Hinata berdiri di depan sebuah sharehouse. Sebuah bangunan tua dengan cerita yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya yang usang. Dia menghela napas, mengingat keputusan yang membawanya ke sini: pengkhianatan pacarnya yang membuatnya harus segera mencari tempat tinggal baru. Sharehouse ini, yang dia temukan melalui iklan online atas rekomendasi teman lamanya, juga merupakan penghuni di tempat itu tampak seperti pelarian yang sempurna—murah, terletak di pusat kota, dan yang paling penting, sebuah kesempatan untuk memulai dari awal."Ino!" serunya, saat teman lamanya itu muncul di ambang pintu dengan senyum yang bisa menerangi ruangan paling suram sekalipun.
"Ino, aku tidak percaya akan tinggal di sini," kata Hinata, sambil memeluk temannya itu erat-erat.
Ino tertawa dan membalas pelukannya. "Aku sudah bilang padamu, bukan? Tempat ini adalah permata tersembunyi. Dan sekarang kita bisa menjadi teman serumah!"
Mereka berdua tertawa, dan Ino mengambil salah satu koper Hinata, membantu membawanya ke dalam. "Kau akan suka tempat ini, Hinata. Orang-orangnya sangat welcome. Dan ada satu orang yang, yah, aku rasa kau akan senang bertemu dengannya."
Hinata mengernyitkan dahi, penasaran dengan apa yang dimaksud Ino, tetapi dia memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Dia sudah memiliki cukup banyak kejutan di hari ini.
Saat mereka berjalan melewati koridor yang dipenuhi dengan foto-foto penghuni sebelumnya, Hinata merasa seperti sedang melangkah ke dalam sebuah cerita yang sudah dimulai tanpa dirinya. Ino membawanya ke ruang tamu, tempat penghuni lain sedang berkumpul, dan Hinata disambut dengan hangat.
Dan kemudian, di antara wajah-wajah baru itu, dia melihat seseorang yang sangat dikenalnya—seorang pemuda berambut pirang. Mereka berdua terkejut, dan Hinata merasa jantungnya berdebar kencang. Sama sekali tidak menduga bahwa Naruto, seseorang di masa lalunya juga tinggal di sini.
"Dunia sangat sempit ternyata," gumam Hinata pada dirinya sendiri, sambil memandang Naruto yang masih terpaku dengannya.
Ino, yang tidak menyadari sejarah mereka, melanjutkan dengan ceria, "Naruto ini penulis lho, Hinata. Kau pasti suka dengan karyanya!"
Hinata hanya bisa tersenyum tipis, sambil berpikir bagaimana dia akan menjelaskan ini nanti kepada Ino. Untuk saat ini, dia memutuskan untuk menikmati kehangatan sambutan dan membiarkan masa lalu tetap menjadi masa lalu.
"Ya sudah, aku kedapur sebentar ya? Nikmati perkenalan kalian." Ino dengan riang beranjak menuju dapur. Sementara dua penghuni lainnya juga mulai kembali pada aktivitas mereka sebelumnya. Sai terlihat kembali sibuk dengan tinta pula kanvasnya. Pun Shikamaru juga mulai melanjutkan rebahan nyamannya di sofa yang sebelumnya sempat terganggu oleh keriangan Ino.
Sekarang, kedua manusia yang pernah dekat dimasa lalu itu akhirnya berhadapan, hingga suasana menjadi kaku. Naruto berdiri, menatap Hinata dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Hinata, sudah lama sekali," ucap Naruto dengan suara terdengar serak. Pelan, hingga tidak terdengar oleh dua pria lainnya di ruangan itu.
Hinata mengangguk, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Ya, sudah lama sekali."
Ada momen hening yang terasa seperti abadi, di mana keduanya hanya bisa saling menatap dengan kikuk. Hinata bisa melihat ada sesuatu yang mengganggu Naruto, sesuatu yang lebih dari sekadar kejutan pertemuan mereka.
"Kau baik?" tanya Hinata, suaranya penuh dengan kekhawatiran yang tidak bisa dia sembunyikan.
Naruto tersenyum kaku, "ya... seperti yang kau lihat."
Percakapan itu terputus ketika Ino kembali dari dapur dengan semangat. "Siapa yang siap untuk pesta penyambutan Hinata ?!" serunya, sambil membawa baki kue yang baru selesai dipanggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Eyes Tell [NaruHina]
FanficDi tengah gemerlap kota yang tak pernah lelah, Hinata berusaha menyatukan kembali serpihan-serpihan hidupnya. Setelah hatinya terluka oleh pengkhianatan, dia menemukan dirinya di persimpangan yang tak pasti. Namun, nasib memainkan iramanya yang mist...