1. Nightlife

100 13 1
                                    


🌱🌱🌱

Alunan musik menggema keras yang turut membuat jantung berdetak sesuai dentuman. Aroma alkohol menyeruak indera penciuman yang membuat Aruna sesekali menahan nafas ketika melewati lautan manusia yang hanyut dalam suasana.

Ruangan dengan pencahayaan lampu kerlap-kerlip ini kebanyakan diisi oleh para pria dengan berbagai jenis. Ada yang tubuhnya terbalut jas hitam formal layaknya pekerja kantoran. Ada yang mengenakan kaos biasa dengan jeans sobek, dan ada pula yang bertelanjang dada seraya digerayangi perempuan yang memakai pakaian yang hanya menutupi bagian tertentu tubuhnya.

"Na, dipanggil Mami Yola." Seru seorang laki-laki mengenakan seragam waiters.

"Oke. Thank's, Ren." Aruna berlalu melewati kerumunan yang masih tenggelam dalam musik, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi ini memang wajar, sebab inilah yang disebut...dunia malam.

Aruna berdiri didepan pintu kayu, tangannya mendorong salah satu bilah pintu setelah mengetuk tiga kali. Seorang wanita mengenakan dress hijau army dengan belahan dada rendah, tengah duduk sembari menghitung lembaran uang berwarna merah yang...sangat banyak jumlahnya.

"Halo, Mi!" Sapa Aruna berdiri didepan meja milik orang yang dipanggil Mami.

Wanita berkisar lima puluh tahunan itu meletakkan uang yang tadi dihitungnya lalu memasukkannya kedalam sebuah kotak kecil bak peti harta kartun. Lalu menyesap cerutunya sebelum mematikan ujungnya yang terbakar diatas asbak beling.

"Mami punya kenalan laki-laki, orang kaya." Ucap Mami.

Seketika Aruna langsung menggeleng, seakan sudah tahu apa yang dipikirkan oleh bosnya itu.

"Aku udah nyaman jadi waiters, Mi." Kata Aruna, meskipun hanya menjadi pelayan, tapi ia sudah cukup risih dengan pekerjaannya sekarang. Kalau bukan karena butuh uang dan hanya ijazah SMA yang dimilikinya, Aruna percaya diri dengan kepintarannya kalau ia bisa bekerja lebih layak dari ini.

"Gaji kamu disini cuma empat juta. Bayar kontrakan sejuta, bayar penitipan adikmu, sekolah adik kamu delapan ratus ribu, bayar les, makan, minum dan lain-lain di ibu kota nggak ada yang murah. Kamu nggak mau punya rumah impian? Dan kamu nggak mau membuktikan ke mereka dengan kesuksesanmu?"

Kata Mami panjang lebar. Mami tahu sedikit banyaknya masalah yang dialami 'anak kesayangan' nya itu, karena Aruna sendiri yang bercerita ketika pertemuan pertama mereka di halte bus. Sampai pada akhirnya Mami Yola menawarkan pekerjaan dengan gaji yang cukup membuat Aruna menerima tawaran tersebut.

Meski pada awalnya saat mengetahui pekerjaan apa yang akan ia lakukan sempat membuatnya menolak mentah-mentah.

Diskotik? Alkohol? Jalang? Mana mungkin Aruna mau melakukan pekerjaan yang disebut dengan dunia malam itu. Lalu Mami Yola kembali menawarinya untuk menjadi waiters yang pada akhirnya diterima Aruna. Meski dia harus melawan rasa takutnya berhadapan dengan orang-orang mabuk, menahan mual ketika pertama kali aroma alkohol menyeruak indera penciumannya.

Semua demi menyambung hidupnya dan adik kecilnya yang turut ia bawa pergi ke ibu kota.

"Kenalan Mami ini bukan laki-laki sembarangan loh. Dia kaya, ganteng pula, umurnya masih tiga puluhan. Sama satu lagi, dia duda tanpa anak. Kalau kamu mau, besok malam temui dia, nanti Mami kasih alamatnya." Jelas Mami Yola, mungkin orang akan menyebutnya seorang yang menjual orang. Tapi khusus untuk Aruna, Mami Yola memberikan kepada laki-laki yang cukup ia kenal dengan baik. Bukan pria bangkotan dengan perut buncit.

Aruna memikirkan perkataan Mami. Laki-laki kaya, tampan dan kata Mami bukan sembarang orang. Cukup membuatnya tergiur untuk mencapai sesuatu.

"Aku takut suatu saat nanti nggak ada laki-laki yang mau nerima aku karena aku udah nggak perawan, Mi." Itu yang menjadi ketakutan Aruna selama bekerja ditempat ini, tempat yang bisa kapan saja membuatnya kehilangan sesuatu dalam dirinya yang dijaga selama ini.

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang