'Dengan para penghuni rumah ini, gua selalu berharap bahwa bisa menyelesaikan hidup dengan baik dengan cara saling memahami, saling memberi perhatian, dan tidak saling menyinggung perasaan satu sama lain. Karena wanita yang kita cintai berpesan untuk meminta bertemu di lain kehidupan dengan konsep keluarga yang utuh'
#JovainoNazriel***
Jam kerja sudah selesai. Sarfa dan Jova yang memang masih tinggal di rumah yang sama berencana untuk pulang secara barengan dalam satu mobil yang sama sedangkan ayah mereka bersama supir pribadinya.
Keduanya sama-sama melakukan pekerjaan yang baik, dengan jam kerja yang tinggi. Bahkan waktu berharga mereka kebanyakan dihabiskan di kantor dari pada di rumah mereka, apalagi setelah ibunda mereka meninggal dunia. Rumah benar-benar berubah.
Benar kata si bungsu, di rumah ini sudah kehilangan kehangatan.
Kembali lagi kepada dua orang yang hari ini sudah bekerja keras. Sarfa yang bertugas untuk menyetirpun langsung mengambil tempat di bangku pengemudi, di susul oleh Jova yang duduk di bangku sampingnya dengan helaan kasar, memang hari yang sangat melelahkan.
"Jay ada ngehubungi lo gak?" tanya Sarfa menoleh sebentar.
Jova menganggukan kepalanya. Tadi sore Jay memang sempat mengirimkan kabar kepadanya, memberitahukan bahwa setelah membelikan nasi goreng untuk Juna ia akan kembali bekerja dan izin untuk tidak pulang satu malam.
"Ada, Mas. Katanya gak pulang dulu, lagi ngeprojek film gede," tukas Jova membuat lelaki berusia 29 tahun itu mengangguk paham.
Sarfa sangat paham bagaimana sibuk saudara-saudaraan, karena ia pun sama sibuknya bahkan si bungsu pun sebenarnya sama-sama sibuk hanya saja sibuk dalam artian bukan sibuk bekerja, melainkan sibuk di sekolah apalagi Juna memang di tuntut untuk menjadi siswa yang berprestasi ya minimal nilai jangan ada yang di bawah remidi.
"Btw, Mas. Permasalahan Juna di sekolah apa? Lo belum cerita yang benar," tanya Jova.
"Ouh. Cuma bawa bola basket keperpustakaan, terus kena lemari yang udah tua. Yang namanya juga lemari tua kena senggol ya ambruk," ucap Sarfa berbicara bahwa hal itu bukan hal yang harus di khawatirkan.
Tetapi berbeda dengan Jova. Jika Sarfa bisa menganggap hal itu enteng, beda lain untuk Jova.
"Terus Juna nya gak papa, Mas? Secara gak langsung bisa aja badannya kena lemari, kan? Mas udah pastiin, jangan bilang lo gak nanya-nanya Juna, Mas?" rentetan pertanyaan Sarfa dapatkan dari Jova, si lelaki pemilik hati yang paling tulus.
"Kagak. Kan Mas langsung rusuh ke kantor," balas Sarfa masih dengan perkataan yang enteng.
Jova berdengus kesal.
"Apa susahnya Mas tanya dulu Adenya, kena timpaan lemari apa gak." Sudah bisa kebaca bahwa Jova sudah sangat kesal dan gereged dengan kakak pertamanya tersebut.
"Aman. Gak ada korban." Entah sudah keberapa kalinya Jova berdecak kesal.
"Kalau ternyata korbannya ade lo sendiri gimana, Mas? Lo paham gak, sih? Dia gak bakalan ngasih tahu kalau gak di tanya. Pernah gak sih lo mikir kesana, Mas?"
"Pas di tanya sama gurunya juga Juna bilang gak papa. Yaudah sih kenapa lo sewot banget, masih mending gua masih mau ke sekolah wakilin ayah," ujar Sarfa tidak mau kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stronger | Jun Svt
Fanfiction'Lukanya sempurna, dari segala sisi yang membuatnya ingin selalu menyerah.' Min, 26 Mei 2024