Seorang remaja laki-laki tampak berjalan dengan seorang pria paruh baya dengan paras yang cantik. Keduanya berjalan santai menyusuri sebuah koridor rumah sakit yang tampak ramai pagi itu. Keduanya berjalan dengan hening, sampai akhirnya tiba di depan sebuah pintu.
Pria paruh baya itu membuka pintu dan langsung disambut dengan senyum haru oleh orang yang berada didalamnya. Ia melangkah masuk, diikuti remaja laki-laki tadi.
"Jeno."
Seorang pria yang tadinya tengah mengamati sesuatu menoleh, kedua sudut bibirnya tertarik lantaran mengetahui jika sang ibu yang berkunjung. Senyumnya kian melebar mengetahui satu lagi orang tersayangnya datang.
"Hai mom, hai Jie."
Taeyong tersenyum, tangannya bergerak memegang lengan sang cucu. Mengisyaratkan agar cucunya berjalan mendekat padanya dan sang ayah. Jisung-remaja laki-laki tadi-tersenyum kikuk.
Matanya berulang kali melirik satu lagi orang yang sejak tadi berada di dalam ruangan ini. Karena memang dia lah yang rencananya akan ia jenguk siang ini. Ada sedikit perasaan sedih ketika orang itu seolah-olah tak menyadari kehadirannya, pandangannya terkunci pada sesuatu di pangkuannya.
Jeno tersadar ketika tak sengaja melihat apa yang sedari tadi Jisung perhatikan. "Ingin melihat adikmu Jie?"
Jisung tersentak. "Emang boleh?" dia bertanya dengan kikuk.
"Boleh dong, kamu kan kakaknya." ucap Jeno dengan antusias.
"Sayang, sini dedek bayinya biar aku yang gendong. Kamu istirahat aja ya?" ucap Jeno pada Jaemin.
Jaemin menoleh, bibirnya mencebik kesal. "Gak mau! Aku masih mau sama adek."
"Bentar aja, Jisung mau liat adeknya."
Kedua alis Jaemin menukik tajam. "Memangnya siapa dia? Kenapa mau liat anakku segala."
Jisung mengerjap, ada perasaan sakit ketika seseorang yang telah melahirkannya 14 tahun lalu berkata demikian. Dia merasa seperti ditusuk ribuan jarum tak kasat mata.
"Ah itu... Aku liatnya nanti aja gapapa kok yah. Mungkin buna beneran masih mau sama adek." Jisung berucap demikian lantaran tatapannya bertemu dengan Jaemin yang menatapnya tajam.
"Tuh kamu denger sendiri, lagian dia siapa sih." ucap Jaemin pada Jeno.
Jeno tersenyum kikuk mendengar jawaban Jaemin. Matanya melirik Jisung yang masih diam, namun ia pasti yakin jika anaknya itu merasa sakit hati dengan perkataan ibunya.
"Jaem, jangan gitu. Jisung kan juga anak kamu, anak kita sayang." Jeno berucap, berusaha mengingatkan jika Jaemin memiliki buah hati yang lain.
"Berhenti Jeno, kamu kenapa sih terus-terusan bilang aku udah punya anak selain Yushi?" kesal Jaemin.
Jaemin mengusap surai anak keduanya yang bernama Yushi. Membuat Jisung sedikit iri, karena sang ibu yang tak pernah membelai rambutnya. Dia sedikit iri dengan cinta yang ibunya berikan pada sang adik.
Raut wajah Jeno mengeras, ia sudah berulang kali mengatakan pada Jaemin jika Jisung juga merupakan putra mereka. Dan selalu disanggah oleh Jaemin, padahal Jeno rasa Jaemin tidak pernah mengalami hilang ingatan. Lantas mengapa istrinya itu melupakan putra sulungnya.
"Jaemin! Udah berapa kali aku bilang sama kamu? Jisung juga anak kita, kamu yang udah lahirin dia 14 tahun lalu! Kamu harus inget itu." tegas Jeno. Namun reaksi yang diberikan Jaemin membuatnya tercengang.
"Anak aku udah mati Jeno! Dia udah mati 14 tahun yang lalu gara-gara aku jatuh ditangga. Jadi stop bilang kalau anak ini Jisung anak aku! Mending sekarang kamu bawa dia pergi." pinta Jaemin.
Jeno semakin emosi, tangannya hendak merebut paksa sang putra dari gendongan Jaemin sebelum Taeyong mencegahnya. Nyonya Jung tersebut menggelengkan kepalanya pelan, netranya melirik Jisung. Mengisyaratkan agar Jeno membawa Jisung pergi dari sini.
Jeno menghela nafas, mencoba meredam emosinya. Tangannya bergerak merangkul Jisung. "Jisung pasti belum makan, cari makan sama ayah yuk?"
Mau tak mau Jisung mengangguk. Jantungnya berdegup kencang setelah lagi-lagi mendengar penolakan sang ibu, bukan pertama kalinya ia mendengar sang ibu mengatakan jika dirinya sudah tiada. Dan entah mengapa Jisung belum terbiasa dengan penolakan dari Jaemin.
Keduanya pergi meninggalkan Jaemin yang menatap penuh cinta anak keduanya dan Taeyong yang terdiam membisu. Sudah 14 tahun lamanya, namun semuanya masih sama.
"Jaemin. Mommy mau tanya boleh?" tanya Taeyong dengan perlahan, ia takut Jaemin bertindak lebih.
Jaemin menoleh sekilas. "Mau tanya apa?"
Taeyong berdehem. "Kenapa kamu yakin sekali jika Jisung sudah tiada?"
"Aku ibunya, aku yang selalu bersamanya. Dan anakku sudah mati, anakku sudah bahagia disana mom. Jadi berhenti membawa dia ke hadapanku terus-menerus. Apalagi sampai ingin membawa Yushi pergi dariku."
"Tapi Jaemin. Jisung masih ada nak, Jisung belum tiada. Anakmu masih hidup, cucuku masih ada." jelas Taeyong.
Sejak kedatangan Jaemin dan Jeno beberapa tahun silam, Taeyong merasa sedikit asing dengan menantunya. Apalagi melihat respon yang Jaemin berikan pada Jisung yang kala itu sangat antusias menyambut kedatangannya, hari itu Jaemin akhirnya kembali setelah pengobatan selama 6 tahun di Amerika.
"Mom cukup, mau sampai kapanpun anakku sudah tiada. Dan tidak ada satupun yang bisa menggantikannya." ucap Jaemin jengah.
Mengapa semua orang selalu mengatakan jika anaknya masih ada?
Anaknya sudah tiada, bahkan dia sendiri masih ingat. Dokter sendiri yang mengatakan padanya kala itu jika janin dikandungnya tidak bisa diselamatkan. Janin yang ia dan Jeno tunggu-tunggu telah tiada karena kecerobohannya. Lantas mengapa Jeno masih bersikeras jika anaknya masih hidup?
Apakah Jeno masih tak merelakan kepergian bayi mereka 14 tahun silam? Lagipula sekarang mereka sudah memiliki Yushi yang baru terlahir beberapa jam yang lalu.
Taeyong menghela nafas, menjelaskan sekali lagi pada Jaemin tak akan pernah membuahkan hasil. Berdebat pun tak ada gunanya. Yang sekarang ia lakukan adalah menunggu kedatangan ibunda dari Jaemin.
Hai. Kangen sama aku gak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Jisung
General FictionJisung tidak mengerti mengapa Jaemin seolah-olah tidak menyukai keberadaannya. Start: 17 des 2023 Finis:-