╾─╼━01━╾─╼

6 2 0
                                    

Elara berjalan melewati lorong yang terlihat menyeramkan baginya. Dia kebingungan, Elara seperti orang linglung.

Lukisan-lukisan dengan lentera yang terpasang terlihat begitu ketinggalan jaman. Bahkan dari dinding dan lantai yang dia pijak juga tampak begitu kuno.

Sepi, hanya beberapa pelayan saja yang terlihat membersihkan lukisan atau lantai.

Pipinya dia garuk pelan. Elara benar-benar kebingungan. Dia di mana? Kenapa semuanya terlihat aneh dan pucat? Apa neraka memang seperti ini? Tapi, dari cerita yang dia dengar, akhirat tidak seperti ini.

"Elara, sayang, jangan berkeliaran sendiri. Kondisimu belum membaik."

Elara nyaris terkena serangan jantung, saat orang yang dia lihat pertama saat membuka matanya kemarin, berada di sebelahnya. Secara tiba-tiba. Elara tidak tau bagaimana pria yang jauh lebih tinggi darinya itu bisa tiba-tiba berada di sebelahnya.

"Ayo kembali ke kamar, kau harus memulihkan energimu. Aku tidak ingin kau kenapa-napa."

Elara entah kenapa bisa begitu mudah menjalankan perintah pria itu. Walaupun jiwa bar-barnya ingin kabur. Tapi, tempat yang dia datangi sekarang terlihat begitu asing. Yang bahkan, listrik saja tidak ada.

"Berbaring saja di sini, aku akan menyuruh pelayan untuk mengambilkan makanan untukmu."

Elara diam, memperhatikan pria berpakaian bangsawan yang duduk di atas ranjang sama dengannya. Mengusap pipinya lembut. Juga tatapan dalam dan hangat yang dia berikan.

Perut Elara sedikit tergelitik. Dia merasa semua ini tidak asing. Tapi, jelas-jelas hal ini sangat asing.

"Tu-tuan ..."

"Ah! Ah! Jangan memanggilku seperti itu. Panggil aku seperti biasanya. Yoonsung."

Elara mengerjap, dia memilin selimut yang membungkus kakinya sampai pinggang. Yoonsung tersenyum, dia beralih menyentuh leher Elara. Yang lebih muda, berjengkit kaget. Dia menjauh, menyentuh lehernya pelan.

Bukan. Bukan karena ingat dia yang dicekik oleh mantannya. Tapi, dia merasa kalau tangan Yoonsung terasa begitu dingin.

Yoonsung tersenyum teduh, "Tidak apa kalau Lara tidak mengingat apapun. Asalkan Elara sudah kembali." katanya membuat Elara merinding.

"Aku anu itu-"

Tok! Tok!

"Pangeran, saya membawa makanan."

Yoonsung bangkit. Dia berjalan menuju pintu. Meninggalkan Elara yang kebingungan setengah mati. Bukannya Yoonsung terus berada di kamarnya, lalu kapan dia meminta makanan pada pelayan? Dan tidak ada ponsel di sini.

"Jangan gunakan otak cantikmu itu untuk berpikir terlalu keras."

Elara berkedip. Dia bingung. Sungguh. Sebenarnya apa yang terjadi di sini.

"Kau terlihat sekali bingungnya."

Tentu saja. Elara awalnya hidup di dunia yang sudah sangat modern. Bukan hidup di dunia antah berantah seperti sekarang. Tempat tinggalnya bahkan sangat tinggi. Yang sejauh mata memandang, hanya hutan yang Moona lihat.

"Aku akan menjelaskannya, tapi makan dulu, ya. Kau sudah 2 hari tidak makan, pasti lapar."

Elara menatap nampan yang sekarang berada dipangkuannya. Sepiring bubur dengan gelas berisi cairan merah. Elara mengernyit, dia kembali menatap Yoonsung.

"Kau mau aku menyuapimu seperti biasanya?"

Elara menggeleng. Dia memakan buburnya cukup terburu. Yang untungnya tidak membuat Elara tersedak.

𝐄𝐗𝐂𝐇𝐀𝐍𝐆𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang