CHAPTER 01

29 9 10
                                    

SELAMAT DATANG! DAN SELAMAT MEMBACA. DIMOHON UNTUK DI VOTE YA. TERIMA KASIH 🙏💕

•••

Beberapa bulan setelah perencanaan, akhirnya mereka libur sekolah, yang dimana artinya, mereka bisa pergi ke rumah yang dimaksud. Dan pagi ini lah waktunya, dikarenakan jarak yang cukup jauh, mereka memutuskan untuk pergi jam tujuh pagi dengan menggunakan motor.

Motor yang mereka pakai hanya dua, motor Tiana dan motor Haniza. Selain itu, mereka juga membawa tas besar dengan banyak keperluan didalamnya. Tidak lupa juga dengan sarung tangan yang sudah mereka pakai di tangan mereka masing-masing.

"Jadi Gua sama siapa?" tanya Raya kebingungan.

"Sama Gua. Terus Amara sama Tiana," jawab Haniza sembari menaruh tas nya didepan. Raya langsung mendekat dan menaiki motor Haniza, sedangkan Amara sudah berada diatas motor bersama Tiana.

Tiana dan Haniza menghidupkan motor mereka masing-masing. "Siap kan? Setelah sampe kesana, jangan balik lagi," kata Tiana.

"Iya, udah siap semua kok ini," kata Raya, mewakili Haniza dan Amara untuk berbicara.

Dan setelahnya, kedua motor itu melaju mengikuti jalur tempat yang akan dituju. Ditengah perjalanan Tiana bertanya kepada Amara. "Disekitar sana ada rumah orang lain ngga?"

"Ngga ada, rumah itu jauh dari pemukiman warga," jawab Amara dengan mata yang terfokus pada pemandangan jalan. Lebih tepatnya, Ia sedang mengingat jalan yang dilewati.

Tiana hanya mengangguk dan kembali fokus menyetir. Mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menuju tempat tujuan. Beberapa kali mereka berhenti untuk membeli makanan dan minuman, atau hanya untuk beristirahat menghilangkan rasa lelah juga membeli bensin.

Dan setelah melewati pepohonan besar juga pemakaman, akhirnya mereka sampai di tempat mereka tuju. "Akhirnya, sampe juga," kata Raya sembari merenggangkan otot tubuhnya.

"Suram banget nih rumah, bener bener kayak rumah di film horor," celetuk Amara sembari memotret rumah tersebut dengan ponselnya. Sama seperti Amara, Haniza juga memotret rumah tersebut.

Setelah mengambil beberapa foto Amara memasukkan ponselnya kedalam saku jaket nya. "Mau masuk sekarang? Tapi ini dah sore," kata Amara.

"Terus? Kita nginep di sini aja sekalian. Toh ngga ada hal yang mencurigakan juga," kata Tiana, Ia mengambil senter dari tas nya. Raya mengangguk setuju saat mendengar kalimat pertama Tiana.

Tiana kembali memakai tas nya lalu memimpin jalan. "Senter nya dipakai satu satu aja, kalau senter punya Gua habis baterai, masih ada senter punya kalian."

"Oke, terus ini posisi jalan nya gimana?" tanya Haniza. Amara dengan segera mengambil posisi paling belakang. "Gua disini, lo berdua jalan sejajar di tengah. Rumah kayak begini pasti banyak penunggu nya, dan iseng semua. Buat meminimalisir kalian kaget, Tiana jaga depan, Gua jaga belakang. Karena dua posisi ini yang biasanya dapet banyak gangguan."

Raya mengangguk setuju, dengan segera Ia menarik Haniza agar posisi mereka sejajar. Setelahnya, baru lah Tiana membuka pagar rumah tersebut dan melangkah masuk kedalam area rumah.

"Jangan berpencar ya, kalau ada suara aneh aneh biarin aja," perintah Tiana. "Siap," sahut Haniza.

Sehabis melewati pagar, Tiana membuka pintu rumah yang ternyata tidak terkunci sama sekali. Keempatnya masih diam dan masuk kedalam rumah, saat masuk ini lah, mendadak keempatnya memiliki rasa ingin pulang. Bukan karna rumah yang terlihat seram, pemandangan di dalam rumah tidak buruk, malah tidak terlihat seperti rumah yang terbengkalai, hanya saja di dalam rumah ini sangat luas, dan itu lah yang membuat mereka memiliki rasa ingin pulang.

"Rumah nya luas banget ini, jadi takut nyasar," lirih Haniza.

"Ya pantes ngga sih? Rumah nya kan besar ya, jadi rumahnya luas," kata Raya sembari melihat ke sekitar nya. "Tapi ruangannya ini banyak, Lo ngga takut kesasar emang nya?" tanya Haniza.

Dengan cepat Raya menjawab, "Ya takut dikit, tapi kalau balik sekarang kan ngga mungkin. Kita udah jauh jauh kesini." Tiana yang mendengar pembicaraan Haniza dan Raya akhirnya membuka suara. "Jadi gimana? Mau pulang atau lanjut?"

"Lanjut, kita mulai di ruangan lantai bawah dulu aja." Tiana mengangguki ucapan Raya. Ia kembali melangkahkan kaki nya ke sebuah ruangan dan tentunya diikuti oleh Haniza, Raya, dan Amara.

Saat mereka sudah didalam ruangan itu, ketiga nya kagum dengan letak barang yang masih rapi walaupun ada banyak debu disana. "Gila, keren banget ya, masih rapi gitu walaupun banyak debu nya," celetuk Raya. Dan saat ini lah mereka keluar dari posisi dan mengecek sekitar.

"Barang nya barang antik, kelihatan banget kalau ini tuh rumah lama," kata Haniza saat melihat cangkir yang memiliki ukiran cantik.

Didalam ruangan itu ada piring, gelas, dan alat masak. Bisa dipastikan kalau sekarang mereka berada di dapur. "Ini kalau diambil dosa ngga sih?" tanya Haniza.

"Dosa lah. Jangan aneh aneh Lo," jawab Tiana.

Haniza tersenyum tanpa dosa dan kembali melihat alat makan di depan nya. Cukup lama mereka disana, bisa dibilang mereka cukup terbuai dengan dapur yang rapi ini. Hingga akhirnya Tiana sadar dan mengajak teman-temannya untuk mengecek ruangan lain.

Mereka kembali ke posisi mereka lalu keluar dari dapur tersebut. Dan dilanjutkan ke ruangan yang berada di samping kanan.

Lagi-lagi mereka kembali dibuat kagum dengan ruangan yang rapi. Sama seperti saat di dapur, mereka kembali keluar dari posisi dan mengecek sekitar ruangan. Didalam itu ada sofa dan televisi, juga lemari lemari kecil. "Ini ruangan apa? Ruang keluarga? Atau ruang tamu?" tanya Raya penasaran.

"Ya ngga tau, kok tanya saya," jawab Haniza membuat Raya menatapnya dengan kesal. Haniza tidak peduli dan berjalan disekitar ruangan, hingga akhirnya Ia melihat pintu. "Itu ada pintu, mau masuk kesana ngga?"

Tiana mendekati Haniza dan menggenggam tangan Haniza. "Jangan, jangan terlalu masuk kedalam." Haniza menurut. Tiana berjalan mendekati Amara dengan tangan yang masih menggenggam tangan Haniza.

"Amara, di sana ada pintu," kata Haniza.

"Lo nemu pintu? Jangan masuk ya, kita cari aman aja," kata Amara kepada Haniza dengan mata yang menatap Haniza sebentar lalu kembali melihat mengecek laci lemari kecil di sana.

Haniza mengangguk kecil. Saat Tiana sudah melepaskan genggaman tangannya, Haniza berjalan mendekati Raya, sedangkan Tiana ikut mengecek lemari kecil dipojok ruangan.

"Sejauh ini ngga ada yang muncul dan ngga ada orang yang negur. Kayaknya itu emang bener bener rumor doang deh," kata Raya. Haniza mengangguk setuju. "Bener, seharusnya sejak awal kita masuk, adalah gitu kan yang muncul atau tanda tanda kehidupan gitu. Tapi ini ngga ada."

Tiana dan Amara mendengar percakapan Raya dan Haniza, hanya saja mereka memilih fokus dalam pengecekan, mungkin saja ada sesuatu di ruangan ini.

Setelah cukup lama mereka berada disana, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke posisi dan keluar dari ruangan. Amara mengecek ponselnya saat dirinya sudah berada diluar ruangan, Ia melihat jam yang sudah menunjukan pukul 6.30 PM.

"Gila gelap banget," keluh Raya, dan membuat Tiana langsung mengalahkan senter nya. "Udah jam setengah tujuh, mau keluar ngga?" tawar Amara.

"Boleh deh, kita keluar yuk," sahut Haniza.

"Ngga mau nginep disini?" tanya Tiana. Sontak Haniza langsung menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Ngga! Kita keluar yuk, Gua takut motor kita di maling."

Tiana mengangguk dan memimpin jalan menuju pintu utama. Dan saat ingin membuka pintu, pintu tersebut terkunci. "Buka Tiana," kata Haniza.

Tiana kembali berusaha untuk membuka pintu, tetapi tetap saja tidak bisa. "Oke, jadi begini. Jangan panik ya? Pintu nya kekunci."

"Hah?!"

_PSYCHKILLER_
©.17-03-2024, PALEMBANG.

PSYCHKILLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang