Chapter~ 3
-Alter Ego-
Puas meresapi kesedihan yang membawanya pada trauma yang mendalam. Jungkook bangkit dari duduknya di lantai. Berdiri tepat di samping kakaknya yang masih tampak lelap dalam tidur tanpa mimpi buruknya.
Seandainya jika kejadian malang yang menimpa kakaknya, Jungkook sudah sedewasa ini. Mungkin hanya nyawa yang dapat untuk menebus semua perbuatan keji pada waktu itu. Namun sayangnya, Jungkook hanyalah bocah berusia 14 tahun pada saat itu. Remaja tanggung yang hanya berani bersembunyi di kolong meja dapur ketika kakak tertuanya berteriak histeris minta tolong dan berlari ke sana ke mari membawa suara tangisnya yang tergugu. Jungkook masih ingat, wajah-wajah orang yang sudah membuat keluarganya hancur. Dan Jungkook bersumpah jika ia juga akan menghancurkan orang-orang itu, sampai ke anak cucunya.
Yoongi sudah menunggunya di ruang tamu selama kurang lebih dua jam. Mengganggu Jungkook ketika sedang menangis bukanlah hal yang baik. Seokjin dan Jungkook adalah kakak beradik yang sama-sama memiliki trauma dari orang yang sama. Orang yang seharusnya mengayomi mereka berdua. Memberikan kasih sayang yang hangat. Tapi pada nyatanya, orang itu adalah penabur duka dan luka yang tak ada obatnya.
"Benarkah dia akan datang, Jungkook~?" Tanya Yoongi selaku dokter pribadi Seokjin. Mata Yoongi terus menatap focus pada wajah Jungkook. Yoongi hanya ingin memastikan jika Jungkook baik-baik saja.
"Hum..." Jungkook mengangguk lemah sembari mengedarkan pandangannya yang kosong. Ke mana saja asal jangan bertemu pandang dengan Yoongi. Jungkook tahu jika Yoongi saat ini sedang memeriksa keadaan mentalnya. Dan Yoongi sangat pandai membaca ekpresi seseorang.
Yoongi yang sadar sedang dihindari Jungkook pun hanya bisa mengulas senyum tipisnya sembari berdiri dari tempat duduknya dan mengatakan ingin memeriksa keadaan Seokjin sebentar. Yoongi harus mengecek detak jantung dan detak nadi Seokjin pasca syndrome baby blues nya kambuh seperti beberapa saat lalu. Mungkin Seokjin akan tampak tenang, tapi itu adalah pengaruh obat. Sejatinya Seokjin masih jauh dari kata baik-baik saja.
Ketika Yoongi masuk ke dalam kamar Seokjin, datanglah Hoseok. Hoseok juga seorang dokter. Ada dua dokter yang dipekerjakan secara pribadi di keluarga Jeon. Dan Hoseok adalah dokter yang dibayar untuk memantau perkembangan Jungkook selama menjalani pengobatan. Tapi menangani Jungkook bukanlah hal yang mudah.
"Sampai kapan Seokjin hyung harus seperti itu terus? Bukankah itu sangat sakit dan menyiksa?" Tanpa menatap mata Hoseok, Jungkook melontarkan pertanyaannya. Hoseok pun sama seperti Yoongi, hanya bisa tersenyum melihat Jungkook yang menghindari temu pandang dengan dirinya.
Jungkook didewasakan oleh trauma. Kehilangan ke dua orang tuanya, dan masih harus dihadapkan dengan kakaknya yang jika orang awam bilang, Seokjin itu gila. Jadi jika Jungkook terkadang menjadi Jungkook dan terkadang menjadi bukan Jungkook, maka itu adalah bentuk perlindungan dirinya.
"Kau sendiri, kapan akan melepaskannya. Melupakannya dan merelakannya. Biarkan 'dia' menerima keadaanya apa adanya. Dan menyembuhkan lukanya sendiri." Hoseok duduk dengan santai di sofa sebelah kiri tempat duduk Jungkook. Dan masih dengan ekpresi yang sama, Jungkook menggeleng lemah.
"Aku tidak akan melepaskannya, aku akan melindunginya sampai kapanpun. Terkadang 'dia' suka lepas kontrol, jadi harus ada aku yang menakannya. Dan jika kau mengatakan jika 'dia' harus menyembuhkan lukanya sendiri, maka akulah obatnya." Seru Jungkook yang sekilas mencuri pandang pada Hoseok yang masih tampak betah menatapinya. Entah apa yang sedang dicari Hoseok dengan terus menatap wajah Jungkook.
Sudah ada 4 sesi pertemuan yang tidak Jungkook hadiri. Meski dalam 24 jam Hoseok selalu berada di kediaman keluarga Jeon, tetap saja, sesi antara dokter dan pasien itu adalah wajib. Tapi sudah beberapa kali pertemuan yang entah Jungkook sadar atau tidak jika dirinya tidak hadir.