Episode 12

99 80 8
                                    


JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA🔥
Typo, koreksi📌

●○●○●○

"Sayang, kopi aku mana?"

Suasana pagi di kediaman Nara di awali dengan teriakan sang Ayah yang baru turun dari tangga sambil menenteng tas kantor dan jas, serta seragam kantor yang sudah melekat di badannya.

"Ini, baru aku buatin," balas Bunda Nara.
Anita berjalan keluar dari dapur, dengan secangkir kopi di tangannya, kemudian meletakkannya di atas meja.

"Ayo duduk, tasnya taruh di atas meja dulu!" titahnya pada Haidar selaku suami dari Anita.

"Iya, Bunda cantik." Haidar langsung menghampiri Anita, dan memberi kecupan di dahi istrinya, dan berakhir dihadiahi cubitan pedas dari sang empu.

"Mas, jangan nakal! Ada Nara di sini."

Nara dari tadi pura-pura tidak melihat apa yang dilakukan kedua orang tuanya, namun karena namanya disebut, dia langsung menolehkan kepalanya ke arah dua pasutri yang pagi-pagi sudah menebar keromantisan di ruang makan.

"Lanjut aja, Bun. Nara gak lihat kok, suer," ucapnya dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, tak lupa dengan senyum yang dipaksakan.

"Lho, ternyata anak ayah yang cantik nan manis ini udah bangun toh," kata Haidar yang baru sadar akan keberadaan Nara.

"Belum, Yah. Nara belum bangun, ini aku lagi mimpi ngelihat dua pasutri lagi pamer keromantisan, mana gak kenal tempat lagi, kayak anak ABG baru jatuh cinta," sindirnya.

Haidar tertawa kecil. "Ceritanya putri Ayah lagi ngambek nih."

Ayah melangkah menghampiri putrinya yang sedang duduk menikmati sarapan paginya, lalu mengelus lembut pucuk kepala Nara.

"Gak sadar ya pak?" Nara berucap dengan kepala yang sedikit menoleh ke atas menatap sang Ayah yang ada di sampingnya.

"Udah, Mas. Nanti kamu telat lho ke kantornya," tegur Anita. Haidar mengiyakan kemudian duduk dan memulai sarapannya.

"Dan kamu, Nara. Ayo sarapannya segera dihabiskan, ini udah jam setengah tujuh, emang kamu gak sekolah?"

"Sekolah dong Bun."

"Terus kenapa belum pakai seragam?"

"Karena Nara belum mandi." Nara menyengir menampilkan giginya. "Airnya dingin banget, jadi Nara males mandi," lanjutnya.

"Kalau gitu gak usah mandi, cuci muka aja. Dulu Ayah kalau lagi males mandi juga gitu, cuci muka doang, habis itu langsung pakai seragam," sambung Haidar sambil menyeruput kopinya.

Nara menatap Ayahnya. "Berarti dulu, Ayah pas sekolah gak mandi dong? Ih, Ayah jorok!"

"Ya gak jorok juga. Ayah, kan pakai parfum banyak, jadi teman-teman Ayah pada gak tau kalau Ayah gak mandi," jelas Ayah panjang lebar.

Anita yang mendengar perbincangan antara ayah dan anak itu, menghela napas lelah. "Nara, kamu kan tinggal atur airnya jadi hangat, Sayang."

"Oh iya, Bun. Aku lupa." Nara menepuk dahinya pelan.

Anita menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya itu. Kemudian dia beralih menatap suaminya.

"Dan kamu Mas, jangan ngajarin Nara yang aneh-aneh!"

"Lho, Aku gak ngajarin aneh-aneh loh, Bun. Justru aku ngasih tips ke Nara, caranya menghemat air."

Anita langsung melayangkan tatapan sinis. "Ngeles mulu kamu."

Detik dan DetaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang