Lagi asik-asiknya panen mangga, malah denger lelaki ngucap akad pakai namanya???
KOK BISA?
Di keluarga pesantren, adat perjodohan mungkin tidak lagi asing di telinga mereka. Setiap orangtua mesti memiliki setidaknya satu sampai dua kandidat calon...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiba-tiba dijodohkan.
Tiba-tiba Lamaran.
Tiba-tiba Akad?
HAH!!??
Dari ketiga hal itu, manakah kira-kira yang terlihat mustahil? Tidak ada!
Di keluarga pesantren, adat perjodohan mungkin tidak lagi asing di telinga mereka. Seperti yang menimpa Hala pada saat itu, ketika Abah mengatakan perjodohannya dengan seorang Gus dari pesantren Jawa Timuran.
Tapi......
Tidak harus dadakan juga, kan?
Saat itu ia masih dalam keadaan serba seadanya. Sarung coklat motif, kemeja hitam dan kerudung persegi, serta muka kucel.
Hala dan teman-temannya masih berada di kebun belakang guna mengambil mangga.
"Ning, sudah cukup Ning. Sudah sekeranjang penuh ini,"
Celetukan itu membuat Hala yang berada di atas pohon menunduk. Di sebelah tangannya terdapat buah dengan kulit hijau yang sudah bolong di gerogoti.
"Wow, banyak juga ya?" Dengan cengiran Hala menggaruk kepala buat kain berwarna ivory itu seketika lengket.
"Lah, wong dari tadi kamu kaya orang balapan panen, gimana gak banyak coba?"
Perempuan di atas pohon itu cengengesan, lalu dia turun dengan gesit. "Maaf,"
Tes tessss.
Suara dari masjid utama terdengar.
"Ini kita jual mangganya?" Tanya Siska, perempuan yang sedikit lebih berisi itu mengusap dagu dengan jari telunjuk.
Lagian kalau di makan semua juga gak mungkin sih, bisa- bisa mabok mangga. Siska membatin, ia rasa teman-temannya juga tidak akan sanggup memakan sekeranjang buah mangga, yang ada mereka mencr*t berjamaah.
"Kita buat lutisan aja terus di bagi ke yang lain, kalau di jual siapa yang mau beli??" Sanggah Salma, yang paling kalem- katanya, di lingkaran pertemanan mereka.
"Lha iya, kita saja nggak boleh keluar pondok. Masa dijual ke santri, mana mau mereka." Kali ini Adel bersuara, gadis yang sebenarnya sebelas dua belas dengan Hala.
"Kita jual ke Ning Nila aja, pasti beliau mau beli jualan santrinya." Usul Siska yang seketika mendapat jitakan dari Adel.
"Aws! Kenapa di getok, sih, Del?" Kesal gadis itu. Adel membuang wajah, malas untuk menjelaskan.
"Gini, Siska cantikk! Kalau kita jual ke Ning Nila yang ada kita yang di marahin sama Gus Syihab karena udah ngambil mangga beliau tanpa izin."
Siska mengangguk-angguk mendengar tuturan bernada lembut dari Salma, tapi bukan itu yang mau dia jawab. Melainkan, "Makasih udah muji aku cantik."