03. GADIS PICK ME

17 13 3
                                    

"ENSO merupakan kepanjangan dari El Nino Southern Oscillation. ENSO ini bisa di bilang anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik. ENSO negatif menyebabkan La Nina, dimana La Nina diartikan sebagai penurunan suhu permukaan laut. Akibatnya daerah Pasifik bagian tengah dan timur mengalami hujan lebat dan gangguan tropis. Sehingga La Nina mengganggu para nelayan yang sedang melaut. Dari sini ada yang ditanyakan?"

"Buk?" Primara mengangkat kelima jarinya. Tatapan seisi ruangan kini tertuju pada gadis ambis itu.

"Iya Primara, apa yang ingin kamu tanyakan?" Bu Resa mempersilahkan anak didiknya untuk bertanya.

"Maaf sebelumnya, menurut saya materi yang ibu sampaikan mengenai ENSO ada yang perlu diluruskan karena beberapa tidak tervalidasi dengan tepat."

Bu Resa, guru mapel geografi siang ini tampak tercengang. Raut muka bingung terlintas pada wajahnya. Para siswa penghuni kelas saling berbisik. Mereka mencibir tindakan Primara yang terkesan menggurui dan sok bijak. Primara hanya acuh dengan situasi sekeliling. Mereka tidak akan paham maksud Primara. Beda pemikiran.

"Yang bener aja kamu, Prim. Aku aja belum paham." Aruma bergumam pelan.

"Silahkan, apa jawaban valid kamu mengenai materi yang saya sampaikan barusan?" tanya Bu Resa.

"ENSO negatif memang menyebabkan adanya penurunan suhu permukaan laut atau La Nina. Jika suhu permukaan laut turun, otomatis awan yang terbentuk akan  berkurang. Sehingga area Pasifik tengah dan timur tidak mengalami gangguan tropis. Nelayan pastinya akan semakin gencar untuk mencari ikan. La Nina juga menyebabkan peningkatan curah hujan namun di bagian Pasifik Barat. Akibatnya daerah Pasifik Barat mengalami hujan lebat, tanpa terkecuali Indonesia."

Primara melontarkan kalimat panjang itu dengan lugas, tanpa ragu sedikit pun. Cara bicara gadis itu terbilang keren. Tanpa belibet dengan jeda dan intonasi yang tepat. Pastinya tanpa mengurangi rasa hormat kepada Bu Resa yang lebih sepuh darinya.

"Lalu, jika saya tadi mengatakan gangguan tropis di Pasifik tengah dan timur. Fenomena apa yang seharusnya terjadi?" Bu Resa ingin mengetahui lebih tentang muridnya ini. Cukup menarik.

"El Nino, dimana fenomena ini kebalikan dari La Nina. Sehingga daerah Pasifik tengah dan timur mengalami cuaca buruk."

Bu Resa terpukau dengan keberanian Primara. Selama ini jika dirata-rata kebanyakan siswa tidak berani untuk menyalurkan sebuah argumen juga keaktifannya di dalam kelas. Bu Resa sudah sering di hadapkan dengan situasi demikian. Kali ini sepertinya guru itu menghadapi siswa berpotensi.

Tangan Bu Resa membuka lembaran buku tebal di atas meja. Mencari beberapa bukti tentang jawaban Primara apakah memang benar adanya. Pada halaman 243, materi ENSO dan seputar La Nina langsung menjadi pusat mata Bu Resa.

"Jawaban kamu benar Primara. Maaf anak-anak saya kurang teliti. Seorang guru memang tidak luput dari kesalahan, bahkan saat mengajar. Tapi Primara berhasil membuat saya takjub. Terima kasih sudah membenarkan."

Bu Resa tersenyum hangat. Guru itu tidak marah sama sekali. Ia malah senang mendapati murid seperti Primara. Sangat langka.

"Sama-sama, Bu." Primara menanggapi dengan ramah.

"Baik, sepertinya lima menit lagi istirahat akan berlangsung. Kita lanjutkan materi iklim dan cuaca di pertemuan berikutnya. Jangan lupa belajar! Saya akhiri dan selamat siang." Bunyi sepatu pantofel milik Bu Resa meluruh sepeninggalnya dari kelas Primara.

Aruma yang sedari tadi antusias menggeser kursinya untuk mendekat ke meja Primara. Bisa dibilang Aruma duduk tepat di samping meja Primara. Deretan bangku depan yang konon ditempati anak-anak pintar. Namun, alasan Aruma menduduki bangku ini tak lain karena matanya yang minus. Tau sendiri kan? Kalau Aruma ini menggunakan kacamata.

"Kamu keren banget tadi. Pasti alumni SMP favorit ya? SMP di kota besar ini juga, Prim?" Aruma langsung saja memberikan pertanyaan beruntun.

"Biasa aja si, Rum. Gue emang alumni SMP terbaik di kota ini. Eh, btw makasih loh." Primara tidak enak jika sudah dipuji seperti ini. Menurutnya itu berlebihan. Ia hanya berusaha menjadi siswa yang sebenarnya.

"Nanti ajarin aku ya? Aku pengen bisa juga kayak kamu."

"Boleh. Gue nggak akan pelit ilmu kecuali lo nyontek aja si."

Aruma malah nyengir diikuti dengan kekehan kecil.

"Najis! Sok pinter. Palingan juga liat gugel."

Primara tersenyum mendengar cemoohan itu. Bukan tidak peduli! Gadis itu hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan kata-kata skakmat.

"Ayo keluar, Rum!"

Primara bangkit dari kursinya. Aruma membenarkan kursinya terlebih dahulu ke tempat semula. Gadis itu lalu membuntuti Primara dari belakang. Sejenak Primara menghentikan langkahnya di ambang pintu kelas. Matanya menyorot tajam pada siswi yang sempat mencemoohnya tadi.

"Punya otak ngapain liat gugel. Btw nggak ada bedanya air liur anjing sama air liur mulut busuk lo. Sama-sama najis."

•••

"Yuhuuu..... Semangat ganteng!"

"Crush kesayangan gue harus menang pokoknya. Ayo dong semangat!"

"Emang crush lo ada berapa si say, hah?

"Semua cogan perfek. Empat yang utama. Satu LDR-an, kalau yang ini kesayangan soalnya gans tingkat dewa."

"What? Yang bener aja lo, Ken?"

"Aduhhh..... Diem deh lo!"

"Semangat semangat semangat semangat semangaaaattt!"

Aruma benar-benar di buat melongo oleh kakak kelas yang berdiri di sebelahnya. Berbeda dengan Primara yang kini mengeluarkan kotak earphone. Bersiap untuk menyumpel telinganya agar terhindar dari kebisingan oknum sebelah.

Primara dan Aruma memutuskan untuk melihat pertandingan badminton di lapangan. Belum ada lima menit, kedua gadis itu sudah dihebohkan dengan kedatangan kakel perempuan beserta payung biru yang menemaninya. Gadis dengan bandana  putih bercorak itu datang bersama laki-laki feminim yang sepertinya sangat karib.

Primara memutar mata jengah. Menurutnya kakak kelasnya ini sangat lebay. Memakai cardigan, sepatu boot dan juga payung dengan rambut yang diurai sebahu. Make up-nya terpoles dengan sempurna seolah buta razia. Pernak-pernik yang dipakainya memberikan kesan anak konglomerat bergengsi. Sikapnya cukup memberi tau bahwa ia adalah gadis pick me.

"Apa dia nggak malu diliatin banyak orang?" Aruma berbisik.

"Urat malunya udah putus kali. Maklum pick me."

Primara jadi bertanya-tanya sekarang. Apa Shen dan Agras juga menjadi sasaran gadis berpayung itu? Sangat menjijikkan jika itu memang benar. Apalagi dengar-dengar Agras itu cowok famous yang banyak ditaksir. Ntahlah, Primara tidak peduli. Ia malas berurusan dengan gadis pick me. Tidak selevel.

"Jangan-jangan vampir, Prim. Takut matahari gitu kayaknya." Aruma malah tertawa setelah mengatakan hal itu. Jujur saja rasanya Primara ingin ikut tertawa sekarang juga.

"Ada-ada aja lo, Rum."

"Keliatannya dia anak orang kaya. Cewek banget penampilannya. Lumayan cantik juga."

"Percuma kalau pick me. Dikira hidup cuma demi perhatian cowok apa."

Primara kembali melirik pada gadis berpayung di sebelah Aruma. Tanpa disangka, gadis itu ternyata sedang menatap Primara dengan tatapan tidak suka.

______________________________________

Kayaknya part ini agak ngebosin karena awal-awal paragrafnya panjang. Mungkin yang suka pengetahuan ga bosen si. Tapi nggak papa. Anggep aja itu ilmu baru dan semoga bermanfaat 😺

Salam,
terima Shen dan Agras

METAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang