Kepulangan Pertama

40 22 36
                                    

"ini ya pak uangnya, makasih." Taksi itu melaju setelahnya.

Cuaca sore hari yang cerah, dengan harum kopi dan pastry yang tercium wangi. Bibir pink dengan lip glossy yang cantik itu tersenyum tipis. Memandang ramainya pengunjung di dalam sana.

Melangkahkan kakinya kedalam, ia melirik suasana caffe yang tenang, dengan indra penciuman yang sangat dimanjakan.  Memilih satu meja yang terletak dekat jendela, ia mendudukkan dirinya disana. Pandangannya menerawang keluar.

"Nadin?" Sapa seseorang.

Ia mengalihkan pandangannya. Senyumnya melebar dan lekas berdiri memeluk sahabatnya.

"Anggita, oh my god sayang. Gue kangen banget banget bangettt sama lo." Pelukan itu terlepas, keduanya terlihat begitu bahagia setelah pertemuan terakhirnya 7 tahun lalu.

"Ya ampun, gue lebih kangen sama lo Nadin, ya ampun gue lama banget ga lihat lo langsung kayak gini. Gue kangen banget." Terlihat beberapa bulir air mata turun, merasakan haru pertemuan antara sahabat SMA itu.

"Duduk duduk, ayo duduk. Gimana kabar lo? Baik? Kabar om tante gimana? Baik semua kan?" Pertanyaan excited itu tertuju pada sahabatnya.

"Baik, baik semua kok. Gila gua nggak nyangka lo beneran bangun caffe di depan sekolah kita pas. Gila ya, gua amazed banget sayang. Congrats ya." Sahabatnya mengangguk dengan antusias yang sama.

"Gua buktiin kalo gua nggak halu, kayak katanya si Melly. Gini-gini sekalipun kuliah psikologi kemarin, gua bisa buat pastry tau." Ucapan itu diiringi tawa keduanya. Mengingat bagaimana serunya masa SMA dengan sahabatnya yang lain.

"Anak-anak kesini juga hari ini?"

"Nyusul kok, mungkin bentar la- nah itu tuh. MELLY APRIL!!! SINI!" teriakan nyaring itu mengundang tatapan banyak pengunjung.

Keduanya tersenyum kikuk, disusul gelengan kepala. Anggita dan suara toa nya itu memang keajaiban.

"Nadin!!!! Ya Tuhan. Lo disini beneran? Ya ampun sayang, lo pulang. Gue kangen." Badannya ditarik, dipeluk dengan energi yang sama semangatnya.

"Gue juga kangen sama lo Pril. Gue kangen sama kalian semua." Punggungnya diusap oleh sahabatnya yang lain.

"Oh my god, bumil gua yang imut ini? Ya ampun gue bakal jadi aunty."

"Gue kangen sama lo Din." Keduanya berpelukan hangat.

"I miss you too honey. So much. Jadi gimana? Udah tahu gender nya belum?" Tanya nya dengan semangat dan berbinar.

"Belum bisa lah sayang, baru juga 2 bulan."

"Ohh, gitu ya. Hehe gue gatau. Pengennya apa?"

"Pengennya si cewe Din. Tapi dikasih cowo atau cewe, penting sehat."

"Ya semoga anak perempuan pertamanya kayak April ntar."

"Kok gitu, ini kan anak gue."

"Kalo anak pertama nya selembut lo mah, sejarah terulang kembali Melly."

"Iya ntar bukannya adiknya yang nangis nyemplung kolam, malah kakaknya."

"Ih dibahas lagi sih."

Keempatnya tertawa. Tawa sama seperti yang terdengar di beberapa koridor kelas di depan sana. Nadin melirik pada bangunan sekolah yang masih gagah di sebrang jalan.

Semuanya tampak sama. Masa masa SMA yang benar benar merubah banyak hal di hidupnya. Ketiga sahabatnya saling melirik pada senyum tipis di wajah Nadin.

The Second PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang