3

118 8 0
                                    

"Kita asing dan jadi masing-masing."

- Helobagas

.

.

.

Clair POV

Aku nggak mengerti lagi. Katanya dia suka buku horor tapi selama film berjalan, ia menggenggam erat tanganku, sangat erat.

Mungkin baginya, aku hanya anak SMA yang menyadari ketakutannya, tapi, perasaan ini menggangguku.

Perasaan apa ini?

Ini perasaan asing, namanya apa ya?

Ada apa dengannya? Kenapa hanya dengannya?Beribu pertanyaan itu mengganggu. Tapi, kali ini, aku benar-benar tidak bisa fokus menonton bila dia terus menggenggam.

"Cla, bisa genggam balik tangan aku?"

Aku menatapnya kaget, terdiam, lalu menggangguk ragu. Perlahan aku menggenggam tangannya.

Tangan kami saling mengisi, terikat, mengikat. Rasanya aneh, jantungku berdebar dengan cepat hingga rasanya semua orang bisa mendengarnya.

Ada rasa geli di perutku, seakan kupu-kupu sedang berterbangan di sana.

Lalu, dia menatapku, "Cla,"

Aku menatapnya balik. Ini terlalu dekat

"Ya?"

"Jangan kasih tau siapa-siapa ya?"

"Nggak, nggak akan."

Di gelapnya bioskop, dinginnya AC dan kak Daffa disampingku yang sibuk memakan popcorn miliknya, aku diam-diam tersenyum kecil melihat ketakutannya.

•••

Author POV

Hari-hari berlalu begitu saja. Apa yang telah terjadi di bioskop tak pernah di ungkit oleh Clair maupun Anggia. Semester dua telah menyambut para siswa-siswi.

"Cla?" Kak Daffa memanggil.

Clair tersadar dari lamunannya, "Iya, Kak?"

"Ini aku udah bawain bekal sama susu, kenapa cuma di lihatin aja? Di makan, dong."

Niken melihat kedua insan itu hanya memajukan bibir sembari menelpon Mas Pacarnya yang seharusnya juga sedang istirahat makan siang. Ia merindukan Mas Pacarnya.

"Eh, iya, Kak. Ini aku makan kok."

Jeda, "Nanti kamu jadi ikut aku ke acara sweet seventeen nya Fina, kan? Ada aku dan Niken, kok, Kak. Kayanya beberapa kakak kelas juga di undang deh." Jelas Clair sembari menyuapkan beberapa sendok ke dalam mulutnya.

Daffa mengelus pelan pucuk kepala Clair, "Iyaa, aku hadir. Apa sih yang nggak buat kamu?" Daffa tertawa geli.

Clair juga ikut tertawa geli. Ia bahagia dengan kondisinya yang sekarang. Tidak kesepian dan memiliki pacar yang pengertian. Walaupun pria-pria di luar sana brengsek, tapi Daffa pengecualian, dia berbeda.

Terlalu banyak tertawa, Clair tersedak, buru-buru Daffa membuka susunya dan Niken tertawa kencang, "Mampus! Makanya ngga usah sok manis di depan gue!"

•••

"Cie, udah 17 tahun nih," Clair tertawa sembari menyerahkan sesuatu yang telah ia persiapkan untuk diberikan ke Fina, teman sekelasnya. Niken di samping Clair juga ikut memberikan kado kepadanya.

Fina tersenyum tulus, "Thank you, Cla, Niken. Silahkan di nikmati hidangannya."

Daffa berlari kecil, "Cla, maaf, aku tadi kelupaan kadonya di mobil."

Lalu Daffa menyerahkannya kepada Fina, kembali dia berterima kasih dan menyuruh mereka menikmati acara kecil-kecilan yang diadakan di taman belakang rumah Fina.

Acaranya memang kecil-kecilan tapi yang hadir cukup ramai, membuat Clair memilih memojokkan diri sendiri karena Niken sedang mengambil siomay dan Daffa berada di toilet. Ia sendirian.

Menunggu Niken dan Daffa kembali cukup lama, hingga Clair memutuskan ke Kak Daffa di toilet karena ia benar-benar seperti anak anjing yang tersesat.

Ia masuk ke dalam rumah Fina, ada beberapa teman seangkatannya yang sedang mengobrol. Di lantai satu ada toilet, tapi Kak Daffa tidak ada didalam sana. Clair memutuskan naik menggunakan tangga, tapi, belum sampai di lantai dua, ia menghentikan langkahnya.

"Aku tau!"

Itu suara Kak Daffa! Batin Clair

"Denger ya, Wi, kita cuman kissing sekali. Dan itu terjadi karena aku mabuk, cukup. Kamu nggak bisa maksa aku!"

Dewi membalas, "Ya, nggak bisa dong Kak, itu first kiss aku. Aku tetap mau jadi pacar Kakak!"

Lutut Clair lemas seketika, tapi ia tetap berusaha melangkah pelan-pelan, sebelum akhirnya ia terpleset dan jatuh. Membuat banyak sepasang mata menatapnya kebingungan.

Clair buru-buru menatap ke atas dan mendapati bahwa Daffa menatapnya dengan nanar.

"C-cla.." Panggil Daffa pelan sembari menatapnya.

Dengan sigap Clair berdiri dan berlari meninggalkan rumah Fina saat itu. Ia sekilas mendengar namanya dipanggil beberapa kali tapi dirinya hanya fokus berlari dengan mata yang terus-menerus mengeluarkan air mata.

Ia merasa malu dan di khianati. Dan, Clair merasa, tatapan Daffa seolah mengasihani dirinya.

•••

Entah sudah berlari sejauh apa, hingga high heels yang ia pakai patah. Ia jalan tertatih-tatih, kakinya sakit, sepatunya rusak dan ia tidak tau ini dimana. Matanya menatap sekitar, hingga ia menemukan sebuah clubbing.

Kakinya berjalan memasuki clubbing itu tanpa pikir. Clubbing adalah tempat yang Daffa dan dirinya benci karena ramai, bau rokok dan bau alkohol.

Tapi, ia sekarang ingin melakukan hal yang dilarang oleh Daffa.

"Mas, saya pesen alkohol apapun itu." Ucap Clair. Ia sebenarnya tidak tau jenis alkohol, makanya dirinya memilih secara acak.

Bartender itu sedikit ragu sesaat melihat seorang gadis muda didalam clubbing dengan dress yang robek, kaki tertatih-tatih dan luka lebam di pipi dan lengannya.

"Cepetan!" Ucapnya sembari membentak.

Bartender itu akhirnya memberikan segelas wine, Clair sedikit ragu meminumnya, tapi ia ingin melakukan hal yang dibenci oleh Daffa, hingga Daffa membencinya dan rasa cintanya kepada Daffa bisa hilang begitu saja.

Tangan Clair mengangkat gelas itu. Bersiap-siap ingin meminumnya, hingga, sebuah tangan menghentikannya.

"Menjual alkohol ke anak dibawah umur bisa bahaya lho. " Ucapnya.

Clair menatap ke samping, "Mba Anggia?"

TBC

•••

Note : Dulu dia suka minum-minum juga, sebelum akhirnya negeri lambung menyerang wkwk

Bahkan hal-hal yang dia sukai tapi ngga bisa dilakuin, masih saya ingat.

Ending. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang