

"Pergi, Jeno." Ucap Renjun pelan tanpa menoleh sedikitpun kearah Jeno.

"Kenapa kamu disini? Sebaiknya kamu masuk--"

"AKU BILANG PERGI, JENO!!!"

Jeno menghentikan langkahnya untuk mendekat kearah Renjun. Dia menatap Renjun yang sekarang terlihat sangat berantakan.

"Pergi, Jeno. Kumohon, pergi dari sini. Pergi dari rumahku."

"Kenapa. . .?" Jeno mengepalkan tangannya erat. "Aku pikir kamu mau membantuku--"

"Lalu apa yang kamu lakukan untukku? Kamu ada disana, kamu bisa melihatku, Jeno." Air mata lolos begitu saja, jatuh membasahi pipinya. "Namun, kamu tidak melakukan apapun. Kamu diam berdiri disana melihat sosok itu yang mencoba untuk membunuhku."

"Hei, kau bicara dengan siapa?" Seorang pria paru baya berhenti dihalaman rumah Renjun dan menatapnya aneh.

Renjun terdiam. Tidak mungkin juga dia menunjuk Jeno, toh orang itu tidak akan bisa melihatnya. "Hm--"

"Dasar, remaja jaman sekarang itu aneh-aneh, ya. . ." Ucap pria paru baya itu sambil berjalan pergi.

Jeno melangkah mundur, memberi jarak supaya Renjun bisa masuk kedalam. "Masuk, Renjun."

"Aku akan masuk jika kamu pergi."

"Aku tidak akan pergi sampai--"

"Sampai kapan kamu mau terus berada disisiku namun pergi begitu saja saat aku ketakutan dan membutuhkanmu?"

Detik itu ketika mata mereka bertemu, Jeno tahu, bahwa Renjun sudah sangat lelah dengan semua yang terjadi.

Dan hatinya hancur karena itu.

Dan hatinya hancur karena itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno pergi.

Dia tidak lagi mengikuti Renjun dan meminta bantuannya.

Renjun menatap bola kaca yang masih tersimpan rapih diatas nakas. Asap yang ada didalam bola tersebut sudah cukup banyak, namun sepertinya tidak cukup untuk mengembalikan ingatan Jeno.

"Sosok itu selalu ada dimimpiku dan selalu mencoba untuk membunuhku. Kenapa?" Gumamnya pelan. "Apa mungkin dia yang membunuh Jeno? Apa Jeno dibunuh di sungai Han?"

A SOUL IN THE ATTICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang