• Tuhan, Aku Kembali

21 1 2
                                    

Aku kembali, tapi apakah Engkau masih peduli? Sebab aku takut kau benar-benar pergi.

-
-
-
🐣____________🐣

---🐣____________🐣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa yang kamu lakukan, Gita? Lihat! Lihat dirimu yang sekarang! Kemana dirimu yang dulu, hah?!" suara itu penuh dengan kekecawaan. Rasa marah yang memenuhi ubun-ubun disertai ketidak percayaan saat mendapati anak gadis satu-satunya telah kehilangan aturan. Mata hitam penuh sayang berubah menjadi luka saat linangan air mata itu mulai mengucur membasahi wajah  yang tak lagi muda.

"Kenapa kamu menjadi seperti ini, Nak?" suaranya kembali lirih, dia terisak dengan tubuh merosot ke bawah. "Bunda kecewa padamu, Nak," ungkapnya dengan tangan menekan dadanya yang terasa sesak.

Gita diam. Gadis itu menatap datar ke arah sang Bunda. Tidak ada rasa iba, dia membiarkan Bundanya menangis tanpa mau merengkuh atau sekadar meminta maaf. Dia sudah tidak peduli, syukur -syukur Bundanya mengetahui agar ia tidak lagi menutup-nutupi.

Dia berdecak malas seraya beranjak pergi meninggalkan Bundanya. "Apa sih Bunda, lebay banget deh," cibirnya tanpa merasakan bahwa apa yang dia katakan benar-benar melukai hati Bunda.

Melihat anaknya hendak pergi, wati--Ibu dari gadis remaja 25 tahun itu bangkit berdiri lalu menarik lengan putrinya. "Mau kemana kamu?" tanyanya seraya mengusap kasar air mata yang terus mengalir tiada henti.

Gita menoleh dengan wajah kesal. Dia menepis lengan Wati. "Bukan urusan Bunda!" Tubuhnya hendak berbalik, tapi Wati dengan gesit menarik anaknya ke dalam kost-an. Dia mendorong kedua bahu Gita agar gadis itu duduk di kursi kayu lalu tidak lupa dirinya bergegas mengunci pintu agar anaknya tidak berhasil pergi dari jangkauannya.

"Mau Bunda apa sih?" Gita menatap tajam ke arah Wati. Kini dia benar-benar marah saat Bundanya kembali mengatur-ngatur dirinya. "Aku udah besar, Bun, tidak perlulah Bunda bersikap seperti ini!" Sorot matanya menyiratkan kekecewaan dan luka yang mendalam, entah luka apa yang dia rasakan, sebab 20 tahun lamanya Wati mendidik gadis itu dengan baik tanpa adanya kekerasan fisik juga kekerasan pada mentalnya.

Wati mengembuskan nafasnya berkali-kali guna mengendalikan diri agar tidak mengeluarkan kata-kata pedas sekaligus tajam yang nantinya dapat melukai hati Gita. "Kemana hijabmu?" pertanyaan yang selama ini membuat Wati penasaran saat pertama kali mendapati anak gadisnya hendak pergi keluar dengan rambut panjang terurai indah.

"Adak kok," balasnya terkesan enteng. "Di lemari," lanjutnya tanpa menatap ke arah sang Bunda.

Wati berjongkok, wajahnya mendongak dengan bola mata menyelami Iris hitam Gita. "Kenapa dilepas? Apa yang membuat kamu berubah menjadi seperti ini?" Wati masih penasaran. Ia ingin tahu kenapa anak gadisnya ini tidak lagi mengenakan pakaian sesuai aturan syariat Islam.

Tuhan, I'm Comeback Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang