Bab 5

258 24 2
                                    

"Heh! Gadis manja! Heh!" Al menekan-nekan lengan Andin dengan ujung jari telunjuknya.

Andin mengangkat wajahnya, memperlihatkan dua garis lurus bekas air matanya yang jatuh membasahi pipi, sembari terisak.

"Heh! Loe nangis!"

"Loe nggak lihat air mata gue jatuh!" ucap Andin memelas.

"Astaga ... loe ngapa pake nangis sih."

"Terus? Memang gue nggak boleh nangis ya."

"Bukan ... bukan gitu, tapi gue paling benci lihat cewek nangis. Bisa berhenti nggak?" titah Al,  ikut memelankan nada suaranya.

Andin menggeleng, bukannya berhenti menangis, Andin justru semakin mengeraskan suara tangisannya, hingga membuat Al kebingungan.

"Loe nangis kenapa sih?"

Andin tak menjawab.

"Gara-gara Nino?"

Andin mengangguk, pelan.

"Ah elah, cowok aja loe tangisin."

"Masalahnya, apa yang kami rencanakan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bukannya langsung menjemputku dia malah membiarkan gue disini sama penculik nyebelin seperti loe." diujung kalimatnya, Andin mengarahkan jari telunjungnya kearah Al.

"Nyebelin kata loe? Heh! Yang nyebelin itu cowok loe bukan gue. Paham! Dan bukan hanya loe yang kesel, tapi gue jauh lebih kesel, gara-gara dia juga, mau nggak mau gue sampe harus nampung loe disini."

"Ya sudah kalau begitu cepat telponin Nino, gue mau bicara." ujar Andin sedikit ngegas, sebab sedikit kesal dengan Al yang sejak tadi memarahinya.

"Loe nyuruh?"

"Mau gimana lagi, loe mau gue disini terus berhari-hari, kalau gue mah ogah." Andin lalu mengangkat kedua bahunya.

"Loe pikir gue juga mau."

"Kalau begitu buruan telpon."

Al tak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Andin, gegas ia memerintahkan Anak buahnya yang berjaga didepan pintu, untuk mengambilkam benda pipih miliknya.

Tak lama berselang, Anak buah Al itu kembali, dan membawakan ponsel milik Al.

"Ini." ujar Al sedikit kasar, seraya mengulurkan tangannya memberikan ponselnya pada Andin.

"Loe aja sambungin."

"Loe perintab gue lagi?"

"Ya gue mana bisa make handphone loe."

"Jadi cewek ngrepotin banget sih loe. Manja!" sungut Al kesal.

"Kalau gue ada handphone sendiri, gue juga ogah minta tolong ke loe. Saking aja gue loe culik nggak bawa handphone."

"Salah sendiri, sudah tahu bakal diculik kenapa  juga loe nggak persiapan."

"Kamu---Aacchh sudahlah." Andin tak meneruskan sebab ia merasa percuma berdebat dengan Al.

Al menahan senyumannya, ia merasa menang setelah membuat Andin tak bisa lagi menyanggah lagi omongannya.

Gegas Al mencari nama Nino dalam kontaknya, lalu setelahnya menekan tombol telpon. Tanpa menunggu lama, sambungan telpon pun terhubung, tak lupa Al mengaktifkan tombol speaker.

"Ya Al." jawab Nino dari sebrang.

"Dimana loe?" bentak Al langsung.

"Dirumah, keadaan belum aman Al gue nggak bisa kemana-mana."

"Pacara loe sangat ngrepotin gue, loe tau nggak."

"Sorry Al, tapi gue benaran belum bisa keluar."

Andin yang mendengar percakapan itu, segera melompat dari atas kasur, dan mendekat pada Al.

"No, jadi kapan kamu mau jemput aku, kamu kan bilang nggak lama setelah aku diculik kamu akan langsung jemput aku. Tapi mana! Kamu malah suruh aku tinggal dengan penculik menyebalkan ini." tukas Andin malah mengadu, seraya melirik pada sang penculik.

Al membalas dengan menatap tajam Andin, seraya membulatkan matanya sempurna.

"Iya Andin, kamu yang sabar ya sayang. Ternyata setelah aku pikir-pikir, akan sangat ketahuan jika setelah kamu diculik aku tak ada dirumah. Sebab aku sangat yakin jika orang tua  Roy yang sombong itu, akan langsung mencarimu kerumahku." Nino menjeda ucapannya.

"Terus?"

"Aku nggak salah sayang, tak lama setelah Al menculikmu, Pak Hartawan dan Anak buahnya datang kerumahku, bahkan beberapa Anak buahnya masih berjaga disekitar rumahku sa.pai sekarang. mereka memantau aku terus aku yakin jika aku maksa keluar, makan mereka akan membuntutiku."

"Jadi, gimana sekarang dengan nasibku."

"Kamu yang sabar ya, begitu keadaan aman aku akan langsung menjemputmu dan kita akan segera pergi dari kota ini. Sabar ya ...."

"Jadi, aku masih harus berlama-lama tinggal dengan penculik menyebalkan ini. Astaga Nino ... capek banget aku sama orang ini, dia marahin aku terus lho, bahkan aku tadi disekap digudang bawah tanah, kakiku dan tanganku juga diikat, dia memperlakuakn aku tak baik Nino." adu Andin.

"Ngadu aja loe bisanya. Nggak sadar ya siapa yang ngeluarin loe dari gudang. Gue!" Al menunjuk dirinya sendiri.

"Al ... Al ... Gue minta tolong sama loe ya, tolong jagain Andin buat gue. Tolong perlakukan dia dengan baik, setidaknya demi persahabatan kita selama ini. Oke."

Al mlengos, enggan melihat wajah Andin yang memelas.

"Dan Andin, gue minta tolong agar kamu bisa bersabar tinggal disana, karena hanya itu tempat yang aman buat kamu sekarang. Sabar sebentar lagi ya sayang, aku janji, akan segera menjemput kamu jika keadaan sudah aman. Berdamailah dengan Al, semua demi mewujudkan keinginan kita hidup bersama. Kamu mau kan?" tutur Nino, berusaha menenangkan Andin.

Andin melirik ke arah Al, "Gue nggak punya pilihan lain, demi menunggu Nino, gue rela deh kalau harus beberapa hari kedepan bersama orang nyebelin kek pencilik ini. Semoga saja setelah ini gue tetap waras." batin Andin, pasrah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kekasih Rahasia sang Mafia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang