01

801 105 21
                                    

eheeeei helooow~

dengerin Fri(end)s sma amatin liriknya jd pengen bikin cerita yg kayak gitu, friendzone awkwk🙈🤣

jangan lupa streaming!!! pas streamingnya tutup mata aja, dengarkan suara syahdunya aja🔥🤣

enjoy!

*tandai typo

°~•~°


Selama 25 tahun hidup, aku rasa hari ini adalah hari paling mendebarkan— selain saat pertama kali aku masuk dan mengajar di Bina Mulya. Nervous tentu saja, tapi karena kebanyakan anak-anak yang sekolah adalah anak-anak dilingkungan tempatku tinggal, nervous-nya tidak seberapa.

Tapi hari ini mendebarkannya sungguh gila-gilaan. Aku bertemu dengan banyak orang baru yang datang ke pernikahanku, yang ternyata adalah teman bisnis Kakek Sugandi juga cucunya— ekhem, suamiku.

Yep, aku sudah resmi menjadi istri laki-laki itu hari ini. Tiga bulan setelah kedatangannya hari itu. Selama tiga bulan mempersiapkan pernikahan, aku hanya pernah bertemu dengannya satu kali. Jadi bisa dibilang hari ini adalah ketiga kalinya aku bertemu dengan laki-laki itu.

Laki-laki yang tidak menjanjikan kebahagiaan tapi akan mengusahakan nya. Laki-laki yang di awal pertemuan sudah mengajakku jatuh cinta. Cucu sulung Kakek Sugandi yang bernama—

"Teh, ini kopernya A Bian. Kata Uwa masukin ke lemari baju-bajunya, ya."

Bian, itu nama panggilannya.

Anin mendorong sebuah koper kecil ke hadapanku yang tengah terbengong di meja makan. Rumah belum sepenuhnya sepi, masih ada beberapa kerabatku yang berlalu-lalang.

"Makasih, Nin." Jawabku singkat.

"Teteh ngapain disini?" Anin menarik kursi dan duduk di sampingku. Dia mencomot kue bugis dan dengan santai menyantapnya di depanku yang sedari tadi tak memiliki selera makan. "A Bian bukannya udah ke kamar ya?"

"Ya justru karena itu." Karena itu aku bengong dan masih betah di dapur. Karena itu aku tak memiliki selera makan. Karena dia udah masuk ke kamar duluan!

Oh tidak, sebenarnya tadi aku ke kamar duluan lalu dia menyusul. Tapi karena aku bingung harus apa dan kikuk juga kalau harus berduaan dengannya di kamar, maka aku memutuskan keluar dengan alasan lapar. Tentu setelah mandi kilat dan mengganti pakaian pengantin yang ribet dan berat itu menjadi baju terusan. Bahkan saking kilatnya aku mandi, aku yakin make up yang ditempelkan para perias tadi belum bersih sepenuhnya.

Tapi sepertinya aku terlalu lama diluar. Entah apa yang sekarang tengah dilakukan Bian di kamarku.

"Ya terus, Teteh ngapain disini?" Anin menatapku dengan dahi mengerut, "ke kamar sana. Temenin."

"Malu, ah."

Kulihat Anin mendelik tapi kemudian bibirnya tersenyum jahil. "Pengantin baru tuh harusnya berdua-duaan. Ngobrol kek atau bikin bayi kek."

"Heh!" Kucubit lengan atas Anin yang berisi hingga perempuan berwajah bulat itu meringis nyeri.

"Teteh, makan belum?"

Tiba-tiba Uwa Rini datang dengan piring prasmanan yang penuh dengan beberapa menu yang disajikan di pernikahanku dan Bian hari ini.

Ayo Jatuh Cinta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang