SMA VARALENT - Triple Prince

17 10 10
                                    

"Hadeh, ini papa yang lagi sibuk, atau emang gamau dikabarin?" Gumam Nadin.

Gadis itu menggerutu. Menunggu jemputan sang papa di kursi gerbang yang sekarang mulai kosong. Ketiga temannya sudah pulang lebih dahulu, dengan jemputan masing-masing tentu saja. Dan siswa yang lain juga, hanya tersisa Nadin sendiri di gerbang menanti sang papa.

Nadin menerawang ke awan, senja hari ini sepertinya indah. Langit cerah, dan mulai menunjukkan warna oranye keemasan. Pikirannya memutar kembali segala kejadian hari ini. Mulai dari name tag ketinggalan, pangeran menyebalkan, teman yang lucu plus no jaim, hal yang lucu jika dipikirkan.

Nadin menurunkan pandangannya. Menatap telapak tangannya sendiri dengan alis yang keruh, memikirkan sesuatu hal. Seperti sangat menganggu di pikirannya, fokusnya mulai teralihkan.

"Sehat lo lihatin tangan begitu?"

Plak!

Satu tamparan mendarat mulus, sangat mulus di pipi Aksa. Membuat cowok itu terkejut beberapa detik dan tertawa sinis. Nadin membungkam mulutnya dengan mata melotot, tidak percaya apa yang terjadi beberapa detik lalu.

"Lo cari mati ya?"

Tidak ada lagi nada santai di kalimat itu, nada Aksa sudah turun beberapa oktaf, memendam emosi yang sudah sampai di ujung jarinya yang mengepal saat ini.

"Kak, gue. Gue ga sengaja. Sumpah, gue-

Aksa berdiri dari jongkoknya. Membuat Nadin ikut berdiri dari tempatnya. Aksa memandang gadis itu dengan rahang yang sudah nampak sangat jelas sekarang.

"Kak, gue nggak sengaja. Sumpah, gue kaget." Tangan Nadin terulur, mencoba meraih sudut bibir Aksa yang terluka karenanya.

"Jangan sentuh gue."

Pernyataan dingin itu dihiraukan Nadin. Ibu jarinya menyentuh sudut bibir Pangeran Varalent yang sedang terluka. Kembali lagi, itu karenanya.

Tak ada keluhan saat ibu jari Nadin berada disana, membuat Nadin mengernyit. Bingung tentu saja. Apa tidak sakit?

"Jauhin tangan lo." Titah Aksa namun justru membuat bibir gadis didepannya manyun tidak terima.

"Kok lo nggak reaksi apa-apa sih kak? Masa ga sakit, gua tekan nih." Ibu jari Nadin sudah melakukan aksinya, yaitu menekan sudut bibir yang berdarah itu. Namun tetap tak ada reaksi dari sang pemilik wajah.

Aksa memutar bola matanya malas, menarik gesit pergelangan tangan Nadin menjauh dari lukanya. Gadis itu tersentak, jujur di dalam hatinya ia takut. Tidak lucu, jika ia di tampar balik disini.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, ibu jari yang terkena darah itu justru dibersihkan oleh Aksa. Cowok itu telaten membersihkan darahnya sendiri yang ada di ibu jari Nadin.

"Tangan lo nggak cocok ada darahnya." Kalimat itu keluar dengan santai dari bibir Aksa seolah tidak ada yang terjadi.

"Nanti makin jelek (menatap Nadin), kayak lo." Aksa menarik senyum tipisnya.

Lain dengan Nadin yang memandang aneh cowok di depannya ini. Ia lebih takut hal seperti ini, daripada di tampar oleh kakak kelasnya. Melihat Aksa yang merubah emosi dalam sekejab, membuatnya ingin segera berlari.

Cekrek!

Kedua remaja itu menatap langsung pada sumber suara, dan foto untuk kedua kalinya terjadi. Dengan Aksa yang memegang Tangan Nadin, dan ekspresi ketangkap basah bermesraan di sekolah.

"Eak, akhirnya setelah sekian lama. Nih batu ada pegang tangan cewe lagi." Ucap Galih dengan alis naik turun andalannya.

Nadin membulatkan mata. Gadis itu melepas pegangan Aksa dari tangannya. Ia menatap dendam saat ini pada Galih dan Nola.

The Second PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang