ERLANGGA [15]

3.4K 151 3
                                    

⚠️Harap Vote sebelum membaca!!⚠️

Happy Reading🥀🥀

Dari malam yang sunyi, saat bintang-bintang berkelip tenang di langit luas, waktu terus berjalan tanpa henti. Gelap perlahan memudar ketika semburat jingga mulai menyapa cakrawala. Mentari pagi pun muncul perlahan, menyibak kabut dan membawa kehangatan baru. Dalam sinarnya yang lembut, dunia kembali terbangun, menyimpan harapan di setiap cahayanya.

Langga pun terbangun dan melihat jam di dinding kamarnya. Jarum pendek menunjuk angka enam, sedangkan jarum panjang terus berputar tanpa henti. Cahaya mentari menerobos masuk melalui celah tirai, menghangatkan wajahnya yang masih sedikit lelah.

Ia menghela napas panjang, membiarkan kesadarannya sepenuhnya kembali.Langga mengucek matanya, mengumpulkan tenaga untuk memulai rutinitas. Dengan langkah pelan, ia menuju kamar mandi. Air dingin menyentuh kulitnya, membuatnya benar-benar terjaga. Meski tubuhnya sempat ragu untuk menyentuh dinginnya pagi, rasa segar setelah mandi selalu menjadi awal yang baik.

Selesai mandi, Langga mengenakan seragam sekolahnya dengan rapi. Ia menatap cermin, merapikan rambutnya sambil merenung sejenak. "Hari ini pasti bisa gue lewati," gumamnya pelan, mencoba menyemangati diri.

Setelah memastikan semua buku tersimpan di tasnya, ia bersiap untuk berangkat. Langga turun dari kamar dengan langkah terburu-buru, masih merasa canggung sejak malam kemarin. Ia langsung menuju dapur, mencari Bik Rini yang sedang menyiapkan sarapan.

"Tuan Muda, ada yang bisa saya bantu?" tanya Bik Rini dengan suara lembut saat melihat Langga masuk.

"Bik, tolong buatkan saya bekal," pinta Langga dengan nada datar, matanya sedikit menunduk.

"Tentu, Tuan Muda. Apa yang bisa saya siapkan?" jawab Bik Rini sambil tersenyum, meski mengetahui ada sesuatu yang sedang mengganjal di hati Langga.

"Yang cepat saja, Bik. Apa saja," jawab Langga singkat, tidak ingin berlama-lama di rumah.

Bik Rini segera menyiapkan bekal nasi dengan lauk sederhana dan beberapa buah potong, lalu menyusunnya rapi dalam kotak bekal. Langga mengambil bekalnya dengan cepat dan memasukkannya ke dalam tas.

"Terima kasih, Bik," ucap Langga pelan, sebelum bergegas keluar, meninggalkan dapur tanpa menoleh ke arah keluarganya yang masih sibuk di meja makan.

Tapi tiba-tiba suara bariton milik Lucas membuat langkahnya berhenti. "Tunggu sebentar, Langga."

Langga menoleh, sedikit kesal. "Apa?"

Lucas tidak langsung menjawab. Ia malah berjalan mendekati Langga dengan langkah tenang. "Kau tidak ingin sarapan terlebih dahulu?" tanya Lucas dengan suara dalam, penuh perhatian.

"Gak usah, gue udah bawa bekal kok," jawab Langga cepat, mencoba menghindar.

"Bekalmu bisa dimakan saat jam istirahat nanti," kata Lucas, menahan Langga dengan tatapan tajam.

"Gak usah deh, Om. Ntar ganggu, yaudah ya gue pamit dulu," Langga berkata dengan nada dingin, sedikit tidak sabar.

"Tunggu," ujar Lucas lagi, kali ini nada suaranya lebih serius.

"Apalagi, Om?" tanya Langga, sedikit jengkel.

Lucas menghela napas, lalu mengeluarkan dompetnya dan mulai menyodorkan beberapa lembar uang merah dan biru yang masih terlipat rapi lalu memberikannya kepada Langga. "Ini uang saku kamu."

Langga melirik uang yang disodorkan itu. Beberapa lembar uang merah terlihat, tapi dengan cepat ia hanya mengambil selembar uang biru
yang lebih kecil nominalnya. "Kebanyakan, Om. Ini aja cukup kok buat seminggu," jawab Langga, dengan sedikit ragu.

ERLANGGA(Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang