5. kecewa

1.2K 63 0
                                        

Typo bertebaran~

***

Terlihat seorang wanita paruh baya yang menyiram bunga di halaman rumahnya, parasnya masih ayu. Ia bersenandung kecil.

Kegiatan menyiram bunganya terhenti, ketika Notifikasi dari Handphone nya berbunyi.

Alvero

Bun, al mau ketemu.

Rean-wanita yang tadi menyiram bunga itu. Mengerutkan keningnya. Baru saja Rean ingin membalas bahwa dirinya tak bisa, namun pesan Alvero mengejutkan dirinya.

Alvero

Bunda ga usah cari alasan lagi, aku udah di depan gerbang.

Rean berjalan keluar gerbang, dan benar. Disana sudah ada Alvero. Dengan senyum terpaksa, Rean mempersilahkan Alvero masuk.

•••

Alvero duduk dikursi ruang tamu, sembari menunggu sang bunda menyiapkan minum untuknya. Matanya terus melihat kesana-kemari guna mencari foto sang adek.

Namun hasilnya apa? Yang dia temukan hanya foto keluarga, yang berisikan 4 orang didalam-nya.

Satu laki-laki yang dipastikan itu suami baru bunda-nya, lalu bunda-nya, kemudian anak laki-laki yang mungkin berusia 5 tahu. Dan anak perempuan yang se-umuran dengannya.

Sebenarnya, ini kali pertamanya Alvero bertamu di rumah baru bunda-nya. Jadi wajar bila dia bereaksi seperti ini.

Rean datang lalu duduk didepan Alvero.
"Liat apa sih, bang? Sampe segitunya."

"Dia siapa, Bun?" Tanya Alvero menunjuk foto itu.

"Oh, itu anaknya dari sua-"

"Adek mana, Bun?" Alvero memotong ucapan Rean, ia bertanya secara langsung.

"O-oh adek ya, i-iya dia lagi ga dirumah," jawab Rean terbata-bata.

Alvero mengerutkan keningnya, setelah melihat gelagat bicara sang bunda.

"Lalu, kenapa dia ga ikutan di foto?" Tanya lagi.

"Adek itu ga suka di foto, jadi dia ga ikutan." Jawab Rean meyakinkan.

Alvero terlihat tak puas akan jawaban Rean. "Udah deh, Bun. Jujur aja, dimana adek? Dimana Nana, Bun?"

Rean menghela napas. "Baiklah, sepertinya sudah saatnya kamu tau. Anak itu gada disini, lebih tepatnya bunda simpen dia di depan rumah orang."

Deg. Alvero menatap bunda-nya dengan wajah tak percaya, bahkan. Untuk sekedar menyebutkan nama 'Nana' saja, Rean tak bisa?

"T-tapi, kenapa Bun? Kenapa bunda buang dia?!" Ucap Alvero sedikit berteriak, bibirnya bahkan kelu untuk memanggil Rean dengan sebutan 'Bunda'.

"Bunda terpaksa al."

"Alvero kecil masih ingat, bunda berjanji akan merawat dia dengan baik! Tapi nyatanya, apa?!" Tekan Alvero.

"Sudah bunda bilang, sayang. Bunda terpaksa. Bunda tak sanggup membiayai anak itu."

"Sekarang dia dimana? Bisa anda memberikan saya alamat rumah itu?" Sudah cukup, Alvero terlalu kecewa untuk memanggil Rean sebagai bunda-nya lagi.

Rean menghela napas mendengar Alvero tak memanggil nya bunda.

"Bunda tak yakin bila dia masih ada disana."

"Anda tak usah banyak bicara, cukup beritahu dimana rumah itu!"

"Jalan xxx."

"Terima kasih sudah menjadi bunda saya, terima kasih sudah melahirkan saya dan yang lainnya. Saya kecewa kepada anda, yang dengan tega-nya membuang adek saya. Cukup sampai sini, anda jangan lagi menghubungi saya. Saya pamit." Alvero menatap Rean dengan tatapan kecewa. Ia melangkahkan kakinya keluar.

"Maaf..."

•••

Nana termenung di balkon kamarnya, ia memikirkan ucapan Kaivan di Cafe tempo hari.

Bagaimana jika ucapan Kaivan ada benarnya? Kepribadian dia dan sang kakak memang sangat jauh berbeda.

Nana memegang kalungnya. Mentari-mendiang bunda-nya. Mengapa hanya memberikan kalung padanya saja, tapi tak memberikannya pada Zergan juga?

Zergan yang berjalan hendak kebawah, melihat pintu kamar Nana dan mendapati gadis itu termenung dibalkon.

Zergan menghampiri sang adek. Ia usak kepala adeknya. "Kenapa hm? Ada yang mengganggu pikiran, kamu?"

Nana menatap Zergan. "Gapapa, Nana cuma mau dipeluk abang."

Zergan terkekeh. Ia peluk tubuh kecil adeknya itu.

"Udah, biarin aja. Gua gak mau lo pergi." Batin Zergan. Ia mengeratkan pelukannya, di kecup nya kepala sang adek.

***

Ekhemmm, gimana nih? Wkwk

Makasih buat kalian yang udah vote, komen, dan follow aku, pren!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK!!!

Nana Grizsella [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang