12. Pria bernama Sawabe

5 2 0
                                    

Mereka semua keluar dari Dungeon hutan tersebut. Karena mereka semua setuju kalau berada di dalam Dungeon dengan seseorang yang sedang terluka bukan keputusan yang baik.

Pria botak bertubuh subur itu mengedipkan matanya beberapa kali melihat tiga orang gadis yang menyelamatkannya. Mereka semua masih sangat muda dan pria itu berutang nyawa kepada mereka.

Dia kini sedang diangkut dengan menggunakan energi Mana yang membuat tubuhnya melayang beberapa meter di atas tanah. Sesaat setelah mereka merasa kalau jarak ini aman, Karin--yang mengerahkan Mana untuk mengangkat pria itu--menurunkannya di atas rumput.

"Pengaruh dari racun Mosslimp bisa berlangsung sampai dua puluh empat jam," kata Karin. "Kalian tidak kebetulan membawa penawarnya, 'kan?"

"Sebenarnya," kata Rina. Lalu merogoh kedalam tasnya dan mengambil sebuah botol kaca kecil. "Aku membawanya. Karena kudengar kita akan ke wilayah hutan."

Karin tersenyum tipis. "Persiapan yang bagus."

Rina meminumkan penawar itu langsung ke mulut si pria plontos. Meskipun dengan sedikit kesulitan, akhirnya dia bisa meminum seluruh penawarnya.

Tak perlu waktu lama, pria itu sudah bisa menggerakkan tangannya. Kemudian kaki, lalu akhirnya dia pun bisa bangun untuk duduk. Pria itu duduk lalu bersandar di batang pohon yang ada di belakangnya.

"Ya ampun. Kukira aku akan mati," ucap pria plontos itu dengan sorot mata yang masih menggambarkan ketakutan. "Terimakasih, ya. Kalau tidak ada kalian aku pasti sudah jadi pupuk untuk tanaman itu."

"Tentu saja. Tidak usah dipikirkan, Tuan," kata Inori.

"Kami tidak akan membiarkan begitu saja jika ada orang yang sedang berada dalam bahaya di depan kami," imbuh Rina.

Pria itu mengangguk-angguk. Lalu matanya terarah kepada Karin.

"Kau... lumayan hebat," katanya kepada Karin. Faktanya, pria itu menyadari kalau gadis dengan rambut pendek itulah yang menyelamtkannya. Kedua gadis yang lain hanya memperhatikan dari jauh.

"Terimakasih," jawab Karin, datar.

"Namaku Yuu Sawabe," kata pria itu. "Siapa nama kalian?"

"Aku Inori."

"Panggil saja aku Rina. Dan aku seorang Blacksmith. Karena itu tadi aku hanya sembunyi."

"Karin."

"Inori, Rina, dan Karin. Aaaah, aku sungguh beruntung kalian ada di sini. Atau aku saja yang sial karena sudah hampir dimakan oleh monster itu. Aku tidak tahu kalau aku masuk ke dalam Dungeon," ujar Sawabe sambil meringis memikirkan nasibnya.

"Yang penting ada sekarang sudah aman," kata Rina dengan raut wajah peduli. "Tapi bagaimana anda bisa ada di dalam Dungeon itu?"

Sawabe mengembuskan napasnya. Matanya menerawang seolah sebuah peristiwa sedih tiba-tiba terlintas di pandangannya.

"Ceritanya panjang." Sawabe menggelengkan kepala.

"A-Ah, baiklah. Kau tidak harus menceritakan soal itu."

"Hmm." Sawabe mengangguk-angguk menyesal.

"Omong-omong, apa kita akan pulang sekarang?" tanya Karin.

"Tentu saja tidak. Kita sudah sampai ke sini," sahut Inori.

"Tapi kita juga sudah melawan monster. Tuan Sawabe juga ada di sini. Jadi sebaiknya kita pulang dulu," ucap Rina.

Inori melipat bibirnya sambil berpikir. Dia tentu saja ingin menjelajahi Dungeon sedikit lebih jauh lagi. Tetapi di sini ada orang yang membutuhkan perawatan.

Dan juga, Inori merasa cemas dengan ancaman monster di dalam Dungeon itu. Jika monster yang mereka temui di tepi hutan saja sudah sekuat itu, bagaimana nanti jika mereka menjelajah lebih dalam lagi?

"Yah, kurasa kita bisa pulang untuk hari ini," kata Inori pada akhirnya. Setelah dia memikirkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Alangkah lebih baiknya kalau mempersiapkan diri lebih baik lagi.

Karin pun mengangguk lega. Dia sebenarnya memang berniat untuk langsung pulang saja. Dungeon hutan itu terlihat lebih mengancam daripada yang dia pikir.

Karin menoleh ke arah hutan berselaput ungu itu kembali. Berdasarkan pengalamannya, ada banyak Dungeon hutan yang lebih berbahaya daripada Dungeon hutan yang ini.

Tetapi ada sesuatu jika mereka menjelajah lebih dalam lagi. Karin tidak tahu apa itu. Tapi dia tadi melihat sekilas sosok di belakang monster itu ketika tubuh si monster sudah terkulai tak berdaya.

Sosok itu akan menyerang jika mereka mendekat sedikit lagi. Dan dengan kemampuan Inori sekarang, Karin hanya bisa melihat satu kemungkinan. Yaitu mereka akan mengalami luka parah. Karin bahkan mengurungkan niat untuk mengambil benda apapun yang dijatuhkan monster itu.

Ya, setiap monster yang berhasil dibunuh akan menjatuhkan benda-benda khusus yang bisa digunakan sebagai material pembuatan senjata atau perlengkapan yang lain. Sayangnya untuk kali ini mereka tidak mendapatkan apapun.

"Anda bisa berjalan sendiri, Tuan Sawabe?" tanya Karin.

"Ah, iya. Tentu saja aku bisa." Sawabe berdiri. "Aku tadi hanya lumpuh karena cairan hijau sialan itu."

Kemudian, Sawabe mengikuti ketiga gadis itu keluar dari wilayah hutan. Sawabe memutuskan untuk mengikuti ketiga gadis itu ke desa mereka. Setelah apa yang dia lalui, beristirahat sejenak di sebuah desa jelas sebuah keputusan yang paling baik.

~~~

Karena Risa yang belum kembali bersama Hikaru, alhasil Yui dan Hono pun berlatih lebih dulu dengan Ten. Mereka berdua ingin tahu sebenarnya apa yang bisa dilakukan oleh Ten sampai Tuan Tsuchida menggantikan Karin dengannya.

Dan setelah beberapa menit melakukan latihan, Yui dan Hono mulai melihat potensi Ten.

Hono mengerahkan monster Summon yang bernama White Wolf Angnar. Seekor serigala putih sebesar sapi dewasa dengan bulu yang yang lembut dan bisa mengeras seperti duri jika dia ingin bertahan.

Serigala putih itu bukanlah Summon terkuat dari Hono. Dia mengerahkan Summon itu karena berpikir kalau Ten akan cukup kesusahan menghadapinya.

Namun ternyata Ten bisa bertahan dengan baik. Bahkan gadis itu bisa memberikan serangan balik yang memukul mundur Summon Hono dan melukainya.

Hono berpikir kalau mungkin saja disebabkan oleh tongkat yang dia pakai. Tongkat itu adalah tongkat sihir Karin yang sangat kuat. Namun faktor yang menentukan kehebatan seorang Battle Magus bukan hanya senjata mereka. Namun juga kemampuan mereka mengendalikan Mana.

Dalam sekali lihat, Ten sudah bisa melihat apa kelemahan dari Angnar. Serigala itu lemah terhadap api karena Hono mendapatkannya di wilayah utara yang bersalju.

Ten menciptakan sebuah naga api sepanjang lima meter dari tongkatnya. Kemudian menggunakan naga api itu untuk menghadapi si serigala putih. Ten menggunakan si naga seolah sedang menggunakan monster Summon seperti dirinya.

"Dia bertarung dengan cara yang hampir sama seperti Karin," batin Hono yang memperhatikan Ten dari jauh.

Ten berwajah tenang dan datar seperti permukaan air danau yang dalam. Namun matanya hampir tidak berkedip memperhtikan semuanya.

Yui yang melihat dari jauh pun merasa kalau kemampuan Ten memang layak dipertimbangkan. Tetapi dia tahu kalau Hono bahkan belum mulai serius.

Ketika sedang bertarung, Ten terlihat berbeda. Senyumannya yang lebar dan ceria tadi hilang. Digantikan oleh wajah datar dan mata yang memperhitungkan semuanya.

~~~

The Banished Battle GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang