JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA!
Typo, koreksi📌●○●○●○
Sore ini, Nara masih berada di lingkungan sekolah, padahal semua teman-temannya sudah pulang sejak tadi. Bahkan kini area sekolah tampak sepi."Kenapa lo bodoh sih, Nar? Lihat sekarang, lo mau pulang pakai apa?"
Masalahnya, tadi saat berangkat sekolah ia diantar oleh abangnya, dan sekarang ia baru sadar kalau lupa membawa ponsel untuk menghubungi sang abang.
"Masak gue harus jalan kaki?" keluhnya, sambil menghentakkan kaki kesal.
Masih berdiri di depan gerbang sekolah, Nara terdiam dengan pandangan kosong.
"Kenapa sih lo itu hobi banget bikin diri sendiri sengsara," cecarnya pada diri sendiri, diiringi helaan napas panjang.
Ia lalu berjalan pelan menuju halte bus yang letaknya sedikit jauh dari sekolah. Sesampainya di sana, Nara langsung duduk, lalu menenggelamkan kepalanya di pangkuan kaki, bergumam pelan, merutuki kebodohannya sendiri.
Cukup lama ia bertahan dalam posisi itu, hingga akhirnya...
"Ngapain lo di sini?"
Tiba-tiba terdengar suara cowok yang sangat familiar di telinga Nara. Ia langsung mengangkat kepalanya, berusaha melihat siapa yang menegur dirinya.
"Ra–Razka!" Nara tergagap, sekaligus heran. Kok dia masih ada di sini? pikirnya. Padahal, dari tadi area sekolah sudah sangat sepi. Seingatnya, hanya dirinya yang masih berada di sekolah.
"Gue tanya, ngapain lo di sini?" ulang Razka dengan nada datar.
"Gue nggak bawa handphone."
"Terus?"
"Jadi gue nggak bisa nelpon orang rumah buat jemput gue."
Mendengar jawaban itu, Razka tidak berkata apa-apa. Ia hanya berjalan menuju tempat motornya terparkir, lalu menaikinya dan mengenakan helm.
Sementara itu, Nara diam memperhatikan setiap gerak-gerik cowok itu. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Dia mau ke mana? Nggak mungkin langsung pergi, kan?
"Ayo!"
Seruan Razka membuat Nara membelalakkan mata, bingung.
"Hah?"
Razka menghela napas panjang. "Mau pulang, kan?"
Nara mengangguk cepat, karena memang sejak tadi ia ingin segera pulang.
"Ya udah, cepetan naik!" titah Razka, agak ketus.
"Ta-pi." Karena langit sudah mulai gelap, Nara merasa ragu. Ia takut jika harus naik motor berdua saja dengan cowok itu. Menyadari arah pikiran Nara, Razka langsung memutar matanya dengan malas.
"Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo, jadi cepetan naik!"
"Iya, bentar," jawab Nara tergagap. Jujur saja, ia sedikit takut dengan raut wajah Razka yang kini terlihat keruh.
"Pakai!" Razka menyodorkan jaket hitamnya.
"Nggak usah, nanti lo kedinginan."
"Gue kuat, nggak kayak lo. Cengeng."
Nara mencebikkan bibirnya kesal. "Gue nggak cengeng, ya!"
"Terus siapa yang kemarin nangis pas hujan," gumam Razka pelan.
"Hah? Lo ngomong apa?" tanya Nara memastikan. Ia merasa mendengar Razka berkata sesuatu, tapi tidak jelas karena fokusnya sedang pada mengenakan jaket, sehingga tak terlalu memperhatikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Detik dan Detaknya (REVISI)
Teen Fiction⚠️WARNING⚠️ JANGAN MENJIPLAK! ITU PERBUATAN RENDAH DAN TIDAK BERADAB. .・✫・゜・。. .・。.・゜✭・ Nara menyukai Razka sejak masa SMP. Setiap hari, rasa suka itu semakin bertambah, hingga kini dia duduk di bangku SMA. Seiring berjalannya waktu, rasa itu sema...