thank you for coming to me.

30 4 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———

law menghela napas lega saat tidak menemukan sosok nami di teras rumah.

di hari lain, istrinya itu akan menyambutnya di depan rumah. namun, hari ini law secara khusus memintanya menunggu di kamar. selain cuaca yang ekstrem sejak awal bulan, internis itu juga merasa khawatir saat nami mengaku merasa tidak enak badan.

law memperkirakan bahwa itu adalah gejala yang berasal dari kehamilannya. hanya saja, ia tetap ingin memastikan tidak ada hal serius di luar dugaan.

setelah meletakkan sepatu dan kaus kakinya di rak sepatu, law menutup pintu di belakangnya dan berjalan menuju bagian dalam rumah. tujuannya adalah kamar mereka yang letaknya tidak jauh dari ruang tamu.

saat law hampir sampai di kamar, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan nami muncul dari baliknya.

"sayang, kenapa keluar?" tanya sang internis ketika melihat wajah istrinya yang murung.

tanpa pikir panjang, ia meraih punggung nami dengan tangan kirinya — membawanya ke dalam dekapannya.

nami langsung bersandar di dada suaminya itu tanpa berkata apa-apa. ia hanya ingin segera bertemu law.

melihat itu, law menunduk untuk mencium puncak kepalanya, lalu mengangkat kantung plastik berisi roti bakar di tangan kanannya. "mau makan dulu atau?"

"mau, tapi sama kamu," jawab nami dengan suara yang sangat pelan.

sudut bibir law terangkat. "masuk kamar, yuk?"

nami mengangguk, lalu menggandeng tangan law untuk membawanya masuk ke kamar.

begitu pintu tertutup, law mengambil alih dengan menuntun nami ke tempat tidur mereka.

nami duduk di tepi tempat tidur, sementara law berlutut di depannya setelah meletakkan roti bakar di nakas.

"kenapa, sayang? apa yang kamu rasain seharian ini?"

"mual. aku mual seharian ini. aku juga capek banget sampe rasanya pengen nangis. padahal gak ngapa-ngapain," jawab nami, menguraikan semua yang ia rasakan hari ini.

law dengan lembut mengusap lututnya. "ada kram atau nyeri perut?"

"ada, tapi cuma sedikit."

"oke. ada muntah atau nyeri di bagian lain?" tanya law lagi, hanya untuk memastikan.

nami menggelengkan kepala.

law mengangguk mengerti, lalu menanyakan pertanyaan berikutnya. "sekarang rasanya gimana?"

"udah mendingan, tapi masih lemes."

tanpa sadar, law menghela napas lega. tebakannya benar. semua itu adalah gejala umum pada kehamilan delapan minggu.

ia tersenyum, lalu membelai surai oranye nami dengan penuh kasih. "sabar ya, sayang. itu semua gejala umum di usia kehamilan kamu sekarang. makan dulu, ya? abis ini aku bikinin teh jahe lemon."

nami mengangguk patuh.

"aku suapin?" tanya law sambil mengeluarkan roti bakar dari kantung plastik dan melepaskan staples dari tepi kemasannya.

sekali lagi, nami hanya menganggukkan kepalanya.

setelah memastikan tidak ada staples yang tersisa, law mengambil garpu kecil di tepi roti dan mulai menyuapi istrinya itu.

ia pun beberapa kali membersihkan remah roti dari sudut bibir nami.

beberapa menit kemudian, roti bakar itu habis tanpa sisa. law tersenyum puas. nami juga tampak senang. kemurungannya telah menguap entah ke mana.

melihat suasana hati nami yang membaik, law mengusap perutnya yang membuncit dengan lembut dan memberikan ciuman kecil di atasnya.

tak hanya itu, law juga berbisik ke perut nami. "adek, sekarang adek udah kenyang 'kan? jangan isengin mama lagi, ya. kasian mama seharian ini sakit. biarin mama tidur nyenyak malam ini ya, nak."

nami yang mendengar itu hanya bisa tersenyum haru. meski anak dalam kandungannya belum bisa mendengarnya, law tidak pernah melewatkan satu hari pun untuk berbicara dengannya.

sebagai tanggapan, nami mengusap puncak kepala law dengan lembut. "makasih, papa."

law hanya tersenyum kecil, lalu mulai membuka kancing kemejanya — tiba-tiba merasa gerah setelah seharian bekerja.

dengan cekatan, nami membantu law membuka kancing kemejanya satu per satu.

setelah semua kancingnya dilepas, law menurunkan kemeja hitam itu dari bahunya. "aku mandi sebentar, ya? abis ini kita minum teh jahe lemon."

nami mengangguk. "jangan lama-lama."

law menyetujui permintaan tersebut, lalu bangkit untuk berjalan menuju kamar mandi di kamar mereka.

namun, saat ia baru saja menyentuh kenop pintu kamar mandi, nami memanggilnya lagi.

"sayang."

pria bersurai gelap itu berhenti dan menoleh.

ia mendapati nami tersenyum begitu tulus hingga matanya pun ikut tersenyum. "i'll forever be grateful to have met you that day."

law mengerutkan kening. "maksudnya waktu asam lambung kamu naik itu?"

nami mendelik. "aku lagi serius, lho."

calon ayah itu terkekeh.

ia kembali untuk mengusap kening nami, lalu meninggalkan ciuman lembut di sana.

"i've been grateful every day since that day. thank you for coming to me."

.

.

.

"are you okay being with your friend's ex-girlfriend?"

"harusnya aku yang nanyain itu. are you okay being with your ex-boyfriend's friend? you'll keep bumping into him as long as we're friends."

"he was my best friend before he was my boyfriend. sejauh apa pun aku lari, aku bakal tetep ketemu dia. kita udah dewasa, law. we don't run away from those kinds of situations."

"it's settled, then. now, eat up. sebelum om doffy dateng dan ngerusuh di sini."

— — — & — — —

you were my yes, but i was your maybe.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang