04. Surti

638 15 2
                                    

Desa Karang Jaya sepintas terlihat normal sebagaimana desa lainnya di Indonesia. Masyarakat menjalani aktivitasnya masing-masing, kendaraan berlalu lalang di jalan dan banyak anak kecil bermain-main di halaman rumah. Namun percayalah itu hanya terlihat dari luarnya saja, sudah 2 tahun belakangan ini kondisi Desa ini tak sekondusif dulu. Banyak warga yang resah sejak kedatangan seorang pria bernama Dodi, preman yang baru saja pindah dari pulau sebrang ke sini.

 Banyak warga yang resah sejak kedatangan seorang pria bernama Dodi, preman yang baru saja pindah dari pulau sebrang ke sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru 2 tahun berada di sini, tapi sikap onarnya telah membuat semua orang di Desa ini membencinya. Awalnya warga menerimanya dengan baik sebagai mana mereka mengayomi setiap ada warga baru yang datang, namun lama kelamaan warga menjadi jengah. 

Dodi sering memalak warga yang melewati rumahnya, setiap malam Dodi memnyalakan sound dengan sangat kencang sambil bermabuk-mabukan. Tak hanya itu, Dodi juga mudah naik darah dan kerap menantang warga untuk berkelahi. Pasar Desa ini telah menjadi basecamp kawanannya untuk mencopet pengunjung dan memalak pemilik kios. Pokoknya suasananya menjadi carut marut dan kejahatan merajalela. Mungkin pepatah yang cocok diberikan pada Dodi saat ini ialah Air susu dibalas dengan air tuba.

Bukannya tak ada yang menasehatinya, namun setiap kali ada warga yang memberi nashat kepadanya, Dodi membentak mereka dan mengeluarkan senjata tajamnya. Pernah suatu hari pak RT datang untuk berbicara dengan Dodi, namun berakhir babak belur dan dilarikan ke rumah sakit. Selain preman, rupanya Dodi juga pendekar ahli beladiri. Sejak saat itu banyak orang yang menjauh dan tak ingin berurusan dengan manusia ini.

"Hei kamu sudah dua minggu gak setor !!"

"Mana sini duitmu"

Dodi mengacak-acak nampah seorang wanita tua penjual tempe di pasar. ia sengaja mengacak-ngacaknya hingga semua tempe dagangan wanita itu terjatuh berantakan di tanah.

"Jangan nakkk..." tangis wanita itu sembari memegang kaki Dodi

"Nah itu duitnya"

"Awas ya kalo kamu gak bayar minggu depan, jangan jualan di pasar ini lagi!!"  

Dodi mengambil beberapa lembar uang yang tercecer jatuh dari nampah, lalu pergi dengan mengancam wanita tua itu

Tangisan wanita tua itu terdengar sayup-sayup sembari ia memunguti tempenya yang berserakan. Para penjual disana tak ada yang berani melerai kelakuan Dodi tadi karena Pasar ini sepenuhnya telah dikuasai gerombolannya, seolah-olah mereka adalah pemilik sah dari pasar ini.

"Ya Tuhan...Tolonglah hamba, bagaimana keluarga hamba makan hari ini ya Tuhann" tangis wanita itu dengan khawatir keluarganya tak bisa makan hari ini.

Nahasnya bukan cuma wanita tua itu saja yang menjadi korban Dodi hari ini, ia kini bergantian memalak tukang cilok, penjual lupis dan penjual semangka. Begitulah caranya mendapat uang haramnya untuk pesta miras setiap malam.

***

Sepulang dari pasar, Dodi berjalan menuju rumahnya melewati perkebunan tebu. Lembar demi lembar uang hasil memalak ia hitung dengan girang, ia bergegas memasukkan uang yang ia peroleh kedalam saku celananya. 

Bukan Dia, Tapi AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang