Idola

37 9 10
                                    

"Makin hari makin jelek, hidup makin lama makin di bawah sampingnya cacing" Ucap Darren saat dirinya menatap kaca toilet sekolah.

"Kasian bener, cicak hidup, andai kalau muka lu kaya member bts, paling lu tiap baperin cewe ga bakal reflek di ludahin" Ucap Gion mencibir.

"Mata kau di ludahin!" Amuk Darren.

"Ya bener kan, lu ganteng kaga, tajir kaga, otaknya juga kosong masih pinteran Brandon" Remeh Gion.

"Brandon siapa On?"

"Anjing Bulldog nya punya tetangga" Jawab Gion dengan enteng.

Darren menyipitkan matanya, tangannya mengepal dan mengacung-kan nya ke arah Gion.

"Udah, gue laper, ayo kantin"

Ajakan Gion mampu membuat kemarahan Darren mereda, mereka menyelusuri koridor sekolah menuju kantin.

"Mau nyebat ga?" Tawar Gion.

"Warung Mang Nurdin?" Tanya Darren

"Yoi"

"Gila lu ini kan belum istirahat, kelamaan gak entar"

"Aman Ren, lagian mapel kimia gurunya kan lagi rapat,cuma di kasih tugas" Tenang Gion.

"Oke gas!" Darren menyetujui tawaran Gion.

Mereka berbalik berjalan menuju gerbang belakang sekolah. Letak warung Mang Nurdin memang tak jauh dari gerbang belakang sekolah. Tempat favorit para siswa SMA Tunas Bangsa untuk menghisap rokok.

"Ada Pak Harto On, lu yakin?" Darren menatap Pak Harto, pria paruh baya yang berprofesi satpam sekolah, para siswa-siswi dilarang keluar sekolah saat jam pelajaran, diperbolehkan keluar hanya saat jam istirahat.

"Udah, santai, percaya aja sama gue" Jawab Gion dengan tatapan senyum percaya dirinya.

Darren menatap Gion, kemudian dia mengikuti jalan Gion dari belakang. Kemudian mereka mendekati Pak Harto.

"Weeiisstt, makin hari makin kinclong aja tu rambut pak!" Gion menepuk pundak Pak Harto lalu menatap rambut tipis klimis miliknya.

"Bu Reni pasti makin klepek-klepek ini pak!" Tambah Darren.

"Wo ya jelas to, tanpa pelet, Bu Reni tetep kepepet!" Pak Harto tersenyum lebar kemudian dia mengusap rambutnya kebelakang.

"Jangankan Bu Reni pak!, Neng Priseta juga bakal kepepet ini mah!"

"Neng Priseta siapa On?" Tanya Darren.

"Itu, bencong tanah Abang, Neng Pri-se-ta, PRIa SEtengah maTang" Jawab Gion.

"Wee ngawurrr!" Kesal Pak Harto.
"Kalian mau ngapain?" Tambahnya.

"Ohhh ini pak, mau keluar ke warung Mang Nurdin bentar" Kemudian Gion merogoh kantong celananya mengeluarkan satu lembar uang nominal dua puluh ribu.
"buat beli minyak rambut pak" Gion tersenyum lebar sembari memberi uangnya itu.

Pak Harto memang sering memakai minyak rambut, selain senang dia memakainya berharap bisa menumbuhkan rambutnya bagian depan yang sedikit botak.

"Waduh, rejeki ora iso ditolak, monggo mas" Jawab Pak Harto dengan logat jawanya sembari tersenyum ramah.

Pak Harto mempersilahkan mereka keluar dari gerbang, Gion memang sering menyogok pak Harto untuk memperbolehkannya keluar sekolah. Gion memang royal, karena dia memang anak tunggal dari keluarga yang mampu. Tak heran jika Gion pun tidak keberatan untuk menyogok Pak Harto.

"Asikkk!!" Darren merangkul pundak Gion.

Saat mereka melangkahkan kakinya hendak keluar gerbang tiba-tiba telinga mereka di tarik oleh seseorang dari belakang.

DarrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang