02

1K 99 18
                                    

mencoba hal baru itu ga enak woii, sumpah. dalam hal apapun! ini nih, contohnyaಠ⁠︵⁠ಠ

jadi yaa gimana yaa balik lg ke setelan awal ye gengsss, pov saya aja alias pov penulis kayak biasa, ga bisa euy:(

yaudah lah, baca aja gih, maaf nunggu lama🤪

- - - - - -

Getar handphone diatas nakas yang berada disamping ranjang berhasil membangunkan Shafa dari alam mimpi. Untuk alarm, Shafa memang lebih menyukai mode getar handphone daripada alarm berisik dari jam weker ataupun alarm dengan nada dering memekakkan telinga.

Mata kecilnya menyipit, berusaha menyesuaikan dengan cahaya dari handphone. Jam empat pagi, jadwal bangun tetap Shafa dirumah ini. Sudah terbiasa dari kecil. Samar-samar dia bisa mendengar suara dari dapur, pasti Ibu. Meskipun Shafa terbilang bangun cukup pagi, tapi Ibu pasti bangun lebih dulu. Biasanya ia akan bergegas ke dapur dan membantu Ibu menyiapkan sarapan sambil menunggu waktu sholat shubuh.  Setelah urusan dapur dan ibadah selesai, Ibu dan Ayah akan bersiap-siap menuju ladang— hari biasanya tentu seperti itu, tapi sepertinya pagi ini agak berbeda sebab masih dalam suasana hajatan. Bukan hanya Ayah dan Ibu yang akan beraktivitas pagi sekali, karena bahkan hampir seluruh warga juga begitu.

Pergi ke ladang di pagi-pagi buta bukan hal yang aneh disini.

Shafa tentu berbeda. Dia lebih sering kembali tidur setelah sholat shubuh. Tentunya setelah memastikan pekerjaan di dapur selesai ataukah belum. Seperti membersihkan kompor, menyapu dan mencuci alat-alat dapur.

Shafa merasakan lehernya tiba-tiba merinding, baru sadar ada nafas hangat yang berhembus disana. Dengan gerakan ragu, perempuan ber-piama biru muda itu memutar sedikit kepalanya yang langsung disuguhkan wajah tenang terkesan polos milik Bian. Nafas laki-laki itu berhembus teratur. Dengan posisi seperti ini, pipi mereka tentu bersentuhan. Kulit Bian terasa mulus sekali.

Tak mau terlalu terperdaya dengan paras Bian, Shafa segera memalingkan wajah. Matanya kini beralih ke arah perut, dimana lengan Bian membelit dengan erat disana. Pelan-pelan ia angkat tangan itu, berusaha tak membangunkan tidur si lelaki untuk saat ini. Shafa akan membangunkan Bian untuk sholat shubuh nanti.

Berhasil terlepas. Ia bangkit lalu kembali ditatapnya wajah Bian yang kini mengernyitkan dahi. Saat melihat tangan laki-laki itu yang seperti tengah mencari sesuatu, Shafa dengan segera mengambil guling yang teronggok di pojokan, di dekatkan ke lengan Bian dan langsung di peluk oleh si empunya.

"Mm ... Shafa," Bian bergumam dengan mata yang masih tertutup. Shafa tersenyum kecil, mengusap kening suaminya agar kerutan disana menghilang.

Sebelum Bian benar-benar terbangun, Shafa bergegas menuju dapur. Pagi ini adalah pagi pertama ia menjadi istri Bian. Meskipun pernikahan mereka hanya didasari perjodohan, tidak ada alasan untuknya memperlakukan Bian dengan buruk. Bian tetap suaminya, jadi ia akan melayani Bian sebagaimana mestinya.

Membuatkannya sarapan salah satu contohnya.

- - - - - -

Menjelang tengah hari, rumah Shafa sudah benar-benar hening. Para kerabat dekat juga sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Hanya menyisakan keluarga Shafa saja— oh, dan tiga orang kerabat Bian yang rencananya akan pulang sore nanti, begitupun dengan Kakek Sugandi.

Kakek Sugandi mengatakan bahwa Bian akan tinggal di desa ini setidaknya dua minggu atau juga satu bulan. Katanya Bian sudah lama tidak menghirup udara bersih dan segar pedesaan. Jadi Kakek Sugandi memberikan jatah cuti kantor lebih lama untuk cucunya. Tapi Bian bilang, itu percuma karena dia akan tetap work from home. Mana mau dia meninggalkan kantor selama itu, bisa-bisa saat kembali ruangannya akan penuh dengan dokumen yang harus ditandatangani.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ayo Jatuh Cinta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang