Bab: 8

3.5K 170 5
                                    

Mereka bilang kemungkinan suksesnya kecil, sebab mimpiku sulit digapai. Menyerah dan lupakan saja katanya. Padahal aku tak sepasrah mereka.

***

"Maaf ya, kak. Makanannya jadi mubazir. Aku ganti uangnya ya."

Mereka baru tiba di kosan Kiana. Gadis itu membuka sling bag-nya berniat mengambil uang.

"Santai aja. Saya yang gak enak jadinya."

Nah kan. Sekarang mereka jadi saling merasa bersalah.

"Besok mau ikut nganterin saya ke bandara gak?"

Kiana bungkam, sembari menimbang keputusan. Tak lama, Aksa malah tertawa.

"Saya bercanda. Yaudah gih, masuk."

Kiana tersenyum kikuk sembari menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Selanjutnya ia masuk ke dalam kosan tanpa menunggu Aksa pergi.

Hari ini Kiana bertugas memegang kunci kosan. Untung saja malam ini mereka pulang sebelum pukul sepuluh. Jadi ia tak perlu berbuat curang dengan memanfaatkan kesempatan untuk pulang larut.

Baru masuk ke dalam kamar, bahkan belum sempat ganti baju, Kiana sibuk membuka lemari makanan untuk mencari sesuatu yang bisa dicemil. Demi apapun dengan cuaca dingin, plus mencekam ini, perutnya benar-benar tak bisa diajak kompromi. Ia sangat kelaparan.

Untung saja camilan pemberian Aksa waktu itu masih ada.  Ia tak punya banyak waktu jika memesan gofood lebih dulu.

Ponsel di dalam tas kecilnya berbunyi. Kiana menatap sinis benda itu sebelum akhirnya melihat siapa sosok yang sedang menghubungi.

Ternyata Medina.

Tanpa pikir panjang, Kiana langsung mengangkat panggilan telepon itu.

"Hallo. Malam ini gue nginep di kosan lo. Lima menit lagi gue sampai. Tungguin gue di depan pintu!"

Tut!

Panggilan telepon diputus sepihak. Tumben seorang Medina mau menginap di kosannya. Padahal dulu Kiana pernah memohon-mohon agar salah satu dari sahabatnya mau menemaninya tidur sehari-dua hari di kosan. Namun tak ada satupun yang bersedia karena tak dapat izin dari orang tua.

Ponselnya berbunyi. Medina kembali menghubunginya. Gadis itu pasti telah tiba di depan kosan. Kiana bergegas keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga.

Dan ya, Medina baru saja tiba. Ia berangkat dengan gojek. Setelah selesai transaksi, gadis itu mengalihkan pandangannya pada Kiana.

Ditatap dingin seperti itu sukses membuat Kiana mati kutu.

Medina mendekat.

"Ayo masuk. Lo utang penjelasan sama gue." Ujar gadis itu berjalan memasuki kosan. Kiana menyusul di belakangnya.

***

"Padahal banyak rezeki di luar sana. Tapi lo malah pilih cara ini. Lo ngincer gaji, atau orangnya?" Serang Medina blak-blakan setelah mendengar penjelasan Kiana.

"Me, lo kan tau nulis ini cita-cita gue. Dan jadiin naskah gue sebagai versi cetak itu impian gue. Makin kesini semuanya gak gampang. Gue udah coba banyak hal, ikutin kelas nulis, promosi sana-sini, tawarin naskah ke banyak penerbit, tapi gak ada jawaban. Kak Aksa Dateng nawarin kesempatan bagus buat gue. Gak ada alasan gue untuk nolak kan? Lagian gue juga lagi gak sibuk." Jelas Kiana.

Medina geleng-geleng kepala.

"Lo gak sadar dimanfaatin sama dia?"

Kiana mengernyit heran. "Dimanfaatin maksud lo?"

Kita Pernah Berhenti (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang