Keberangkatan

280 93 2
                                    

Jibran melirik kearah sang adik yang kini tengah termenung seraya menatap pemandangan luar dari dalam jendela bus, sang adik sendari tadi hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun membuat Jibran yang melihat itu merasa sedikit khawatir. Sebab tingkah si bungsu yang selama ini terlampau aktif bahkan pemuda manis itu cenderung berisik setiap saat. Dan kini melihat adiknya itu hanya diam tanpa membuat ulah tentu saja membuat Jibran keheranan.

"Sudah jangan dipikirkan terus dek, ayah dan bunda pasti akan baik-baik saja disana. Hitung-hitung sekarang ini kamu tengah menambah pengalaman agar kegiatan kamu selama bulan Ramadhan tak terus-menerus menempel di atas kasur. Dan baru beranjak saat adzan magrib" kata Jibran sedikit menyindir seraya menepuk-nepuk pundak si bungsu dengan pelan.

"Tapi Haikal gak terbiasa pergi jauh dari rumah a'." kata Haikal lesu, bahkan raut wajah pemuda gemil itu tak memancarkan semangat sama sekali.

"Anggap saja sekarang ini kamu tengah belajar mandiri dek, jadi kamu tak akan terus-menerus ketergantungan sama bunda" kata Jibran sembari mengusap rambut hitam sang adik dengan penuh kasih sayang.

"Hanya satu bulan dek, tak akan lama. Aa' yakin hanya dalam satu hari tingkah ajaib kamu itu pasti akan segera kembali. Kamu pasti akan cepat merasa nyaman disana dek dan mungkin saja kamu malah tak ingin pulang lagi ke rumah" Haikal hanya diam tanpa berniat menanggapi ucapan sang kakak, pemuda gemil itu malah menyadarkan kepalanya diatas bahu Jibran tanpa meminta izin terlebih dahulu pada sang pemilik.

"Jika kamu mengantuk tidur saja dek, nanti jika sudah sampai akan aa'
bangunkan" kata Jibran sembari mengusap punggung Haikal dengan lembut, berusaha untuk membantu adik kesayangannya itu agar cepat terlelap.

Dan benar saja tak lama Jibran sudah tak merasakan pergerakan dari Haikal, bahkan nafas teratur sang adik dapat Jibran dengar dengan sangat jelas. Ia tersenyum tipis ketika dengkuran halus Haikal mulai terdengar. Dengan santai Jibran mengambil satu bungkus keripik kentang dari dalam tas. Lalu pemuda sipit itu mulai memakannya sembari melirik keluar jendela.

"Besok pagi-pagi seperti ini mana mungkin bisa makan" gumam Jibran sembari menatap langit yang tampak mendung, ini tahun ketiganya ia menghabiskan bulan ramadhan tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Ia sedikit merindukan masakan sang disaat-saat seperti ini.

"Semoga saja bunda tak merasa sedih karena kepergian kami, walaupun aku tahu bunda pasti akan terus memikirkan keadaan kami disini. Tapi sepertinya aku tak perlu terlalu khawatir karena ayah pasti bisa menenangkan bunda nanti" Jibran kembali bergumam sembari meletakkan bungkus keripik kentang itu secara asal, ia sekarang ini tengah berusaha mati-matian agar tak memuntahkan semua isi perutnya. Ya pemuda sipit itu memiliki mabuk kendaraan turunan dari sang bunda.

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam lebih akhirnya bus yang tengah membawa murid-murid kelas tiga itu berhenti tepat didepan sebuah pondok berlantai tiga, dengan halaman yang cukup lumayan luas bahkan dari sini mereka dapat melihat beberapa santri yang tengah berlalu lalang.

"Kita sudah sampai! Ayo semuanya cepat bangun!!" teriak salah satu guru yang tengah mencoba membangunkan anak-anak muridnya yang sedang terlelap, karena sebagiannya ada juga yang tetap terjaga dari awal keberangkatan.

Jibran yang mendengar suara gaduh dari teman-temannya pun mulai terusik, mata pemuda Samoyed itu mulai terbuka ia termenung sejenak sembari mengamati keadaan sekitar. Ia menatap bingung kearah teman-temannya yang kini tengah bersiap-siap untuk turun dari bus.

"Bangun Bran, kita udah nyampe" kata Satria dari arah belakang yang seolah tahu sahabatnya itu masih dalam keadaan linglung.

"Dek ayo bangun, kita sudah sampai" kata Jibran panik sembari menepuk-nepuk pipi bulat sang adik dengan tak sabaran.

Tak membutuhkan waktu lama akhirnya pemuda manis itu terbangun, ia merengut sebal ketika tidur nyenyak-nya terganggu saat dirinya hendak mengomel. Haikal langsung mengurungkan niatnya itu ketika melihat raut wajah Jibran yang tampak galak.

"Jangan mengomel! Kita sudah sampai, jika aa' tak membangunkan kamu memangnya kamu ingin aa' tinggalkan sendiri disini?" Haikal hanya diam tak berniat untuk menanggapi ucapan sang kakak, pemuda gemil itu lebih memilih melirik kearah luar matanya sedikit melotot ketika melihat sebuah pondok berlantai tiga yang tampak sangat megah dari sini.

"Ayo semuanya segera turun!, lalu kalian membentuk barisan yang rapih karena ada salah satu ustadz yang akan memberitahu peraturan pondok pada kalian. Sekaligus kita akan melakukan pembagian kamar" tanpa diperintahkan dua kali semuanya langsung keluar, kemudian mereka membentuk barisan memanjang di samping bus dengan keadaan yang lumayan lesu.

Tigapuluh menit setelah mereka mendengarkan ucapan para guru dan salah satu ustadz dari pondok, akhirnya mereka dipersilakan untuk masuk kedalam entah ini keberuntungan atau apa tetapi kedua anak kembar tak identik itu ditempatkan dalam satu kamar yang sama.

"Untung banget Haikal satu kamar sama aa'." kata pemuda manis itu senang sembari mengekori sang kakak yang tengah memegang kunci kamar mereka, sembari sesekali pemuda sipit itu akan melirik kearah kanan dan kiri.

"Kamu mendengar kan dek apa yang tadi para guru katakan?, kamu harus bisa menjaga sikap disini dan jangan bertingkah seenaknya" kata Jibran sembari melirik kearah sang adik yang sudah jengah mendengar ucapannya itu, bagaimana tidak ia sudah mengulangi pertanyaan yang sama hampir lima kali.

"Iya aa' Haikal denger" kata pemuda manis itu dengan raut wajah yang kentara tengah menahan kesal.

"Ya sudah kalau begitu setelah sampai dikamar nanti kamu langsung saja bereskan barang-barang kamu dek, jangan tidur ingat tigapuluh menit lagi kita disuruh berkumpul di aula" kata Jibran mengingatkan.

"Iya aa' bawel!!"

TBC

Maaf ya kalau ceritanya makin gak jelas.

Pesantren Kilat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang