Tuhan, dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmatMu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmatMu di bumiTuhan, walau taubat sering ku mungkir
Namun pengampunanMu tak pernah bertepi
Bila selangkah ku rapat padaMu
Seribu langkah Kau rapat padaku(Mengemis Kasih)
The Zikr
🐣🐣
"Bukannya Tuhan tidak peduli, tapi Ia tengah menguji. Seberapa kuatkah kita menghadapinya? Apakah iman kita akan tetap goyah atau bertahan dalam pondasi seperti ini? Semua kembali lagi kepada diri sendiri apakah kita mampu melawan nafsu yang menyeret kepada lubang kegelapan begitu pula sebaliknya."
Kalimat itu terus berputar seperti kaset rusak. Bayang-bayang masa lalu kian gencar merasuki pikiran silih berganti. Ingatan itu membuatnya semakin menyudutkan diri di pojok kamar tanpa penerangan. Kepalanya ia tenggelamkan pada lutut yang ditekuk lalu dipeluknya secara erat.
"Bila semuanya sudah terjadi,maka segeralah kembali! Tidak perlu malu, sebab Ia maha pengampun setiap penghambaan hamba-hamba-Nya."
Dalam keheningan kalimat demi kalimat yang Ustadzah Shidqia katakan terus berdatangan, membuatnya semakin terisak dilanda rasa bersalah atas semua perbuatannya.
Hidupnya tanpa memiliki rumah, dituntut untuk bertahan lalu memunguti pondasi yang sudah porak-poranda.
Hidupnya tanpa kehangatan Ayah dan Ibu, dipaksa untuk selalu berpura-pura dalam kasih sayang yang tak pernah didapatkan.
Kesedihan, kesendirian, kehampaan adalah teman semenjak ia berusia enam tahun hingga saat ini. Harap-harap semuanya kembali seperti sedia kala, tapi rupanya hanyalah khayalan belaka.
Melangkah terlalu jauh membuatnya tersesat di tengah hutan belantara. Semakin dalam ia memasukinya semakin terperangkap tanpa tahu jalan pulang. Anak yang seharusnya dididik dengan cinta, kasih sayang, juga ilmu agama. Namun, ia harus hidup tanpa cahaya ilmu.
Bukan orang yang lurus hati, bukan pula orang yang berbudi pekerti, dia hanyalah gadis yang hilang jati diri.
Dia bertekad untuk mengubah semuanya, melupakan memori yang selalu menjadi kenangan terburuk semasa hidupnya.
Wajahnya mendongak dengan mata memerah, dia beranjak bangkit lalu berjalan ke arah lemari mengeluarkan semua pakaian kurang bahan dan dikemasnya ke dalam kantong plastik. Lagi, air matanya kembali meluruh tanpa diminta, ia semakin malu akan perbuatannya di masa lalu.
"Aku kembali, Tuhan," lirihnya di sela-sela isakkan penyesalan. Ia mendaratkan bokongnya di atas ranjang dengan pikiran melalang buana.
Malam itu, rintik hujan membasahi kota Bandung. Sebuah bangunan yang tidak pantas disebut rumah karena pondasinya sudah hancur dalam sekejap akibat keegoisan mereka.
Tubuhnya bergetar mendapati sepasang insan tengah bertikai. Bunyi barang-barang berjatuhan membuat pertahanannya runtuh seketika. Pertahanan yang menopang tubuhnya kini ambruk diantara barang-barang yang berserakan di mana-mana. Hatinya terluka, jiwanya terguncang karena perbuatan mereka.
Alih-alih meminta maaf kepada sang anak, mereka lebih memilih mencari keluarga baru meninggalkan ia sendiri di dalam rumah tanpa pondasi.
Semenjak kejadian itulah hidupnya hancur, harapannya pupus, jalan hidupnya tak terarah, ia tersesat dalam kesunyian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, I'm Comeback
Short Story"Tuhanmu tidak pernah meninggalkan engkau dan tidak pula membencimu." (Q.S Ad-Duha : 3 ) "Tuhan, aku kembali...," suara lirih itu terdengar penuh penyesalan atas dosa yang telah dilakukan di masa silam, tangisnya teramat menyayat mengisi di kehening...