Bab 4

127 18 1
                                    

Al menghentikan langkah kakinya, lalu menengok kebelakang. "B*doh, mengatasi satu wanita saja tak becus." ungkapnya marah.

"Heh penculik! Sebelum gue dijemput pacar tercinta gue, Nino, gue mau loe siapin gue kamar yang bagus, yang besar, lengkap dengan segala fasilitas mewah didalamnya. Jangan lupa siapkan juga gue handphone baru dari merk apel kroak yang seri terbaru. Baju-baju yang baru, lalu ehm ... Apa lagi ya." Andin berpikir sejenak.

"Makanan, siapkan makanan serta camilan yang enak dan banyak. Paham loe!" titah Andin, bagaikan seorang putri raja yang memerintahkan dayang-dayangnya.

Al melangkah mendekati Andin, selangkah demi selangkah, matanya menatap tajam wanita dihadapannya, membuat nyali Andin jadi menciut.

"Loe mau ngapain penculik." Andin melangkah mundur seiring dengan Al yang melangkah maju, "Awas loe kalau berani macam-macam sama gue, gue adukan sama Ni---."

"Gue nggak takut. 1000 Nino juga bisa gue tebas dalam sekali lawan." potong Al, dengan nada bicaranya yang tegas. Andin semakin ketakutan, jantungnya kemudian berdegup kencang, kakinya gemetar, apalagi melihat raut wajah Al yang buas seolah ingin memangsanya.

Melihat Andin yang ketakutan, terbersit dibenak Al untuk mengerjai wanita itu.

Gegas, Al melepaskan kimono yang menempel ditubuhnya, hingga mempertontonkan bentuk tubuhnya yang bagaikan roti sobek.

"Jangan. Tolong ... jangan macam-macam. Jangan .... tolong ...." Andin berhenti, saat tubuhnya sudah bersandar pada bagian tembok, tentu saja itu makin membuatnya takut.

Tanpa banyak bicara, Al segera menarik tangan Andin, hingga tubuh keduanya saling menempel, detik berikutnya, Al membopong tubuh gadis itu dan membawanya pergi.

"Tolong ...." teriak Andin memandang memelas pada ketiga orang Anak buah Al yang mematung didepan pintu penjara ruang bawah tanah itu.

"Kalian tolong gue. Tolong ...." jerit Andin terus, tangan kanannya memukul-mukul bagian punggung Al, sedang tangan kirinya, memukul bagian dada Al.

Wajah Al yang dingin membuat Andin makin ketakutan, sedang Al terus berjalan menaiki tangga, menuju lantai atas rumahnya.

Sementara itu, sikap Al yang tak biasanya itu, menimbulkan pertanyaan diantara anak buahnya, dan juga orang kepercayaannya

"Pak Rendy, sejak kapan bos doyan perempuan." tanya seorang anak buah Al, yang berjaga didepan pintu penjara tadi.

Rendy yang masih merasakan sakit pada bagian perut bawahnya, lalu bereaksi dengan menginjak kaki anak buah itu.

"Loe pikir bos lelaki tak normal, coba bicara begini didepan bos, gue yakin saat itu juga nyawa loe terlepas dari ragamu. Mau dicoba?"

Lelaki itu menggeleng cepat, "Tidak, tidak Pak Rendy, terima kasih, saya belum mau pindah alam, kasihan pak, jadi janda nanti istri saya." tukasnya memohon, tangannya mengatup didepan dadanya.

"Makanya kalau ngomong yang benar, kirain gue bosen hidup loe." timpal satu orang anak buat lainnya.

*

Al sampai di sebuah kamar yang terletak didekat dapur, kamar yang seharusnya digunakan untuk asisten rumah tangganya. Ia lalu membukanya, dan masuk kedalam kamar itu, tak lupa Al menutup pintu kamar itu menggunakan kakinya.

Brag!

Suara pintu yang tertutup sontak membuat Andin terkejut, untung saja jantungnya masih tetap tenang berada ditempatnya, tidak sampai melompat keluar dari tubuhnya.

Lelaki itu lalu membuang tubuh Andin keatas spring bad yang empuk, sambil terus memandang gadis itu.

Gegas, Andin beringsut, bersandar pada bagian pojok tempat tidur itu, kedua kakinya ditekut, lalu dipeluknya dengan kedua tangannya.

"Jangan ... jangan apa-apain gue. Gue ... gue masih p*rawan." ungkap Andin jujur.

"Gue nggak mau tau, nggak peduli juga dengan loe."

"Kalau begitu, tolong jangan macam-macam ya."

"Kalau begitu jaga sikap loe, jangan sok ngatur-ngatur, apalagi memerintah gue. Paham! Loe ini hanya tamu yang tak diharapkan disini, jadi terima saja apa yang ada, nggak usah nuntut ini itu. Masih bagus gue mau menampung loe." sungut Al kesal.

"Menampung? Bukannya rencananya Nino akan menjemput gue, lalu kami akan pergi keluar kota setelah gue berhasil diculik? Lalu kenapa sekarang loe bilang kalau loe nampung gue. Memangnya Nino tak akan datang menjemput gue?" tanya Andin menuntut jawaban.

"Soal itu, nanti loe tanyakan saja sama Nino. Gue males menjelaskan. Yang pasti, loe secepatnya harus pergi dari rumah gue. Gue nggak mau dirumah ini ada cewek manja kayak loe. Paham!"

Andin bergeming, kata-kata Al barusan tentang Nino, membuat wajah wanita itu berubah sedih, sesuatu yang telah ia rencanakan bersama kekasihnya, dalam sekejap mata harus berubah. Tanpa sadar air matanya pun menetes.

Kekasih Rahasia sang Mafia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang