"Kenapa Om-om itu harus datang kerumah si?"
Lucian mondar-mandir di balik pintu dapur. Dengan mulut yang menggerutu kesal karena melihat sosok pria yang mengaku sebagai ayah kandungnya itu datang mengunjungi rumahnya. Biarpun mulutnya menggerutu kesal, namun masalah kunyah mengunyah nomor 1 bagi Lucian; di genggaman tangan kecilnya terdapat satu buah semangka dengan setengah potongan berukuran lumayan besar yang sedang di gigitnya, ia butuh yang segar-segar selepas menyiram tanaman, capek!
"Tau ah! Mending aku makan buah," Lucian mengambil posisi duduk bersila di bawah meja makan. Jangan salah! Biarpun bawah meja makan disitu sudah seperti supermarket buah. Banyak hasil buah yang di petik maupun yang di ambil dari lemari pendingin yang di taruh disitu untuk dimakan sendiri olehnya.
Jeruk, stroberi, anggur, apel, pir, potongan buah nanas dan semangka yang sudah di taruh piring. Semua tersedia, dan semua itu hasil kerja keras dari bangun paginya. Menikmati buah sambil memasang telinga untuk menguping perbincangan antara ayahnya dengan Om-om yang dihindarinya itu.
"Gimana kalo nanti itu Om-om bilang yang sama ke ayah! Gak bisa di biarin ini!"
Lucian merangkak keluar dari bawah meja, berancang-ancang siap membuka pintu namun tiba-tiba teringat, "Tapikan ini lagi nguping?..." Ujarnya penuh kebingungan. "Balik lagi deh," setelah berpikir beberapa saat, pun anak itu memilih untuk kembali ke tempatnya semula.
Menikmati kembali buah tanpa peduli dengan bajunya yang basah terkena air dari buah itu.
"Apakah anda sudah mendengar tentang berita beberapa tahun yang lalu?"
"Berita apa?" Lucian segera pasang telinga untuk mendengar lebih jelas, tentunya dengan sepiring nanas yang berada di pangkuannya, dengan sebuah garpu untuk mengambil buahnya.
"Tentang keluarga saya yang kehilangan anak kembar,"
Lucian merenung, memikirkan ucapan pria itu. Anak kembar? Mungkin anak kembar yang di maksud ia dan kembarannya, karena yang Lucian tau kalau dirinya adalah anak angkat dari ayahnya. Dan juga fakta lainnya, Lucian juga mempunyai kembaran. Lucian jadi sedikit percaya dengan perkataan pria itu waktu di sekolah.
"Saat itu kedua anak saya di culik oleh salah seorang rekan bisnis saya. Saya sudah berusaha mencarinya selama beberapa tahun ini namun tidak tanda-tanda apapun, baik itu dari penculiknya, atau dari kedua anak saya. Dan Minggu kemarin salah satu anak saya mengatakan, mereka menemukan seorang anak dengan rupa yang mirip dengan mendiang istri saya dan namanya pun mirip dengan salah satu nama kedua anak saya yang hilang."
Lucian masih menyimak dengan tenang, dengan mulut yang terus menguyah buah yang berbeda-beda. Saat ini anak itu sedang menguyah buah anggur, lihat saja pipinya begitu bulat akibat buah yang dihisap sarinya secara perlahan dan baru dikunyah.
"Saya pun mencoba bertemu dengan anak itu.... Dan mengambil sedikit sampel rambutnya untuk dilakukan tes DNA,"
Berarti, waktu pertama ketemu?.... Yang tidak sengaja tertabrak olehnya saat itu. Jadi Om-om itu mau ketemu dengannya. Lucian manggut-manggut mengerti.
"Hasilnya seperti dugaan saya, bahwa Lucian Hartley adalah anak kandung saya. Dan hari ini saya ingin membicarakan kembali tentang hal tersebut, bolehkah saya membawa- ah, tidak, berbincang dengan Lucian. Hanya sebentar saja, bagaimana tuan Adhi?"
Lucian menganga tak percaya. Jadi ia benar-benar anak dari Om-om itu? Wahh, kenapa juga waktu itu ia tidak percaya kalau Om itu aja seyakin ini sampai datang ke rumahnya. Tapi ketika mengingat sang adik, Lacion Hartley. Rasa benci itu tiba-tiba muncul di hatinya, hingga berpikir untuk menolak pria yang mengaku ayah kandungnya itu. Lucian jadi merasa bersalah.
Buah yang masih tersisa beberapa itu tiba-tiba terlupakan oleh Lucian.
"Ian harus gimana?"
Lucian menekuk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tersebut dengan tangan yang melingkar apik di kaki. Saat ini mood nya sedang tidak bagus. Lucian butuh seseorang untuk dijadikan tempat bercerita, butuh Afkar. Tapi, handphone nya berada dalam kamar dan Lucian malas mengambilnya karena nanti akan bertemu dengan Om-om itu.
"Apa Ian kabur aja....?" Kedua netranya dengan nakal melirik pintu belakang yang mengarah ke hutan juga kebun belakang. Rencana kabur agar terhindar untuk berbicara dengan pria itu tiba-tiba terlintas dan sekarang bocah menggemaskan kita sedang bersiap-siap.
Mengambil sandal, topi berkebun agar tidak kepanasan, kantong plastik berukuran sedang yang berisi makanan juga minuman yang di ambil dari kulkas dan lemari penyimpanan makanan.
Anak itu benar-benar sudah siap.
"Ayah, Ian izin keluar sebentar ya."
"Iya, jangan lama-lama."
Lalu cekikikan, merasa geli dengan tindakannya yang meminta izin dan menjawabnya sendiri. Lupakan.
Merasa tidak ada yang melihatnya. Lucian langsung meluncur memasuki hutan, menuju tempat rahasia paling amannya dan ternyamannya. Tempat rahasianya lumayan jauh dari kawasan rumah maupun tempat biasa berburu dan memancing.
Air terjun menjadi tujuannya. Di sana terdapat sebuah Gua besar, dibalik air yang mengalir turun. Lucian sering bermain disana disaat sang ayah tidak ada di rumah, maupun di saat bosan. Kaki kecilnya menyusuri jalan yang di penuhi daun kering tersebut. Hingga beberapa menit kemudian terlihatlah sebuah air terjun yang mengalir ke bawah dengan indahnya.q
Lucian tersenyum sumringah. Dengan segera kaki kecilnya berjalan menuju Gua di balik air terjun itu. "Nika! Ian datang nih!" Suaranya menggema di Gua itu.
"Nika!"
Sekali lagi Lucian memanggil dan tak berapa lama kemudian muncullah sesosok hewan kecil berupa anak burung hantu yang terbang dan hinggap di pundak bocah menggemaskan itu. Lucian tersenyum senang saat merasakan cakar dari burung hantu itu di pundaknya.
Burung hantu yang di beri nama Nika ini adalah burung hantu hasil temuannya saat berburu. Lucian ketika berburu suka berqqpisah jalur, dan saat berpisah itu ia tak sengaja menemukan seekor anak burung hantu yang tergeletak tak berdaya di samping sebuah pohon besar, sepertinya terjatuh dari sarang. Dan tanpa pikir panjang, Lucian pun membawanya menuju Gua kalau ke rumah pastinya akan di lepaskan kembali, karena Adhi anti memelihara binatang. Di beri nama Nika karena bulunya yang berwarna putih, jadi terlihat cantik dan kebetulan sekali burung tersebut adalah betina.
Bukan hanya burung hantu saja,
"Milly! Molly!"
Lucian berjongkok, siap menyambut dua ekor binatang melompat itu kedalam pelukannya. Dan....
Hap!
"Hahaha.... Haha! Geli!"
Lucian tertawa lepas saat kedua kelinci betina itu tak henti-hentinya melompat-lompat dalam pelukannya dan itu membuatnya kegelian serta kewalahan. Dielusnya bulu lebat berwarna coklat dan hitam putih itu.
"Kalian ingin makan?" Kelinci itu melompat-lompat dan burung hantu tersebut terbang di atas kepala bocah tersebut, seakan mengerti apa yang di ucapkan oleh anak manusia itu.
Milly dan Molly adalah dua ekor kelinci betina yang juga di temukan Lucian saat berburu. Saat itu Lucian tidak sengaja menemukan sarang kelinci yang sedang diacak-acak oleh hewan pemangsa, dengan sigap Lucian mengusirnya dan menolong dua anak kelinci malang yang kehilangan ibunya karena sudah terlanjur di makan oleh hewan pemangsa itu. Membawanya kerumah pasti akan di lepaskan oleh ayahnya, jadi pilihan satu-satunya, membawanya menuju Gua.
Hingga sekarang, hewan berbulu coklat dan hitam putih itu menjadi peliharaan tersembunyinya.
"Nihh makan! Makan yang banyak ya." Lucian menaburkan kacang di tanah untuk burung hantu kecilnya. Dan meletakkan beberapa wortel berukuran besar di atas tanah untuk kedua kelincinya. Lucian sendiri memakan buah yang sebelumnya belum habis dan dibawa kesini.
Jadilah keempat makhluk berbeda spesies itu memakan makanan mereka.
Sejenak, Lucian melupakan masalah yang terjadi tadi, berkat ketiga hewan peliharaannya yang gembul nan lucu!
***
26 March 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucian Hartley [Slow Update]
AcakLucian bersama adik kembarnya dibuang ketika mereka masih berusia dini. Mereka dibawa oleh seorang pria baik yang menyelamatkan mereka, namun naasnya nyawa adik kembarnya tidak dapat diselamatkan. Pria baik itu dengan penuh kasih sayang merawat Luc...