Bab 32

45K 4.2K 90
                                    

Sepulangnya dari liburan, Gama jadi semakin sering mampir ke rumah Jenia. Pulang dari kantor, ia datang ke rumah Jenia menghabiskan waktu satu atau dua jam untuk mengobrol dengan Jenia dan anak-anaknya. Khusus di hari Sabtu dan Minggu, Gama berada di rumah Jenia mulai dari pagi. Kegiatan itu sudah berlangsung kurang lebih dua minggu.

Hari ini Gama juga datang ke rumah Jenia. Ada yang berbeda dari kedatangan biasanya. Gama ke rumah Jenia mengendarai sepeda motor. Ia baru saja membeli motor vespa dan ingin ditunjukkan ke anak-anknya. Kedatangannya disambut girang oleh Alula dan Aruna. Belum juga Gama menginjakkan kaki di rumah Jenia, dua anaknya sudah meminta berkeliling menggunakan sepeda motor.

"Ayolah, Pi. Aku sama Alula belum pernah naik motor," ucap Aruna dengan wajah memohon.

Alula mengangguk-angguk, menyetujui ucapan kembarannya.

"Bawa aja ke mini market depan," celetuk Jenia yang tiba-tiba muncul.

"Kamu mau ikut?" tanya Gama menawari Jenia.

Jenia menggeleng.

"Atau kamu mau nitip beli sesuatu?" tanya Gama.

Jenia diam sebentar, seakan ragu untuk mengatakan barang titipannya.

"Kamu mau nitip sesuatu atau nggak?" tanya Gama sekali lagi.

Jenia meringis, lalu menjawab dengan suara pelan. "Kalo nggak keberatan, aku minta tolong beliin pembalut satu."

Gama mengangguk tanpa beban. "Itu aja?"

Jenia mengangguk.

"Oke."

"Aku yang duduk depan, kamu belakang aja!"

"Enak aja! Aku yang duduk depan!"

"Aku mau duduk depan!"

"Aku juga mau!"

Alula dan Aruna berebut ingin duduk di depan. Tidak ada yang mau mengalah diantara mereka berdua. Gama dan Jenia hanya bisa geleng-geleng melihat si kembar yang sedang adu mulut.

"Mas anakmu tuh," bisik Jenia sambil menyenggol lengan Gama.

Gama melirik Jenia tajam. "Kalo begini aja anakku," dumelnya pelan.

Jenia terkekeh. Ia sudah kenyang menghadapi kelakuan Alula dan Aruna yang seperti ini. Hampir setiap hari ia harus menebalkan kesabarannya menghadapi si kembar. Namanya juga anak kembar, kadang mereka bisa akur satu sama lain, tapi lebih sering mereka bertengkar.

"Gini aja. Kalian suit, yang menang duduk depan," ucap Gama menengahi.

Alula dan Aruna menuruti permintaan Papinya. Begitu mereka suit, ternyata Aruna yang menang. Aruna bersorak girang, sedangkan Alula memajukan bibirnya dengan wajah tertekuk. Alula tampak kesal karena kalah suit dari Aruna.

"Hei, yang menang Aruna. Kamu nggak boleh marah," ucap Jenia lembut sambil mengusap puncak kepala Alula.

Alula cemberut. "Aku kan juga mau ngerasain duduk di depan. Aku belum pernah naik motor."

"Aku juga belum pernah," sela Aruna tidak mau kalah.

Gama menghela napas panjang, lalu ia menyamakan tinggi badannya dengan Alula. "Nanti kamu juga bisa duduk di depan. Sekarang Aruna dulu yang duduk di depan. Pulangnya, kamu yang duduk di depan. Oke?" ucapnya berusaha membujuk anak perempuannya.

Mau tidak mau Alula menganggukkan kepala pasrah. Ia duduk di boncengan belakang, berpegangan pada pinggang Papinya agar tidak terjatuh.

"Kamu beneran cuma nitip itu aja?" tanya Gama memastikan sekali lagi.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang