III : Loh, Kalah start?

75 13 1
                                    

...

Hari ini hari minggu, hari di mana sekolah sudah dipastikan libur. Panji hari ini tak melakukan apapun, selain bangun tidur lantas mandi, sarapan, dan kembali bermain dengan ponselnya.

Panji hanya menatap ponselnya dengan kosong, melihat beberapa video yang terpampang dari aplikasi toktok. Ia bosan sekali hanya melihat teori konspirasi, orang berjoget, kisah sejarah, serba serbi makanan, rasanya sesuatu monoton yang dilakukan oleh para konten kreator yang kehabisan ide.

Panji beralih menatap tumpukan buku di meja belajarnya, hari ini ia rasa tak ada tugas, dan ia hanya menghela napas karena pastinya ia akan bosan seharian. Panji meletakkan ponselnya di kasur lantas merebahkan tubuhnya, merenung menatap langit - langit kamar.

Hingga tiba - tiba, otaknya memikirkan Laskar.

Apa yang dilakukan Laskar hari ini? Apakah Laskar sibuk dengan hal hal berbau kimianya atau tengah bersantai? Atau sama bosannya sehingga Laskar hanya akan merebahkan tubuhnya di ranjang?

Ada rasa ingin bertanya, setidaknya bertukar pesan, tapi, ia saja tak punya nomor Laskar, bahkan media sosialnya. Panji lupa tak menanyakannya, tapi, ia sendiri juga lebih suka mengobrol tatap muka ketimbang bertukar pesan dan akan canggung ketika bertatap muka, karena itu ia sama sekali tak menanyakan nomor atau media sosial Laskar, walau sebenarnya ia ingin sekali agar ia bisa mengobrol banyak dengan Laskar.

Percakapan kemarin rasanya hanya sekedar formalitas selaku senior dan junior. Mereka belum bercakap sesantai itu. Panji masih kaku, bahasa Laskar juga masih terdengar kaku dan canggung bagi Panji, benar - benar hanya seperti senior pada junior.

Panji masih melamun menatap langit - langit kamar, perlukah ia mencari topik bila bertemu Laskar di sekolah lain kali? Misalnya mendekati Laskar, mengantar Laskar pulang bila Laskar tak membawa kendaraan, atau sekedar mengobrol tipis - tipis ketika mereka berpapasan dan tidak menghentikan topik?

Panji menampar pipinya sendiri, kenapa ia seperti terlihat bodoh sekali ketika jatuh cinta begini?

Jujur, Laskar itu menarik, walau Panji belum begitu tahu bagaimana Laskar. Pertama kali melihat Laskar, benar - benar Panji rasakan jantungnya berdetak cepat, cinta pada pandangan pertama memang bajingan sekali.

Laskar benar - benar definisi sempurna bagi Panji, wajahnya, tawanya, suaranya, senyumannya, tatapannya, benar - benar menawan. Bila suatu saat ia bisa mendapatkan Laskar seutuhnya, bisa dipastikan kalau ia akan jatuh cinta setiap hari pada Laskar, berkali - kali.

Gila, belum dimiliki saja sudah banyak sekali bayangannya.

Lama ia melamun, hingga ia merasakan jeweran maut sang mamak yang tiba - tiba masuk dalam kamarnya. Ia memekik sakit dan refleks terduduk, hampir saja berkata kasar andai ia tak melihat kalau yang tengah menjewernya adalah sang mamak.

"Bagus kau tiga kali panggil tak datang datang, tuli?!" jeweran itu mengeras, hingga Panji memekik semakin keras.

"Aduh, mak! Kasar kali loh. Maaf, bukan tuli, aku–aduh mamak tolong lepas dulu!" hingga akhirnya jeweran dilepas dan Panji menghela napas lega, bisa dipastikan kalau telinga Panji sudah merah padam.

"Dipanggil tiga kali tak datang datang, awas kau tuli benar ku jewer lepas telinga kau," Panji meringis ngeri, lantas dengan sigap memegang telinganya.

Locked Out Of Heaven | JongsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang