7. Juna dan amarahnya

683 113 20
                                    

Itu artinya, Juna mendengarnya bukan?

"Sini," kata Jova menarik lengan Juna untuk mendekat ke arahnya, Juna pun menurut dan duduk di samping Jova terbaring sambil menatap beberapa luka yang ada di tubuh abangnya itu.

"Abang gak papa, Dek," ucap Jova tersenyum tipis.

Bisa Jova lihat pandangan Juna mengarah pada rasa khawatir akan kondisinya, itu sudah pasti. Dan, Jova sendiri tidak pernah suka melihat adiknya itu mengkhawatirkan dirinya karena di depan adiknya Jova ingin selalu terlihat baik-baik saja seakan beban dan segalanya tidak pernah singgah di hidupnya.

Terdengar helaan nafas gusar dari Juna.

Harusnya hari ini ia latihan renang. Apa yang di katakan Mika benar adanya, harusnya jangan ada yang izin untuk skip latihan dan hari ini Juna lah yang terpaksa skip latihan demi melihat kondisi kakak keduanya yang mengalami kecelakaan.

Jika di tanya siapa yang memberitahukan kondisi Jova kepadanya, maka jawabannya adalah Angga. Sahabat dekat Jova sekaligus sekertaris pribadi Jova.

Marah? Tentu saja.

Tidak ada salah satu keluarganya yang memberitahukan kabar Jova terkait ini.

"Kenapa jadi ngelamun? Adek bisa lihat, kan? Abang gak papa," sambung Jova. Tiba-tiba ia lah yang khawatir karena sebenarnya Jova takut adiknya itu kepikiran akan perkataan-perkataan Jay.

"Maafin aku, Bang," lirih Juna.

Walaupun hal ini tidak bisa menyalahkannya, tapi entah kenapa apa yang terjadi di dalam keluarganya Juna selalu mengklaim bahwa itu salahnya.

Pengkesampingkan egonya, Jova tidak mau membahas hal yang membuat ia dan Juna berantem. Sudah cukup akibatnya jika hal itu terus-menerus terjadi, fisiknya lah yang akan menjadi dampak buruknya.

Contohnya kecelakaan kecil ini.

Suara langkah pelan membuat Juna menoleh, ia Jay dengan pandangannya yang dingin juga raut wajahnya yang tidak bisa untuk di tebak. Hal ini membuat Jova berdengus kesal melihat kakak kembarannya itu, Jova menoleh ke arah Juna yang menunduk. Benar bukan? Adiknya itu takut melihat kakaknya.

"Gua kudu ke Dago, gak papa di tinggal?" tanya Jay kepada Jova. Jova tahu bahwa Jay sangatlah sibuk tidak mungkin  menunggunya lama di rumah sakit, itu akan melelahkan bagi Jay.

"Gak papa lagian ada Juna," balas Jova menoleh ke arah Juna.

"Jagain Abang lo yang bener, bukan ngasih bebannya doang," celetuk Jay yang sudah pasti itu di arahkan kepada Juna dan Juna nya pun mengerti bahwa itu untuk nya.

"Iya, Kak," balas Juna seadanya.

Jay melangkah mengambil tasnya dan berpamitan kembali kepada sang kembaran, walaupun sebenarnya rada tidak tega untuk Jay meninggalkan Jova dalam keadaan seperti ini.

Walaupun Jay secuek dan sedingin ini, Jay lah yang paling menyayangi kembarannya, tidak ada yang lain.

"Baik-baik, Jov. Kalau ada apa-apa langsung kabarin gua," ucap Jay menepuk-nepuk kepala Jova singkat.

Jova mengangguk.

"Iya, gih. Hati-hati, dah," balas Jova.

Hatinya menghangat. Walaupun di usia mereka yang sekarang Jova belum kehilangan peran Jay di hidupnya, masih seperti dulu dengan topeng gengsi setinggi langitnya khas seorang Jay.

Pintu itu tertutup bersamaan dengan langkah Jay yang tidak terlihatan oleh pandangan keduanya, Jova melirik kembali Juna yang sedang memilin ujung kameja sekolahnya. Melihat itu, Jova merasa tega.

Stronger | Jun SvtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang