🌿25

76.5K 6.9K 664
                                    

"Mamah!"

Kaleza memejamkan matanya, bahkan untuk sekadar meneguk ludah saja Kaleza harus berusaha.

"Nak," suara lain tanpa sadar mengurai sedikit ketegangan yang terjadi di ruany utama mansion.

Ira yang muncul di balik tubuh Kaleza, berlari kecil menghampiri Zairo lalu segera mengambil alih Geva. Tak lupa, wanita yang sudah menjadi pengasuh Geva selama 6 bulan itu menjauhkan Geva dari jangkauan pandangan Zairo agar berhenti menatap wajah Geva.

"Maaf, Tuan. Saya tidak sadar anak saya keluar. Maaf sekali lagi." ujar Ira sembari menenangkan Geva yang berusha memberontak dalam pelukannya.

"Mamah! Mamah!"

Suara Geva jelas saja mengganggu Zairo. Dan itu disadari Kaleza. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauh dari ruang utama juga menjauh dari Geva yang masih merengek di pelukan Ira.

"Lain kali jangan ceroboh." tutur Zairo yang Ira angguki beberapa kali. Perempuan itu berpamitan seraya itu menyembunyikan wajah Geva yang ingin menyembul menatap Zairo.

"Papah!"

Suara Geva yang memanggil Zairo sebutan papa langsung dengan cepat Ira tutup mulutnya agar tidak bersuara lagi. Sedangkan di sisi lain, Zairo yang belum melepaskan tatapannya, entah mengapa dirinya merasa memiliki ikatan kuat kepada anak yang beberapa saat lalu digendongnya.

Tapi Zairo tidak tau ikatan apa itu.

Memutuskan pikiran absurdnya, Zairo melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Beralih di sisi lain, Kaleza yang sudah menunggu kedatangan Ira sejak tadi, tak mampu menahan rasa leganya begitu sang pengasuh masuk ke dalam kamar.

"Geva," Kaleza memeluk erat tubuh mungil itu, tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana takutnya Kaleza tadi. Jika Ira tidak datang tepat waktu, maka semua yang ia sembunyikan akan berakhir detik itu juga.

"Maaf, Dek. Bibi tadi ke toilet sebentar. Pas balik, Geva udah gak ada. Salah Bibi juga lupa kunci pintu." ujar Ira tanpa meninggalkan nada sesal.

Kaleza segera memberikan gelengan, lebih dari itu Geva sudah aman bersamanya. "Gak apa, Bi. Yang penting Geva udah sama-sama kita."

Kaleza tidak tau sampai kapan dia menyembunyikan Geva. Kaleza ingin pergi dari sini, tapi tidak bisa. Seluruh gerak geriknya selalu diawasi, dia harus menemukan timing yang tepat.

"Untuk pernikahan tuan, Bibi dengar kamu ikut design baju pernikahan nona Alina, ya?"

Kaleza menatap Ira, lalu melirik Geva yang sibuk meracau. "Yaa, gitulah Bi."

"Kamu, gak papa kan?"

Kaleza yang sedang menjawil hidung mancung Geva, sekilas menghentikan kegiatannya. Seulas senyum tipis tercipta di bibirnya.

"Aku sih santai aja. Terpenting Geva ada di sini dan aman, itu sudah lebih dari cukup buat aku."

Ira tak lagi mempertanyakan jawaban Kaleza, sejauh yang ia kenal, Kaleza merupakan sosok yang penuh pendirian. Tidak mudah terbawa perasaan serta peka apa yang terjadi di sekitarnya.

🌿🌿🌿

"Kita bercerai saja, toh kamu juga cintanya sama orang lain kan."

Zairo terbangun dari tidur singkatnya usai mimpi itu kembali hadir setelah sekian lama. Netranya menatap kosong langit-langit kamar.

Kenapa harus mimpi itu lagi.

Sedangkan di sisi lain Kaleza juga terbangun setelah mengalami mimpi buruk. Tiap mengingatnya, Kaleza jadi merinding sendiri di mana dalam mimpi itu ia melihat seorang wanita yang berdiri di tengah derasnya badai hujan. Tubuhnya penuh luka hingga sebuah mobil besar melintas lalu menabrak tubuh ringkih itu.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang