Bab 25

54.8K 4.7K 91
                                    

Hampir jam satu malam, tapi Jenia belum bisa memejamkan matanya. Ia bergerak-gerak gelisah ke kanan dan kiri, mencari posisi yang bisa membuatnya untuk tidur. Karena tidak berhasil untuk tidur, akhirnya ia menyibakkan selimut dan duduk bersila di tengah tempat tidur. Ia cukup asing dengan kamar yang ditempatinya malam ini. Padahal dulu ia pernah beberapa kali bermalam di rumah ini, tapi rasanya tetap beda.

Setelah kejadian kecelakaan beruntun, Gama dan Jenia dijemput oleh Adam. Sepanjang jalan pulang, Gama mengeluhkan kepalanya pusing. Saat Adam menawari untuk mampir ke rumah sakit, Gama malah menolak dan memilih untuk langsung pulang. Akhirnya tercetus dari mulut Adam yang menyuruh Jenia untuk bermalam.

"Besok aku bawa kalian periksa ke rumah sakit. Mastiin kalo kalian baik-baik aja," ucap Adam memberi alasan.

Karena jam semakin malam, Jenia juga tidak tega membiarkan Adam mengantarnya pulang ke rumah. Akhirnya ia setuju dengan usulan Adam yang memintanya untuk menginap.

Begitu sampai di rumah, Jenia langsung disambut oleh Mama dan Papa. Ternyata sebelum berangkat menjemput Jenia dan Gama di tempat kejadian, Adam sempat memberitahu Papanya soal kejadian kecelakaan yang menimpa Jenia dan Gama. Karena Papa tahu, sudah pasti Mama juga tahu. Dengan heboh Mama mengecek kondisi Gama dan Jenia begitu sampai di rumah. Setelah memastikan mereka berdua tidak ada luka, Mama membiarkan Gama dan Jenia tidur. Mama sudah menyiapkan kamar tamu untuk ditempati oleh Jenia.

Akhirnya Jenia melangkah keluar kamar. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, menadapati rumah besar ini sangat sepi. Lampu utama sudah dimatikan, hanya tersisa beberapa lampu yang masih menyala. Karena merasa haus, akhirnya ia menuruni anak tangga, berjalan ke arah dapur. Sebisa mungkin ia melangkahkan kaki tanpa menimbulkan suara.

"Jenia."

Jenia yang sedang memegang botol air mineral sontak berjingkat dan memutar badannya cepat. Untung saja botol yang ada di tangannya tidak jatuh ke lantai. Begitu berputar, ia menemukan Mama berdiri di hadapannya.

"Kok nggak tidur?"

"Belum bisa tidur, Ma," jawab Jenia pelan. "Maaf, Ma. Bukan maksudnya lancang, tapi aku tiba-tiba ngerasa haus."

Mama mengulum senyum. "Nggak papa."

"Mama kok nggak tidur?"

"Mama baru selesai packing barangnya Papa buat besok." Mama mengambil air dari dispenser, kemudian memfokuskan pandangannya pada Jenia. "Kamu udah mau tidur?"

Jenia yang mendengar pertanyaan itu sontak menggeleng.

"Gimama kalo nemenin Mama ngobrol dulu. Mau, kan?"

Kali ini Jenia mengangguk. Kemudian ia dibawa oleh Mama ke sebuah ruangan. Begitu masuk ke ruangan itu, ada satu meja kerja besar, komputer, sofa panjang, dan rak buku yang tinggi. Sekilas Jenia melihat banyak buku tebal yang tersusun rapi di rak. Ini adalah ruang kerja Papa. Dulu, Jenia pernah masuk ke ruangan ini beberapa kali untuk mengobrol dengan Papa.

"Duduk, Jen." Mama menyuruh Jenia untuk duduk di sofa panjang.

Jenia menurut.

"Kamu sama Gama beneran nggak papa setelah kecelakaan tadi?"

"Jenia nggak papa, Ma." Jenia harus bersyukur karena Gama mengemudikan mobil yang cukup besar, sehingga tidak ada luka apapun pada tubuhnya. "Hmmm ... tapi, tadi Mas Gama ngeluh kepalanya pusing," lanjutnya begitu teringat.

"Gama ngeluh pusing?" tanya Mama yang langsung diangguki oleh Jenia. "Tumben banget dia ngeluh sakit. Nggak biasanya dia ngeluh sakit."

"Makanya itu, Ma...."

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang